Perludem Nilai Penundaan Pemilu 2024, Tidak Relevan

by
perludem, pemilu
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini saat menjadi narasumber diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema "Wacana Penundaan Pemilu, Bagaimana Sikap DPR?". (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pengamat pemilu sekaligus Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menyatakan setidaknya ada 3 (tiga) alasan sekaligus momentum demokrasi yang semestinya dimanfaatkan semua elemen bangsa yang membuat usulan penundaan pemilu 2024 tidak patut dan tidak relevan disampaikan.

“Tiga momentum demokrasi di awal tahun 2022 yang mestinya kita manfaatkan untuk memperkuat dan mengkonsolidasi demokrasi kita dan tidak perlu diwarnai wacana penundaan pemilu satu paket dengan perpanjangan masa jabatan,” kata Titi dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema ‘Wacana Penundaan Pemilu, Sikap DPR?’ di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (10/3/2022).

Dia menjelaskan, ketiga momentum itu adalah kesepahaman politik yang dicapai Komisi II DPR RI bersama pemerintah dan KPU pada 24 Januari 2022. Ketika itu sudah ada kesepahaman politik yang solid pada yaitu menyepakati hari pemungutan suara pemilu 2004, pada hari Rabu 14 Februari 2004.

“Kesepahaman politik itu merupakan buah dari diskursus panjang tiga pihak ini, pemerintah, partai politik yang ada di DPR dengan berbagai ragamnya, di mana Pak Lukman Hakim (Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari PKB), termasuk salah satu yang paling semangat agar tahapan pemilu segera ditetapkan dan juga KPU tentunya, itu sudah ditindaklanjuti dengan keputusan KPU nomor 21 Tahun 2022,” sebut Titi.

Sedang momentum kedua, menurut Titi adalah ketika pada awal pertengahan Februari lalu di Economist Intelligence Unit atau EIU merilis democracy index 20021.

“Alhamdulillah Indonesia mengalami perbaikan peringkat demokrasi dunia dari yang semula pada 2020 peringkat ke-64, naik menjadi peringkat ke-52,” tambahnya lagi.

Hal ini sambung Titi, memberikan harapan bahwa demokrasi perlahan akan membaik dan semakin baik dengan agenda pemilu 2024, karena kecenderungannya, kalau menyelenggarakan pemilu nasional itu akan diikuti dengan kinerja demokrasi yang membaik.

“Jadi, indeks demokrasi dari The Economist intelligence Unit memberikan harapan itu,” ujarnya.

Terkait dengan ini, anggota Dewan Pembina Perludem ini juga menjelaskan ada dua faktor yang membuat demokrasi membaik. Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi soal Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), yang disebut sebagai indikasi dari kemandirian dari lembaga peradilan/

Kedua adalah tindakan politik Presiden Jokowi yang mengajak berbagai kelompok untuk masuk dalam kabinet dianggap sebagai warna dari pluralitas politik. Lalu momentum demokrasi yang ketiga disebut Titi adalah ketika dengan segala dinamikanya Komisi II DPR RI melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU dan Bawaslu, dan terpilih 7 dan 5 Anggota KPU 5 Anggota Bawaslu dengan segala dinamikanya, meskipun perempuannya lagi lagi cuma satu.

“Tiga momentum demokrasi awal tahun itu, mesinnya tidak memberikan ruang bagi kita untuk berwacana sesuatu yang sebenarnya secara akademik semuanya argumen yang sudah terbantahkan,” imbuhnya. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.