Hindari Berbenturan Antara Peradaban Timur dan Barat, RUU PKS Perlu Kajian Mendalam

by
Wakil Ketua Baleg DPR, Willy Aditya. (Foto : Jimmy)
Wakil Ketua Baleg DPR, Willy Aditya. (Foto : Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Melihat penting dan sensitifitasnya seksualitas dalam Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), yang akan dibahas Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, maka perlu kajian secara mendalam dan riset yang memadai. Sebab, jangan sampai terjadi perbenturan antara peradaban Barat dengan kearifan dan tradisi lokal ketimuran, khususunya sosio kultural dan religius dimana umat Islam terbesar di Indonesia.

Demikian dikemukakan Wakil Ketua Baleg DPR RI, Willy Aditya saat menjadi narasumber dalam diskusi Forum Legislasi menyoal “Urgensi Pengesahan RUU PKS” bersama Ketua Umum Indonesian Feminist Lawyers Club (IFLC), N.S. Alam Prawiranegara di Media Center Gedung Nusantara III di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (16/3/2021).

“Jadi, RUU PKS ini perlu kajian dan riset serta yang komprehensif. Jangan sampai terjadi perbenturan antara peradaban ketimuran dan barat. Misalnya apakah warga yang digrebek lalu ditelanjangi dan diarak-arak ramai-ramai di tengah masyarakat,” ujarnya.

Selain itu, lanjut politisi Partai NasDem ini, ada pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pemerkosaan, perbudakan seksual dan sebagainya.

“Selama ini kan terjadi di gereja, pesantren, di dalam keluarga sendiri dan lain-lain. Maka, mana yang termasuk wilayah privat dan wilayah publik? Semua perlu kajian yang mendalam,” tambahnya.

Karena itu menurut Willy, semua terkait seksual tersebut harus diletakkan dengan clear, clean, dan transparan. Apalagi, selama ini sudah terjadi perdebatan yang sengit khususnya mana wilayah publik dan privat.

“Semua fraksi pasti mendukung untuk mengesahkan RUU PKS ini untuk melindungi perempuan. Belajar dari pengalaman sebelumnya, bahwa RUU ini mendapat resistensi besar dari masyarakat. Jadi, RUU ini berdasarkan tiga landasan; yaitu filosofis, sosiologis, dan yuridis. Juga atas dasar perspektif aparat penegak hukum, diskriminasi gender dan edukasi. Sehingga harus hati-hati dalam membahas RUU PKS ini,” ungkapnya.

Menurut Willy, RUU PKS ini diperlukan karena UU perkawinan, UU perlindungan anak, KUHP, dan Suntik Kebiri tidak memadai. Ditambah lagi masih kental dengan budaya feodalistik dan kekuasaan bias gender. Dimana dalam 5 tahun terakhir ini ada 43. 471 kasus yang terdaftar, dan yang tak terdaftar masih banyak. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *