Pemerintah Didesak untuk Beri Jaminan Hewan Kurban Aman dari PMK

by
Diskusi dialektika demokrasi dengan tema "Jelang Idul Adha 1443 H, Amankah Hewan Korban Di Tengah PMK?". (Foto : Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Kurang dari sebulan lagi, masyarakat Indonesia akan merayakan Hari Raya Idul Adha 1443 H/2022 M atau Hari Raya Kurban. Berbeda dengan tahun sebelumnya, suasana hari raya tahun, dibayangi rasa takut di masyarakat akan bahaya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) hewan ternak yang menjadi hewan kurban.

Namun untuk menghilangkan rasa takut di masyarakat itu, Anggota Komisi IX DPR RI Mochammad Nabil Haroen berbicara dalam Dialektika Demokrasi brtajuk ‘Jelang Idul Adha 1443 H, Amankah Hewan Kurban Ditengah PMK?, di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/6/2022), mendesak Pemerintah agar betul-betul hadir dan memberi jaminan bahwa hewan kurban telah aman dari bahaya penyakit bagi masyarakat apbila dikonsumsi.

“Akan menjadi lebih nyaman buat kita semua ketika pemerintah betul-betul hadir dan menjamin, semua ini bisa berjalan dengan baik. Sehingga tidak ada masyarakat yang dirugikan, akibat konsumen maupun sebagai pelaku (peternak),” ujar dia.

Dari segi kesehatan, menurut Gus Nabil sapaan akrab politisi PDI Perjuangan itu, jaminan kesehatan hewan kurban dari penyakit PMK harus benar-benar diperlukan dan terkonfirmasi negatif dari wabah virus PMK. Sebab, apabila terkonfirmasi terpapar virus PMK maka hewan kurban tersebut harus dimusnahkan karena menjadi sumber penyakit.

Namun yang menjadi persoalan, lanjut Gus Nabil, apakah para peternak yang memiliki hewan terkonfirmasi virus PMK mau jujur kepada konsumen, atau apakah para peternak mau melaporkan apabila hewan ternak terpapar virus PMK.

“Itu juga harus diimbangi dengan kesiapan pemerintah bagaimana apakah pemerintah mau memberikan kompensasi, apakah itu penuh atau bagaimana? Saya kira bisa dipikirkan meskipun ini juga saya kira untuk anggaran yang tidak kecil,” ucapnya.

Sedang Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah yang hadir secara virtual, meminta Pemerintah tidak menganggap remeh penyakit PMK ini, karena aspek sosial, kultur, dan ekonominya di Indonesia cukup tinggi. Misalnya, sapi itu sebagai harta warisan keluarga, satu-satunya mata pencaharian, dan sebagainya.

“Jadi, penanganan PMK ini harus cepat dan memberikan kepastian agar tidak membingungkan masyarakat,” ujarnya.

Karena itu, Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPR RI ini mendukung perlunya sertifikasi bagi hewan korban yang akan dipotong untuk berkurban tersebut. Sertifikasi itu, menurut Luluk, untuk memastikan kesehatan dan keamanan untuk dikonsumsi. Itu amanat konstitusi yang harus dipenuhi oleh negara.

Masih menurut Lulul, Pemerintah bukannya kecolongan dalam penanganan PMK ini, tapi agak terlambat karena PMK ini tiba-tiba muncul. Padahal, sejak tahun 1986 WHO sudah menyatakan Indonesia bebas PMK.

“Jadi, harus cepat, masif, dan hati-hati, karena penyebarannya kini bisa lewat udara dalam radius 200 Km. Kalau tidak, biaya sosial ekonomi dan politiknya besar, maka dibutuhkan kerja keras dan anggaran yang besar,” tegasnya.

Meski dibayangi rasa cemas dan takut, Luluk memastikan ketersediaan hewan kurban masih aman, mencapai 2.205.660 juta ekor. Data tersebut berdasarkan pada neraca ketersediaan hewan kurban per 10 Juni 2022.

“Jumlah tersebut terdiri stok sapi sebanyak 882.266 ekor, kerbau 27.179 ekor, kambing 952.390 ekor dan domba 408.025 ekor. Sedangkan kebutuhan hewan kurban hingga hari ini, mencapai 1.814.402 ekor,” sebut dia.

Segera Dimusahkan

Di tempat sama, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyarankan agar sebaiknya hewan ternak yang sudah terkonfimrasi terpapar virus, segera dimusnahkan. Namun yang menjadi persoalannya, apakah pemerintah siap membayar ternak yang dimusnhakan tersebut?

“Persoalan ini memang berbuah polemik, karena penyelesaiannya tidak mudah tetapi batas waktu hari ‘H’ Idul Adha 1433 H yang jatuh pada 9 Juli 2022 sudah semakin dekat,” katanya.

Diyakini Tulus, PMK ini kemungkinan akibat perubahan orientasi impor; dari sistem zonasi ke kontri (country based ke zona based). Dan bahkan, PMK ini disinyalir dari negara-negara pengimpor sapi.

“Jadi, penting menginvestigasi dari mana PMK itu, mengingat Indonesia sudah bebas PMK sejak 1986, tapi kini tiba-tiba menyebar di 21 Provinsi,” demikian Tulus Abadi. (Jimmy)

No More Posts Available.

No more pages to load.