HNW : Kartini Memiliki Guru yang Sama dengan Pendiri NU Maupun Muhammadiyah

by
Hidayat Nur Wahid, saat menjadi narasumber secara daring pada acara Temu Tokoh Nasional, kerjasama MPR RI dengan Persaudaraan Muslimah Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat. (Foto: Humas MPR)

BERITABUANA.CO, MAMUJU – April, adalah bulan yang istimewa bagi bangsa Indonesia, khususnya kaum perempuan. Karena pada bulan April diperingati hari lahir R. A. Kartini.

Kartini adalah pahlawan bagi para wanita, sekaligus sosok yang menginspirasi kaum hawa untuk berjuang dan meraih mimpi, seperti yang bisa dilakukan kaum pria.

Dalam kaitannya dengan Persaudaraan Muslimah (Salimah), keberhasilan R. A Kartini, terjadi setelah Dia nyantri kepada Kyai Sholeh Darat dari Semarang. Kyai Sholeh Darat adalah guru dari KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah dan KH. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama.

“Artinya R. A. Kartini dengan K. H. Ahmad Dahlan dan K. H Hasyim Asy’ari, berasal dari satu guru yang sama. Dan setelah mendapat pencerahan dari Kyai Soleh Darat, Kartini berhasil menciptakan buku Habis Gelap terbitlah Terang yang tetap melegenda hingga saat ini,” kata Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Sabtu (10/4/2021).

Pernyataan itu disampaikan Hidayat Nur Wahid, saat menjadi narasumber secara daring pada acara Temu Tokoh Nasional, kerjasama MPR RI dengan Persaudaraan Muslimah Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat. Acara tersebut berlangsung di Wisma Mala’bi, Jl. Pababari Mamuju, Sulawesi Barat, Sabtu (10/4/2021).

Selain Hidayat, acara tersebut juga menghadirkan Narasumber anggota MPR RI Fraksi PKS H. Akhmad Syaikhu.

Pasca R. A. Kartini, tepatnya pada saat persiapan Kemerdekaan, bangsa Indonesia juga mengenal sosok perempuan muslimah yang ikut berperan menata Indonesia. Dia adalah Mr. Maria Ulfah, sarjana hukum perempuan pertama yang juga anggota ormas keagamaan Mathlaul Anwar dan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).

“Dia berjasa memasukkan pemikiran tentang Hak Azazi Manusia dalam UUD 1945. Awalnya usul itu sempat ditolak oleh Bung Karno, dan menjadi polemik, hingga menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan anggota BPUPK, tapi akhirnya disetujui karena didukung oleh sebagian besar anggota BPUPK,” urainya.

Kisah Kartini dan Maria Ulfah, memperlihatkan bahwa kaum muslimah juga mampu berperan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka bisa berdarma bakti, asal mau belajar dan memiliki tekad menghadirkan Indonesia yang lebih baik.

“Dengan semangat seperti inilah MPR hadir untuk melestarikan sikap dan kecintaan, serta semangat perjuangan dari para pendiri bangsa,”ucap politikus PKS itu.

Sebelumnya, anggota MPR RI F PKS Akhmad Syaikhu menyampaikan simpati dan duka mendalam atas terjadinya bencana alam di Sulawesi Barat beberapa waktu lalu. Menyikapi musibah tersebut, Syaikhu meminta masyarakat tidak saling menyalahkan, apalagi mencari kambing hitam. Yang terpenting adalah, saling berintrospeksi, mencari kesalahan masing masing untuk diperbaiki dimasa depan.

Pada kesempatan itu juga, Syaikhu menegaskan, bagi Partai Keadilan Sejahtera, Empat Pilar MPR merupakan konsensus yang tidak boleh dipertentangkan atau perdebatkan. Yang perlu dilakukan saat ini adalah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

“Tantangan kita saat ini adalah, terus mensosialisasikan empat pilar agar bisa menjadi pegangan hidup bangsa Indonesia, mulai dari desa hingga ke kota. Dari rakat kecil sampai para pemimpin,” kata Syaikhu menambahkan. (Jal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *