Risiko Persiapan Pilkada di Tengah Pandemi

by
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo.

AKIBAT pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, masyarakat paham dengan sendirinya tentang tantangan riel bersama, sekarang dan di waktu-waktu mendatang. Persoalan riel sekaligus prioritas masalah adalah melindungi sekaligus merawat kesehatan masyarakat dari ancaman Covid-19, dan aspek lain yang tak kalah pentingnya adalah strategi dan upaya memulihkan perekonomian.

Karena itu, menuju pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 pada Desember nanti, komunitas pemilih hendaknya mulai menyimak dengan seksama program-program yang ditawarkan atau dijanjikan oleh para pasangan calon (Paslon). Komunitas pemilih disarankan untuk benar-benar peduli. Pandemi Covid-19 menghadirkan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.

Dan, karena durasinya yang berkepanjangan, pandemi Covid-19 pun sudah menyebabkan kerusakan pada sendi-sendi perekonomian. Ancaman kesehatan dan kerusakan ekonomi itu tidak hanya dirasakan pada tingkat negara, melainkan hingga ke setiap rumah tangga, baik di perkotaan maupun desa.  Maka, kepada komunitas pemilih, disarankan untuk menyimak betul persepsi para Paslon tentang dua masalah strategis ini, dan bagaimana para Paslon menawarkan jalan keluar.

Selain itu, kepedulian para Paslon atas dua masalah itu juga bisa diukur dari tindakan atau aksi mereka membuat persiapan, terutama pada periode kampanye. Kepada Setiap Paslon dan tim suksesnya yang bekerja di lapangan, komunitas pemilih harus menuntut mereka mampu mengendalikan massa pendukung. Kegiatan seperti sosialisasi figur Paslon dan program-programnya harus tetap berpatokan pada protokol kesehatan. Tidak boleh ada pengerahan massa  di ruang publik, atau mengumpulkan orang dalam jumlah banyak yang menyebabkan terjadinya kerumunan.

Sebaliknya, ketika ada pergerakan massa atau kerumunan orang untuk menyuarakan dukungan pada Paslon tertentu, pergerakan massa dan kerumunan itu berpotensi memperpanjang durasi pandemi di daerah bersangkutan. Pergerakan dan kerumunan itu juga menjadi bukti ketidakmampuan Paslon mengelola dan mengendalikan aktivitas komunitas pendukungnya. Logikanya, kalau mengelola aktvitas pendukung saja tidak bisa, bagaimana mungkin Paslon bisa mengelola aktivitas semua elemen masyarakat di daerah itu.

Lebih dari itu, ketika durasi pandemi menjadi berkepanjangan akibat klaster baru dari aktivitas kampanye, upaya memulihkan perekonomian wilayah menjadi makin sulit. Kalau faktanya menjadi seperti itu, persoalannya kembali pada komunitas pemilih untuk menilai kapabilitas dan kredibilitas kepemimpinan Paslon bersangkutan.

Sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2/2020, Pilkada serentak tahun ini dilaksanakan pada Desember 2020. Dilaksanakan di 270 daerah pemilihan (Dapil), mencakup sembilan provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota. Karena faktor pandemi Covid-19, pelaksanaan pemungutan suara digeser ke 9 Desember 2020, dari rencana sebelumnya 23 September 2020.

Bisa diasumsikan bahwa Paslon dan tim suksesnya di semua Dapil kini mulai beraktivitas melakukan persiapan. Aktivitas seperti itu wajar saja. Akan tetapi, harus diingat dan digarisbawahi bahwasanya semua aktivitas itu berlangsung di tengah pandemi Covid-19, yang mewajibkan siapa saja patuh pada protokol kesehatan; menjaga jarak, penggunaan masker dan rajin cuci tangan.

Untuk mencegah perilaku dan tindakan ceroboh, semua Paslon harus mengingatkan kepada tim sukses dan massa pendukung bahwa aktivitas persiapan Pilkada kali ini dipastikan sangat berbeda dengan Pilkada-pilkada sebelumnya.  Pun, akan sangat ideal jika semua Paslon dan tim suksesnya bertekad untuk tidak akan menimbulkan klaster baru Covid-19 dari semua rangkaian kegiatan mereka. Tekad atau kesadaran seperti ini akan mendorong Paslon dan tim sukses lebih berhati-hati, dan mau bisa bersikap tegas dalam mengendalikan aktivitas para pendukung. Risikonya akan sangat besar Jika Paslon tidak mampu mengendalikan pergerakan pendukung, karena komunitas pemilih akan punya persepsi negatif tentang Paslon bersangkutan.

Dengan begitu, menjadi sangat penting jika para Paslon mau berkomitmen untuk mengendalikan massa pendukung agar tidak turun ke jalan atau membuat kerumunan orang. Persiapan Pilkada serentak yang lazim diiisi dengan kegiatan kampanye jangan sampai menjadi klaster baru penularan Covid-19. Memang betul bahwa protokol kesehatan untuk mendukung Pilkada 2020 sudah ditetapkan. Namun, mendekati pelaksanaan Pilkada, potensi tantangannya tetap ada , yakni kemungkinan terjadinya pengerahan massa pendukung para Paslon. Maka, komitmen serta tanggungjawab para Paslon dan tim suksesnya masing-masing untuk tidak mengerahkan massa pendukung selama periode kampanye juga sangat diperlukan.

Akhir-akhir ini, cukup gencar pemberitaan tentang angka kesembuhan  dari Covid-19 di dalam negeri. Per 26 Agustus 2020 misalnya, dilaporkan bahwa  persentase kesembuhan Covid-19 di tanah air tercatat 72,1 persen dari total kasus Covid-19. Tentu saja informasi ini patut disyukuri. Akan tetapi, informasi dan data ini jangan sampai membuat atau mendorong siapa saja, utamanya Paslon dan tim sukses,  bertindak dan berperilaku ceroboh. Sebab, tingginya tingkat kesembuhan tidak berarti pandemi Covid-19 telah berakhir. Sebaliknya, sebagaimana bisa disimak bersama, jumlah kasus baru pun terus bertambah dengan besaran yang masih mengkhawatirkan. Karena itu, kepatuhan pada protokol kesehatan adalah mutlak. Penegakan disiplin protokol kesehatan yang didukung TNI-Polri masih sangat diperlukan.

Karena itu, persiapan dan pelaksanaan Pilkada serentak 2020 harus tetap berpijak pada kepatuhan akan protokol kesehatan. Angka kesembuhan memang tinggi, tetapi tidak berarti Paslon dan tim sukses boleh meremehkan ancaman dari Covid-19. Harap diingat bahwa kendati angka kesembuhan tinggi, upaya pemulihan masih sulit dimulai karena jumlah kasus baru pun terus bertambah. Artinya, protokol kesehatan harus tetap dijalankan selama persiapan Pilkada agar semua aktivitas persiapan itu tidak menjadi klaster baru Covid-19.

Dalam konteks ini, tentu saja perhatian khusus layak dialamatkan ke pulau Jawa. Sebab, sekitar 74 persen kasus Covid-19 tercatat di Jawa. Dalam Pilkada 2020, tidak ada pemilihan Gubernur (Pilgub) di Pulau Jawa. Pilgub berlangsung Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Namun, pulau Jawa akan marak Pilkada karena pemilihan bupati dan walikota berlangsung di banyak kabupaten maupun kota, terutama di Jawa Barat dan Jawa Timur. Berarti, akan banyak warga yang melibatkan diri atau dilibatkan dalam aktivitas persiapan Pilkada,.

Agar pelibatan warga dalam persiapan Pilkada tidak mendatangkan risiko penularan Covid-19, Paslon dan tim sukses dituntut lebih kreatif dalam berkomunikasi dengan komunitas pemilih.

*Bambang Soesatyo* – (Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *