Legislator Gerindra Asal Papua Nilai, Pemerintah Tak Konsisten Kawal Otsus

by
Diskusi Forum Legislasi bertajuk "Bagaimana Masa Depan UU Otonomi Khusus?". (Foto : Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI, Yan Permenas Mandenas menilai, Pemerintah Pusat tidak konsisten mengawal implementasi Undang-Undang Nomor 21 tentang Otonomi Khusus (UU Otsus), untuk masyarakat Papua dan Papua Barat

“Dana otsus yang merupakan amanat dari UU tersebut tidak mensejahterakan rakyat Papua di Indonesia Timur,” kata Yan dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu (22/7/2020).

Bahkan, menurut Yan, Pemerintah pusat seakan membiarkan daerah berjalan sendiri, tanpa arah dan tujuan yang jelas sesuai dengan target. Ditambah lagi, tidak ada pembagian kewenangan dari aspek pembangunan.

“Jadi tak jelas yang mana menjadi prioritas daerah provinsi, yang mana yang menjadi prioritas kabupaten, dan mana yang menjadi prioritas dari pusat tidak jelas dari tataran otsus selama pelaksanaan,” ungkapnya.

Dari konteks itu, lanjut politisi Partai Gerindra itu, sampai dengan hari ini duit diberikan, namun kewenangan tidak diberikan dengan full. Kemudian kewenangannya pun juga tidak didukung dengan regulasi.

“Sehingga dari aspek itu memang sangat jauh dari harapan. Kesimpulannya, kalau kita lihat kontak sosial-politik, maka pemerintah pusat tidak konsisten dalam mengawal pelaksanaan implementasi UU Otsus,” sesalnya.

Jika dilihat dari konteks hukum, setelah implementasi Otonomi Khusus itu berlaku, pemerintah hanya mengeluarkan PP 54 untuk pembentukan Majelis Rakyat Papua.

“Salah satu tantangan dan hambatan selama pelaksanaan otsus sampai 20 tahun berjalan. Kalau kita bicara lagi soal regulasi, daerah berusaha untuk menggenjot, memproteksi hak dan martabat orang asli Papua dengan mengeluarkan Perdasi (Peraturan Daerah Provinsi) dan Perdasus (Peraturan Daerah Khusus),” katanya.

Ia menjelaskan, selama 10 tahun Perdasi dan Perdasus yang sudah dikeluarkan hingga saat ini selalu mentok di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), karena tidak sesuai dengan aturan yang lebih tinggi.

“Padahal secara sah sebenarnya itu bisa dilaksanakan, tetapi karena tidak sinkron dengan aturan lain, maka Perdasi dan Perdasus tidak bisa dilaksanakan dan tidak bisa diregistrasi oleh Kemendagri,” ungkapnya.

Dengan demikian sehingga, kemudian Perdasus yang mengatur dan memproteksi secara khusus hak dasar orang asli Papua, kemudian PP yang mengatur secara garis besar dengan berbagai kebijakan dalam implementasi pasal-per pasal di dalam UU Otsus tidak bisa dilakukan dengan konsisten.

Politisi Fraksi Partai Gerindra itu mengatakan, dana untuk Papua bakal berakhir pada tahun 2021. Sampai tahun kemarin, pemerintah tercatat telah mengeluarkan Rp 83,36 triliun untuk dana otsus Papua serta Papua Barat.

Namun, capaian pembangunan otonomi khusus untuk menciptakan orang Papua menjadi tuan di negeri sendiri tidak terealisasi dengan baik. Sehingga, menurut Yan dalam pelaksanaan otsus di Papua, fokus pemerintahan hanya membangun infrastruktur yang tidak sesuai dengan kebutuhan di sana.

“Menurut saya, kalau SDM Papua tidak kita bangun, maka infrastruktur yang disediakan pemerintah pun, orang Papua akan membeli jasa lagi dari orang lain,” katanya seraya menambahkan, kesewenagan pemerintah pusat terkait dana Otsus Papua itu pun tidak didukung dengan regulasi. Sehingga dari aspek tersebut memang sangat jauh dari harapan. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *