MA Kabulkan Gugatan Sengketa Pilpres 2019, Ya Sudahlah

by
Sidang di Mahkamah Agung.

Jadi Mahkamah Agung memenangkan Rahmawati dan kawan-kawannya ini karena mazhab yaitu Pemilu itu harus ada putaran pertama. Sementara KPU (keputusan KPU yang digugat ini) mengacu kepada apa yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi pada periode pertama pertarungan Jokowi Vs Prabowo ini yang menganggap seolah-olah konstitusi dapat diabaikan oleh adanya kompromi di antara partai politik bahwa kandidat itu hanya dua.

Di sini lah salahnya, di sinilah kekeliruan berpikirnya. Konstitusi berpikir menyadari bahwa bangsa Indonesia ini bersar, rakyat terpencar dari Sabang sampai Merauke, beragam jumlahnya. Oleh sebab itu absorpsi pemimpin republik ini harus dimungkin berasal dari komposisi seluruh rakyat Indonesia oleh sebab itu presidential threshold harus 0 persen. Seharusnya, telah ditetapkan demikian itulah kemudian semua partai politik harusnya bisa mengajukan calon. Paling tidak minimal harus ada 3 calon. Tiga calon pun sulit orang bisa mencapai sekali kemenangan apabila tiga syarat yang kita sebut kan tadi di awal tidak mereka penuhi.

Tetapi lagi-lagi kemudian ada di belakang yang ingin agar kandidat itu cuman dua, mungkin bisa diatur “kamu kalah aja” atau dan seterusnya lah, dengan mengabaikan roh dan nafas dari lahirnya konstitusi kita. Jadi sejak awal memang sudah ada pelanggaran terhadap konstitusi. Dan dalam hal ini saya bisa mengatakan Mahkamah Konstitusi telah mengambil posisi keliru mengintepretasi realitas dengan mengabaikan maksud dan norma dalam kosntitusi.

Seharusnya Mahkamah Konstitusi pada waktu itu mengatakan, tidak bisa presidential threshold menyebabkan kita terpaksa meiliki dua kandidat pada putaran pertama. Tidak bisa. Kalau mau pemilu satu putaran, ya tetap putaran pertama seseorang harus berupaya memenangkannya pada putaran pertama dan itu telah dibuktikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY pada periode kedua, dimana kandidatnya cukup banyak (ada JK, ada Mega, dan ada Wiranto) sebagai kandidat pada putaran kedua. Tapi kemudian SBY-Budioyon itu langsung menang pada putaran pertama. Bisa. Dan itu tidak masalah karena tidak melanggar konstitusi. Sebab konstitusi mensyaratkan seperti yang saya katakan tadi. Jika putaran pertama mau menang 50 % provinsi, 50 % populer, 50 % plus 1 provinsi dan minimal 20 % di provinsi-provinsi itu.

Nah akhirnya inilah yang menyebabkan kesalahan berlanjut, berlanjut, dan berlanjut. Pertanyaannya adalah bagaimana posisi presiden terpilih sekarang ini Jokowi dan Ma’ruf apabila Mahkamah Agung telah membuat keputusan bahwa kemenangan mereka itu cacat secara hukum, tidak memenuhi ketentuan UU dan konstitusi? Bagaimana posisi Presiden dan Wakil Presiden dalam hal ini? Teman-teman sekalian yang penting kita berfikirnya itu rasional, logis dan konstitusional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *