BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo menilai perintah Presiden Prabowo Subianto kepada TNI untuk mencabut pagar laut milik Agung Sedayu Group di perairan Tangerang, Banten, memiliki pesan khusus. Instruksi itu disebut mengisyaratkan jika Presiden Prabowo marah dengan upaya sekolompok pihak yang ingin mencaplok kekayaan negara.
Ini disampaikan Firman dalam dialektika yang digagas Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI bertajuk ‘Polemik Pagar Laut! Langkah Pemerintah Dinilai Tepat Dengan Langsung Membongkar Pagar Laut’, Kamis (6/2/2025)
“Bapak Presiden memerintahkan menginstruksikan kepada jajaran TNI Angkatan Laut (AL) untuk melakukan pencabutan itu artinya apa, artinya kalau saya bisa membaca dari bahasa tubuh Pak Prabowo sebagai Presiden, saya sebagai orang Jawa itu adalah bentuk kemarahan, bentuk kemarahan karena yang memiliki otoritas dan kewenangan melakukan fungsi pengawasan dalam memberikan proses perizinan justru diam seribu bahasa,” kata Firman.
Legislator Partai Golkar itu menyatakan ada hal yang serius dihadapi negara jika seorang Presiden memerintahkan TNI untuk menyelesaikan suatu persoalan. Perintah itu mengartikan bahwa pemasangan pagar laut menandakan keadaan darurat.
“Kalau sudah membentang TNI itu artinya kan ada tanda darurat kalau di ilmu tentara nah ini yang tidak dibaca,” ucapnya.
Firman mengatakan penyelesaian pagar laut dari sisi hukum bisa dilakukan melalui koordinasi lintas kelembagaan, khususnya kepolisian.
Apalagi, kata dia, bukti untuk menaikkan status kasus pagar laut ke penyelidikan sudah sangat terpenuhi. Di antaranya, TNI yang bergerak mencabut pagar bambu, termasuk Agung Sedayu Group yang sudah mengakui kepemilikan dari ‘kavling’ laut itu.
“Ini lebih daripada cukup alat bukti sebenarnya karena hanya dua ini lebih daripada cukup kalau ilmu penyidikan,” kata dia.
Tak hanya itu, menurut Firman, penegak hukum seharusnya sudah bisa memanggil para pihak yang diduga terlibat. Pemeriksaan penting guna mengetahui otak di balik pemasangan pagar laut tersebut.
“Orang-orang itu dipanggil, itu kan udah bisa ditanya sebetulnya siapa yang menjadi aktor daripada pagar laut, nah ini yang tentunya tidak bisa terjawab dengan baik sehingga muncul kesalahan aspirasi masyarakat,” ucapnya.
Firman mengungkapkan hal yang dituntut Komisi IV DPR ialah tidak hanya soal pencabutan pagar laut. Dia mengatakan pihaknya mendesak agar penegak hukum tidak ragu menjerat dalang dari pemasangan pagar laut, baik korporasi maupun perorangan.
“Aturannya sudah jelas kemudian berapa lama untuk mempresentasi hukum supaya aktor-aktor ini juga di usut secara tuntas dari siapa yang menjadi dalang dan aktornya untuk pemasangan pagar ini,” kata Firman.
Firman mengaku merasa malu jika kasus pagar laut tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara adil. Menurutnya, Legislator sebagai perpanjangan lidah rakyat harus memperjuangkan hak-hak masyarakat bukan pihak yang menggunakan uang untuk kekuasaan.
“Kalau ditanya kenapa saya sampaikan itu, karena menunjukkan kejengkelan saya, saya merasa malu sebagai wakil rakyat yang menggunakan lencana yang sangat mentereng tapi ternyata janji kami kepada rakyat setelah kami rapat tidak bisa mendapat jawaban yang memuaskan bagi rakyat yang saya wakili itu kira-kira, demikian terima kasih,” kata dia.
Gunung Es
Di tempat yang sama, anggota Komisi IV Johan Rosihan mengatakan, pagar laut bukan hanya soal fisik. Akan tetapi menyangkut soal legalitas, hak-hak nelayan dan juga soal lingkungan.
“Persoalan pagar laut merupakan puncak dari gunung es. Dari pagar laut ini, kita bisa lihat bagaimana sengkarutnya tidak sinerginya kerja antar elemen pemerintahan,” tegasnya.
Selain itu, di laut terlalu banyak lembaga yang merasa berwenang menjaga. Ada dari Kementerian Perhubungan, ada Polairud, TNI Angkatan Laut dan Bakamla.
“Nah, pagar laut ini menampar mereka semua. Kira-kira, pagar laut itu mau ngomong ke mereka untuk berhenti berebut kewenangan,” sindirnya.
Sebab, munculnya pagar laut saja tidak ada yang tahu. Setelah tahu pun, tidak bisa membongkar.
“Karenanya, pagar laut menggambarkan betapa tidak sistemiknya republik ini. Pantas saja negara kepulauan dengan panjang pantai yang begitu panjang ini, tidak memberikan kontribusi besar dalam peningkatan ekonomi masyarakat,” tukasnya. (Kds)