Jeirry Sumampow: Anwar Usman Baiknya Mundur Sebagai Hakim MK

by
Hakim Konstitusi Anwar Usman. (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Sejumlah elemen dan aktivis pro demokrasi di Indonesia masih merasa tidak puas atas putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap Anwar Usman yang hanya dicopot sebagai Ketua MK. Bagaimana pun, lembaga MK harus diselamatkan dengan tetap menjaga kehormatan dan kewibawaan serta menjaga kepercayaan publik.

“Maka sebaiknya Bapak Anwar Usman mengundurkan diri dari keanggotaan Hakim MK yang terhormat,” kata Kordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow lewat keterangan tertulisnya, Rabu (8/11/2023).

Seperti diketahui, MKMK telah mengeluarkan putusan terkait gugatan sejumlah pihak tentang dugaan tidak netral Ketua MK dan Anggota MK dalam Putusan Nomor 90/2023 tentang syarat usia pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.

Sangsi pemberhentian dari Jabatan sebagai Ketua MK diberikan kepada Anwar Usman, Ketua MK, dan teguran lisan diberikan kepada 8 Anggota MK yang lain. Anwar Usman diberhentikan dari jabatannya, sebab terbukti melakukan pelanggaran etik berat dalam kaitannya dengan Putusan MK Nomor 90/2023, dan sementara 8 hakim yang lain hanya mendapatkan teguran lisan.

Jeirry menyatakan, sangsi pemberhentian dari jabatan Ketua MK kepada Anwar Usman, agaknya tidak begitu tepat. Dia lebih sependapat dengan sikap dan putusan dari Anggota MKMK Prof. Bintan Saragih yang disenting opini, mengingat MKMK menemukan terjadinya pelanggaran berat, maka sangsi yang tepat adalah pemberhentian dari keanggotaan Hakim MK.

Lebih jauh Jeirry mengatakan, selain
menilai perilaku Hakim MK, MKMK juga dimaksudkan untuk mengembalikan kehormatan dan kewibawaan MK yang tercoreng karena perilaku tak etis Ketua MK. Dalam hal ini, dia menilai bahwa sangsi yang diberikan kepada Ketua MK tak akan bisa memulihkan kehormatan dan kewibawaan MK. Sebab Ketua MK yang telah divonis melakukan pelanggaran etik berat masih saja tetap berada di lembaga tersebut, meski dilarang mengikuti mengadili sidang terkait kasus tersebut.

“Agak sulit bagi publik untuk percaya lagi kepada MK ke depan. Sebab masih ada kemungkinan yang bersangkutan mempengaruhi proses sidang dan putusan lain ke depan sebagaimana yang terjadi dalam kasus syarat usia tersebut,” imbuhnya.

Alasan MKMK bahwa jika diberhentikan Anwar Usman dari keanggotaan Hakim MK, maka ada kemungkinan yang bersangkutan akan melakukan banding, Jeirry berpendapat, mestinya tak jadi pertimbangan penting putusan.

“Saya berpendapat bahwa biarkan saja yang bersangkutan melakukan banding jika merasa kurang puas dengan sangsi yang diberikan, itu adalah hak beliau sesuai aturan yang berlaku. Nanti proses banding yang akan menentukan apakah putusan MKMK ini sudah tepat atau tidak. Katanya, kebenaran selalu akan menemukan jalannya sendiri,” kata Jeirry.

Mengenai putusan MKMK yang diketuai Prof. Jimly Asshiddiqie ini tak bisa membatalkan Putusan MK Nomor 90/2023, tapi kata Jeirry, fakta bahwa terjadi pelanggaran etik berat merupakan soal yang sangat serius. Putusan MKMK ini sebut dia secara langsung menunjukkan kepada publik bahwa dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/2023 tersebut terjadi tindakan yang tidak benar dan tidak terpuji, terjadi pelanggaran etik berat.

“Ada ‘persekongkolan jahat’, antara beberapa Hakim MK dalam memutuskan kasus tersebut. Dengan demikian, maka Putusan Nomor 90/2023 itu cacat secara etik. Dan dengan demikian maka pencalonan Gibran Rakabumi Raka, juga tidak etis atau cacat moral karena persyaratan terkait usia diambil lewat sebuah proses pengadilan yang tak bermoral dan beretika,” sebut Jeirry.

“Akibatnya, ada masalah etik moral yang sangat serius terkait dengan pencalonan Gibran Rakabumi Raka sebagai Calon Wakil Presiden dari Prabowo Subianto. Jadi secara etik moral pencalonan Gibran Rakabumi Raka mestinya batal,” katanya menambahkan. (Asim)