Aliansi BEM SI Desak Kejagung Tetapakan Tersangla Penyalahgunaan Wewenang Kasus Ekspor CPO

by
by
Perwakilan Aliannsi BEM SI usai menyerahkan rekomendasi hasil diskusi kasus penyalahgunaan izin kelapa sawit mentah (CPO) di Gedung Bundar Kejagung. (Foto: */isa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA- Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia menyerahkan risalah dan rekomendasi hasil diskusi bedah kasus penyalahgunaan wewenang dalam ekspor CPO atau minyak sawit mentah kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.

Koordinator Nasional Aliansi BEM Seluruh Indonesia, Sayuthi mengatakan, penyerahan risalah dan rekomendasi hasil diskusi bedah kasus penyalahgunaan wewenang dalam ekspor CPO tersebut menghadirkan pakar hukum Prof Dr Mudzakir, SH, MH, Abdul Fickar Hadjar, SH, MH, Boyamin Saiman, SH, MH dan M Andrean Saefudin sebagai narasumber.

“Kami melaporkan hasil diskusi bedah kasus penyalahgunaan wewenang dalam ekspor CPO ke Jampidsus karena ada temuan baru untuk mendukung data – data bahwa Menko Perekonomian AH membangkang terhadap perintah Presiden,” ujar Sayuthi usai menyerahkan rekomendasi hasil diskusi tersebut, Rabu (9/8/2023), di Gedung Kejagung, Jakarta.

Bukti Airlangga Hartarto membangkang atas perintah Presiden, sambung Sayuthi, bahwa hasil rapat terbatas (Ratas) pada tanggal 15 Maret 2022 yang dipimpin oleh Presiden Jokowi yang salah satu keputusannya meminta mencabut Harga Eceran (HET) minyak goreng. Kala itu Presiden Jokowi menginstruksikan dan mewajibkan perusahaan pemasok ekspor (CPO) dari sebelumnya 20 persen menjadi 30 persen. Tetapi dalam Ratas tanggal 16 Maret 2022, dimana Menteri Perdagangan M Lutfi tidak hadir. Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perekonomian malah mencabut HET dan DMO.

“Padahal Presiden tidak memerintahkan untuk mencabut DMO, keputusan AH itu yang harus kita kawal. Karena pengambilan keputusan itu (cabut DMO) adalah pembangkangan kepada Presiden,” tegasnya.

Sayuthi memaparkan, efek dari pembangkangan keputusan Presiden itu membuat langka minyak goreng di masyarakat. Karena tiga perusahaan minyak yang saat ini sudah menjadi terdakwa melakukan ekspor ke luar negeri secara membabi buta sehingga tidak mengedepankan kebutuhan dan kepentingan rakyat Indonesia. Padahal perintah Presiden Jokowi menaikkan kebutuhan minyak dalam negeri dari 20 persen menjadi 30 persen.

“Ekspor minyak goreng ke luar negeri secara mambabi buta itu membuat rakyat sengsara. Oleh itu kami dari Aliansi BEM seluruh Indonesia akan kawal kasus ini secara tuntas, siapapun yang terlibat harus diusut,” tandasnya.

Sayuthi menegaskan jika pasca laporan hasil diskusi dan rekomendasi diskusi bedah kasus penyalahgunaan wewenang dalam ekspor CPO tidak ada tindak lanjuti dari Kejagung maka pihak akan melakukan aksi dengan gaya lain seperti demo dengan jumlah massa yang besar. Saat ini pihaknya baru melalukan aksi secara akademis dengan memberikan hasil diskusi bedah kasus penyalahgunaan wewenang dalam ekspor CPO ke Kejagung.

“Jadi kami minta Kejagung segera memproses AH. Karena AH adalah otak dari segala kelangkaan minyak goreng di masyarakat. Apalagi saat ini staf khusus AH, Lin Che Wei sudah menjadi terdakwa. Padahal Lin Che Wei adalah pesuruh, jadi pasti ada otaknya,” tegasnya.

Sebelumnya Kejagung sudah memeriksa 6 saksi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya tersebut yaitu berinisial atas nama SS, M, AS, J, E, GS.
Seperti diketahui Kejagung tengah melakukan penyelidikan atas perkara dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya periode 2021-2022.

Mahkamah Agung juga sudah menetapkan putusan tetap (inkracht) atas putusan pengadilan aksi dari ketiga korporasi tersebut terkait kasus korupsi dan menetapkan 5 tersangka, yaitu Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana (Pejabat Eselon I Kemendag), Terdakwa Pierre Togar Sitanggang (General Manager di Bagian General Affair Musim Mas), Terdakwa Dr Master Parulian Tumanggor (Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia), Terdakwa Stanley Ma (Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group), dan Terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (pihak swasta yang diperbantukan di Kemeendag).

Kasus ini berawal dari tahun 2022 lalu, sebagai efek domino kisruh minyak goreng di dalam negeri. Di mana, pada tahun 2022 terjadi lonjakan hingga kelangkaan minyak goreng. Di saat bersamaan, pemerintah memberlakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi kisruh tersebut, salah satunya wajib pemenuhan domestik (domestic market obligation/ DMO) bagi eksportir minyak sawit.

Kasus ini menyeret pejabat eselon I Kementerian Perdagangan (Kemendag) kala itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana. Bersama 4 orang lainnya, dia ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.

Menurut Kejagung, penetapan status tersangka tidak lepas dari kebijakan Kemendag menetapkan DMO dan DPO (Domestic Price obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya. Namun dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO dan tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah.

Disebutkan Kejagung, terjadi permufakatan antara pemohon dan pemberi izin untuk fasilitas persetujuan ekspor. Dari alat bukti temuan Kejagung, persetujuan ekspor dikeluarkan kepada eksportir yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat. Yaitu, telah mendistribusikan CPO dan RBD Olein dengan harga tidak sesuai harga penjualan dalam negeri (DPO). Juga, tidak mendistribusikan 20 persen dari ekspor CPO dan RBD Olein ke pasar dalam negeri sesuai ketentuan DMO.

Para tersangka dikenakan dakwaan pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO/ minyak sawit mentah) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022. Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (4 Januari 2023 pukul 13:00 s/d 16:00 WIB), Majelis Hakim menetapkan putusan vonis penjara dan denda atas 5 terdakwa tersebut.

Terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang (UU) RI No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan subsidair. Oisa