Ronny F Sompie Mengusik Comfort Zone Elite Birokrat di Sulut

by
Irjen Pol (Pur) Ronny Sompie. (Foto: Nic)

PEMIMPIN ideal adalah pemimpin yang cerdas dalam membawa diri yang juga didukung dengan keunggulan berpikir dan peka terhadap hal-hal di sekitarnya.

Sementara dalam menjalankan tugasnya, pemimpin yang ideal akan mampu berpikir luwes dan memiliki ide-ide inovatif nan segar. Mungkin karakter pemimpin di atas ada dalam diri lrjen Pol Purn Dr Ronny F Sompie. Berkiprah 40 tahun di Polri terakhir Kapolda Bali dan birokrat sebagai Dirjen imigrasi Kemenkumham telah menempahnya menjadi pemimpin paripurna.

Kalau saat ini Ronny kembali ke daerah asalnya Sulawesi Utara mencalonkan diri sebagai Bacaleg DPR-RI itu karena merasa terpanggil buat membangun daerah kelahirannya. Apalagi sebelumnya “Tuama Leos” asal Desa Sukur, Airmadidi, Minahasa Utara ini pernah memimpin DPP Kerukunan Keluarga Kawanua di Jakarta. Demi kecintaan terhadap masyarakat Kawanua, Ronny masih bersedia menjadi Ketua Dewan Pembina DPP KKK saat ini.

Pengalaman menjadi komandan reserse di berbagai tingkatan birokrasi Polri dijalaninya sejak menjadi Kanit Vice Control (VC) di Ditreskrim Polda Metro Jaya. Tugas memimpin anggota mirip aksi-aksi polisi dalam film serial reve Miami Vice (TVRI) cukup berhasil di Jakarta. Setelah itu, Ronny dipromosi memimpin reserse Polres Metro Jakarta Barat wilayah yang sangat rawan “street justice” (kejahatan jalanan) tahun 1996-98.

Kemudian Ronny, dipromosi menjabat Wakapolres Jakarta Pusat yang tugasnya mengamankan wilayah pusat kekuasaan seperti Istana Kepresidenan, Gedung DPR-MPR dan Badan-Badan Pemerintah termasuk kementerian. Tantangan saat itu sangat kompleks karena jelang dan saat terjadinya Reformasi 1998.

Namun karena naluri reserse yang kental Ronny didapuk memimpin reserse Polwiltabes Bandung. Kemudian mengikuti pendidikan Sespimpol di Lembang, Jabar. Selesai pendidikan, beliau kembali dipercaya menjabat Kasat Reserse Polwiltabes Surabaya kemudian dipromosi memimpin Polres Gresik dan Polres Sidoarjo. Perwira yang memimpin Polres Sidoarjo, adalah polisi pilihan, karena tantangan tugasnya cukup kompleks.

Salah satu jabatan prestisius yang dipercayakan pimpinan sesudahnya sebagai Direktur Reskrim Poldasu. Sejumlah prestasi mengungkap kejahatan tingkat tinggi di antaranya ileggal logging yang melibatkan orang kuat (cukong) Adelin Lis berhasil diseretnya ke penjara.

Setelah mengikuti pendidikan Sespimti Polri dengan peringkat 5 besar. Ronny kembali ke “habitatnya” memimpin Polwiltabes Surabaya. Sebagai Ka Polwiltabes, Ronny sangat disegani para kapolres bawahannya.
“Pak Ronny, saat jadi komandan tidak neko-neko, beliau selalu memberi instruksi kerja yang baik saja Dik, ” kisah satu bekas anak buahnya yang kini sudah jadi kapolda.

Sementara ada cerita seorang teman dari Jakarta yang janji mau bertamu ke Ronny di Polwiltabes. Teman tadi rupanya paginya mampir dulu ke kapolda. Rupanya hari Jumat itu, Ronny ada kebaktian rutin, sehingga saat spri kapolda menelpon ajudan Ronny, sang ajudan bilang kapolwil sedang ibadah. Si Kapolda pun maklum dan agar Kapolwil jangan diganggu.

Di kalangan rekan dan koleganya lulusan Akpol 1984 (Jagratara), Ronny dijuluki pendeta. Mungkin julukan itu mereka berikan, karena melihat Ronny sangat rajin beribadah, di tengah-tengah tugasnya sebagai anggota Polri yang tak mengenal waktu. Apalagi sebagai anggota reserse.

Puncak karier Ronny di Polri adalah Kadiv Humas dan Kapolda Bali. Setelah itu, beralih menjadi ASN sebagai Direktur Jenderal lmigrasi. Ada kisah yang cukup menyentuh hati ketika Ronny harus memilih terus berkiprah di Polri atau ke ASN. Ronny mengaku, untuk meninggalkan Polri, ia berdoa bersama istri dan anak-anaknya selama 2 minggu dan akhirnya memutuskan menjadi Dirjen lmigrasi.

Kiprahnya di lmigrasi juga bukan pemimpin kaleng- kaleng. Ronny memprioritaskan sistem penerbitan paspor yang banyak dikeluhkan masyarakat karena berbelit-belit. Ia memangkas sekat-sekat birokrasi di tubuh lmigrasi dengan menggunakan sistem informasi teknologi dalam penerbitan paspor. Penerbitan yang sebelumnya bisa sebulan, bisa dipangkas hanya 2-3 hari.

Bahkan, Ronny melakukan inovasi dengan membentuk Timpora (tim pengawasan orang asing) yang terdiri berbagai instansi (stake holders). Keberhasilan itu, membuat Ronny mendapatkan penghargaan dari Menteri Agama dan Menlu (Hasan Wirayuda Award). Presiden Joko Widodo rupanya mengamati kinerjanya, sehingga bulan Agustus 2019 Ronny mendapatkan Bintang Jasa dari Pemerintah.

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Sebab itu, kembalinya Ronny ke daerah asalnya dan mencoba membantu mereka yang termajinalkan, ternyata mendapat tanggapan yang negatif dan penuh curiga dari pemerintah setempat termasuk gubernur.

Ronny dituduh cawe-cawe mengangkat keluhan masyarakat penggarap tanah di Desa Kalasei, Minahasa. Tapi Ronny bergeming. Ia t berprinsip tetap akan membantu masyarakat bawah yang dirugikan seperti petani penggarap di Desa Kalasei.

Kedatangan seorang Ronny, sepertinya telah membuat pemerintah setempat seolah-olah terusik dari zona (comfort zone) selama ini. Ronny Sompie, mengaku ia harus terus memperjuangkan keadilan di Sulut, karena dia mendapatkan informasi ada sindikat mafia tanah yang terus “bermain” di Sulawesi Utara yang dibekingi oknum-oknum.

*Nicolas karundeng* – (Wakil Pemred berita buana.co)