BERITABUANA.CO, JAKARTA – Hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat di di media sosial memiliki batas-batas yang harus dipatuhi. Batasan tersebut, yakni peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dosen Untag Surabaya Bambang Kusbandrijo menjelaskan, kebebasan individu tidak mutlak, karena berhadapan dengan kekebasan orang lain.
“Berhadapan dengan negara (hukum), berhadapan dengan norma agama, dan berhadapan dengan norma Social-budaya,” kata Bambang dalam diskusi #MakinCakapDigital Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk “Paham Batasan Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital” pada Jumat (15/10/22).
Bambang berpesan agar masyarakat harus selalu menyadari bahwa di ruang digital kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain. Bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya.
“Di Ruang Digital kita menghadirkan diri kita sepenuhnya. Ruang digital merupakan ruang branding diri- citra diri,” kata Bambang.
Direktur Langgar.co Irfan Afifi mengingatkan, setiap kebebasan, baik yang offline maupun online, punya tanggung Jawab.
“Setiap kebebasan tidak boleh melanggar, mengurangi, mencederai hak dan perasaan orang lain. Setiap Kebebasan berbicara, berekspresi, dan menyampaikan informasi di ruang lain harus menakar prinsip hak dan
tanggung jawab,” tegas Irfan.
Bagi Irfan, budaya bangsa Indonesia telah mewariskan nilai-nilai baik yang bisa digunakan untuk diterapkan di ruang digital.
Bangsa Indonesia dikenal bangsa yang ramah dan toleran, dikenal juga orang yang suka bertepa-selira, suka bermusyawarah tidak menang-menangani. Dan, menyukai kerukunan dan keguyuban (persatuan), serta mewarisi nilai-nilai luhur untuk memanusiakan orang lain.
“Tanggung jawab kita dalam kebebasan berekspresi, tidak menyebarkan hate speech, tidak menyebar hoaks, tidak menyerang orang lain, menjaga privasi, bertutur kata sopan, timbang sebelum share, komentar, menulis, dan mengupload konten,” kata Irfan mengingatkan.
Sementara itu, Magister Ilmu Komunikasi UGM Sarjoko menyampaikan, berdasarkan data Kemenkominfo menyebutkan bahwa ada sekitar 800.000 situs di Indonesia
yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu (2017). Untuk itu, perlu adanya gerakan kesadaran melawan hoaks pada semua elemen bangsa. Salah satunya melakukan kampanye positif bersama.
“Fokusnya pada citra baik objek kampanye, demi meningkatnya citra baik pada objek yang dikampanyekan,” kata Sarjoko. (Kds)
Catatan:
Informasi lebih lanjut dan acara literasi digital GNLD Siberkreasi dan #MakinCakapDigital lainnya, dapat mengunjungi info.literasidigital.id dan mengikuti @siberkreasi di sosial media.





