Supaya Parlemen Modern Tak Sekedar Isapan Jempol

by
Gedung Parlemen RI. (Foto: Pemberitaan DPR)

Oleh: Andoes Simbolon

Di USIA nya ke 77 ini, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ( DPR RI) bisa dikatakan banyak mengalami kemajuan. Dari tahun ke tahun, sarana dan prasarana sebagai penunjang dalam menjalankan tugas-tugasnya semakin baik dan bagus. Sekedar contoh, ruangan kerja Anggota DPR di Gedung Nusantara I, setiap anggota menempati sebuah ruangan berhawa sejuk dan nyaman. Meski ukurannya tidak begitu luas, mereka terlihat senang berada di ruangan masing-masing Interiornya didesain sedemikian rupa ditambah furniture yang kekinian, baik furniture utamanya, furniture tambahan hingga furniture artivisialnya, membuat suasana ceria. Semua tergantung ‘selera’ anggota yang bersangkutan, tinggal membuat desainnya untuk dikerjakan pihak kontraktor partner Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI.

Tatanan perabot seperti hiasan di ruangan kerja Anggota DPR RI menambah keindahan dan kenyamanan mereka saat istirahat atau pun saat menerima tamu maupun sedang mempersiapkan diri sebelum mengikuti rapat kerja di komisi. Lebih penting lagi, komputer, mesin fotocopy dan printer mini tersedia di masing-masing ruangan kerja anggota. Benda tersebut memudahkan Anggota DPR RI dalam menjalankan tugasnya.

Tidak jauh berbeda, ruangan rapat setiap alat kelengkapan dewan, mulai dari komisi dan badan-badan yang terletak di Nusantara I, Nusantara II dan Gedung Nusantara (gedung bulat) sudah semakin bagus. Bangku untuk pimpinan dan anggota beberapa kali diganti demi kenyamanan saat rapat berlangsung.
Mikrofon di atas meja pun berkualitas bagus, sehingga ketika anggota menyampaikan pendapat dan bertanya, suara mereka bisa terdengar dengan jernih. Hampir semua ruangan rapat komisi sudah dilengkapi dengan layar lebar, yang berfungsi saat rapat berlangsung secara hybird. Layar lebar juga digunakan untuk menampilkan kesimpulan setiap rapat.

Dari sisi keamanan, anggota DPR tidak perlu kuatir akan kehilangan barang atau benda berharga, karena setiap lantai di Nusantara I sudah di jaga oleh petugas keamanan dalam (Pamdal). Begitu juga di AKD, rapat-rapat kerja komisi dijaga oleh petugas Pamdal. Mereka berjaga di depan pintu. Hanya anggota dan tamu peserta rapat saja yang diperbolehkan masuk.

Perbaikan sarana dan prasarana seperti disebut diatas memang sudah dimulai sejak DPR RI periode 2009 – 2014 hingga periode 2014-2019 dan diteruskan hingga periode 2019-2024. Patut juga dicatat, setiap Anggota DPR RI dibantu oleh sejumlah staf dan tenaga ahli. Tentu saja ketersediaan sarana dan prasarana serta dukungan staf ditambah tenaga ahli tadi untuk menguatkan kerja dan kinerja Anggota DPR RI. Tidak hanya anggota, setiap komisi dan badan-badan yang ada pun sudah didukung oleh tenaga-tenaga ahli yang mumpuni dengan latar belakang akademis strata 2 (S2).

Keadaan tersebut berbeda dengan keadaan yang dirasakan oleh anggota DPR RI di masa era orde baru. Misalnya DPR RI hasil pemilu 1992 atau 1997. Sebut saja soal ruangan kerja, pada periode itu, satu ruangan di isi 4 atau 5 anggota DPR RI. Semuanya masih berkantor di Gedung Nusantara III sekarang. Selain itu, ruangan kerja mereka hanya di layani oleh 1 orang staf dari PNS. Bayangkan saja, sudah pasti mereka terasa sempit di ruangan yang mereka tempati, apalagi semua bahan dan berkas rapat disusun bertumpuk di meja masing-masing dan yang sifatnya rahasia dimasukkan dalam laci yang pakai kunci.

“Keadaannya sudah jauh berbeda, DPR periode sekarang banyak mengalami kemajuan, baik sarana maupun prasarananya, serba keren lah keadaan nya,” kata Santoso, pensiunan PNS yang pernah bekerja sebagai staf Fraksi PDI di lantai 9 Gedung Nusantara I.

Seperti diketahui, ada 3 (tiga) fungsi utama dari lembaga DPR RI yaitu, fungsi Legislasi, Budget dan fungsi Pengawasan. Dalam menjalankan fungsi pokok tersebut, Anggota DPR RI juga memiliki hak dan sejumlah kewenangan yang telah diatur pelaksanaannya.

Tantangan yang dihadapi oleh DPR RI dalam menjalankan fungsinya dimasa kini dan masa mendatang memang semakin berat. Tuntutan masyarakat di era demokratisasi dewasa ini semakin tinggi, karena masyarakat semakin rasional dan kritis ditambah ingin serba cepat. Keadaan demikian membuat DPR RI untuk bekerja menjalankan fungsi sebaik-baiknya. DPR RI mau tidak mau harus adaptif, responsif dan solutif atas dinamika yang terjadi di masyarakat.

Ketika DPR RI dipimpin Bambang Soesatyo, gagasan menjadikan DPR sebagai parlemen modern mengemuka. Konsep parlemen modern yang juga disebut Bambang sebagai “DPR zaman Now” ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi DPR yang harus diwujudkan dalam prakteknya. Seperti apa sih konsep parlemen modern itu ?

Konsep Parlemen Modern

Soal konsep parlemen modern ini bisa ditemukan dalam Road Map Reformasi Birokrasi Setjen dan Badan Keahlian DPR RI 2015-2019. Disitu disebutkan. bahwa parlemen modern itu adalah menerapkan transparansi, teknologi informasi dan representasi. Transparansi berarti mudah diakses informasi berkaitan kegiatan semua Alat Kelengkapan Dewan (AKD), kemudian. Ieknologi informasi tentang penggunaan teknologi informasi untuk membuka akses bagi masyarakat memperoleh informasi melalui website dan media sosial (medsos), serta yang dimaksud Representasi, bahwa lembaga perwakilan rakyat yang memperjuangkan aspirasi rakyat.

Jadi, syaratnya ada tiga yang harus terpenuhi jika DPR RI ingin menuju parlemen modern. Meski hanya berdasarkan tiga kriteria tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar mengatakan konsep parlemen modern diperlukan untuk menjawab tantangan zaman yang semakin maju dan berbasis teknologi.

Secara khusus, Indra menyatakan hal tersebut pada sidang terbuka promosi doktoralnya di Sekolah Bisnis IPB. Indra menambahkan lagi, parlemen modern ditandai dengan keterbukaan, teknologi informasi dan representasi. Hal ini dia sebut suatu keniscayaan dengan SDM yang unggul berbasiskan teknologi informasi terkini sebagai sistem organisasi pendukung yang efektif, profesional, modern, dan mandiri.

Sebagai organisasi, kata Indra, Sekretariat DPR dihadapkan pada lingkungan yang memiliki karakteristik VUCA, yakni Volatility (perubahan yang cepat), Uncertainty (tidak menentu), Complexity (sangat beragam), Ambiguity (tidak jelas).

Jadi menurut Indra perubahan yang cepat dikarenakan teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat saat teknologi digital mulai digunakan.
“Pada era seperti ini maka kita akan mengalami kelimpahan (abundance) pada organisasi, SDM, dan teknologi. Pada kondisi ini keberadaan parlemen modern sebagai resolusi DPR RI tahun 2019 sudah menjadi kebutuhan DPR,” katanya.

Sama halnya dengan parlemen di negara lainnya, DPR RI disebutnya menghadapi tantangan yang sama, akibat dampak globalisasi serta tuntutan masyarakat terhadap informasi.

Indra menegaskan, Setjen sebagai sistem pendukung utama DPR RI berada di bawah eksekutif dan pimpinan DPR RI sebagai lembaga politik, menjadi aktor kunci dalam mewujudkan parlemen modern didukung dengan keleluasaan dalam hal regulasi sebagai kebutuhan agar andal dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Dalam Peraturan Tata Tertib DPR memang ada pasal yang mengatur soal peranan Setjen DPR RI, yang mengatakan, Setjen DPR RI mempunyai tugas mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas DPR RI di bidang persidangan, administrasi dan keahlian. Jadi, soal mewujudkan konsep parlemen modern ini memang menjadi tanggung jawab dari Setjen dan Badan Keahlian DPR RI.

Dalam struktur organisasi Setjen DPR RI dibentuk unit-unit kerja untuk mendukung dan mewujudkan parlemen modern tadi, seperti Biro Pemberitaan Parlemen, ada bidang tata kelola teknologi informasi, ada bidang sistem informasi dan infrastruktur teknologi informasi, kemudian ada bagian media cetak dan media sosial, ada bagian TV dan Radio Parlemen, Bagian Penerbitan , Bagian Humas dan Bagian Pengaduan Masyarakat.

Unit-unit kerja seperti diatas dibentuk tidak lain untuk mewujudkan lembaga DPR RI sebagai parlemen modern. Masyarakat sejak beberapa tahun ini sudah bisa mengetahui sepak terjang dari DPR RI dan kegiatan Anggota DPR RI pada masa sidang maupun pada saat reses, karena Biro Pemberitaan Parlemen dan jajarannya selalu melakukan tugasnya dengan baik.

Catatan Kritis FORMAPPI

Meski demikian, Forum Masyarakat Perduli Parlemen atau FORMAPPI masih memberi catatan kritisnya atas pelaksanaan kegiatan kerja DPR RI. Saat merilis Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang V tahun Sidang 2021 – 2022 belum lama ini, FORMAPPI memberi contoh terkait pengesahan RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Lembaga tersebut mengaku tidak mengapresiasi pengesahannya, karena dilakukan melalui proses yang tidak cukup partisipatif. Pada hal menurut FORMAPPI ada pro kontra mengenai mekanisme omnibus dan bagaimana hubungannya dengan revisi UU Cipta Kerja yang masih menggantung. Tetapi tiba-tiba saja DPR RI dan pemerintah meninggalkan kontroversi yang ada dengan mengesahkan revisi UU PPP di pekan pertama Masa Sidang V.

Contoh lain adalah pembahasan Pagu Indikatif pada saat DPR membahas RAPBN tahun 2023. Pembahasan yang dilakukan komisi-komisi bersama mitra kerja masing-masing disebut FORMAPPI secara tertutup, ditambah terlihat lamban. Ada kecenderungan DPR RI disebut FORMAPPI menutup diri dari publik, misalnya proses pembahasan anggaran yang tertutup.Jika tertutup berpotensi menjadi lahan subur bagi tumbuhnya praktik korupsi anggaran negara. FORMAPPI mencatat pada Masa Sidang V yang lalu, sejumlah komisi dan badan melakukan rapat secara tertutup.

Peneliti senior FORMAPPI Lucius Karus pesimis konsep parlemen modern bisa diwujudkan. Dalam hal kinerja legislasi DPR misalnya, Lucius berpendapat masih buruk dari waktu ke waktu. “Kinerja buruk itu berbanding terbalik dengan mimpi DPR membangun parlemen modern,” kata Lucius dalam keterangannya.

Bahan menurut dia, modern yang dimaksudkan DPR RI hanya terkait dengan perbaikan fasilitas, tanpa upaya untuk merubah dari sisi kualitas. Pada hal menurut dia, modern mengandalkan kemajuan untuk peningkatan kinerja. Tetapi kalau fasilitas semakin modern tanpa perubahan kinerja, maka disebutnya percuma saja istilah parlemen modern. “Begitu juga soal partisipasi dalam proses pembuatan legislasi. Mestinya dengan konsep parlemen modern, partisipasi tak lagi sulit jika mengandalkan kemajuan untuk membuka ruang yang seluas-luasnya bagi publik terlibat dalam proses pembuatan kebijakan di parlemen,” imbuh Lucius Karus.

Tidak jauh berbeda, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan, mewujudkan DPR RI sebagai parlemen modern sederhana saja, yaitu adanya keseimbangan antara kualitas dan kuantitas, atau keduanya harus beriringan serta transparan. “Selama mereka umpet-umpetan , tidak transparan dalam hal menjalankan fungsi-fungsinya, maka belum tepat disebut sebagai parlemen modern” katanya secara terpisah.

Karena itu tidak berlebihan jika disebutkan perlunya politica will dari semua pihak di DPR RI untuk mewujudkan parlemen modern tersebut. ***