Klitih (Genk Motor) dan Jam Malam Bagi Muda Mudi di Kota Yogyakarta 

by
Brigjen Pol. Andry Wibowo. (Foto: Ist)

BEBERAPA waktu yang lalu Yogya disemarakkan dengan berita tentang klitih , suatu fenomena gangguan sosial berdimensi keamanan dan keselamatan publik. Sebagai polisi aktif dan memiliki pengalaman menghadapi fenomena yang sama di Jakarta Timur , saya memberikan pandangan tentang klitih , akar persoalan dan solusinya dalam suatu tulisan yang saya beri judul “ KLITIH PERSOALAN KITA SEMUA”.

Dalam tulisan tersebut saya sampaikan bahwa Klitih sendiri bukan fenomena baru di DIY , konon fenomena gangguan keamanan dan keselamatan publik yang telah berlangsung menahun bahkan lintas generasi.

Modus Operandinya adalah segerombolan remaja yang mengendarai motor mirip dengan genk genk motor di jakarta berkeliling kota secara bergerombol yang kemudian melakukan aksi aksi vandalisme sampai dengan aksi aksi kekerasan fisik dengan menggunakan senjata yang menimbulkan korban luka atau mati dan kerugian material maupun imaterial berupa ketakutan terhadap klitih ( fear of klitih )

Fenomena klitih seperti ini sebenarnya adalah fenomena yang terjadi di banyak kota di dunia termasuk beberapa kota di Indonesia seperti Jakarta yang disebut dengan genk motor.

Fenomena klitih dan perilaku kolektif menyimpang merupakan produk peniruan yang bersifat lintas ruang, waktu dan generasi dari zaman ke zaman khususnya di kalangan remaja , meskipun di beberapa belahan dunia fenomena gerombolan bermotor seperti ini dilakukan oleh orang dewasa yang tentunya memiliki motivasi yang berbeda .

Jika fenomena genk motor di beberapa kota besar dunia berkaitan dengan kejahatan terorganisasi , sebaliknya fenomena klitih yang dilakukan oleh remaja adalah fenomena kenakalan ( youth deliquence ) yang cenderung bersifat temporer , tujuannya bersenang senang , pencarian jati diri , meskipun juga perilaku kekerasan fisik dsn psikis telah menimbulkan kerugian terhadap jiwa, harta dan psikis publik.

Jika dianalogikan klitih ini seperti genk genk motor di Jakarta yang juga meresahkan publik dan aktor keamanan di sana , maka fenomena klitik bisa terjadi karena adanya persoalan tidak saja di dalam masyarakat tetapi juga di dalam sistem pemerintahan dan keamanan.

Di dalam masyarakat kota , individualisme
telah menyebabkan kepedulian keluarga ( family ) dan tetangga ( neighboorhood ) umumnya hilang.Dari pengalaman yang ada selaku kepala Kepolsian Resort Jakarta Timur , fenomena genk motor di sana yang mirip dengan klitih di Yogya adalah adanya anak anak remaja yang berkeliaran secara berkelompok di malam hari yang dibiarkan dan tanpa kontrol oleh siapa pun mulai dari keluarga, rukun tetangga atau warga , sampai dengan level yang lebih luas publik.

Genk motor atau klitih pada kenyataannya bukan sekedar anak anak remaja yang berkeliaran secara berkelompok tetapi rata rata mereka adalah kelompok remaja yang telah dipengaruhi oleh sub kultur kekerasan sehingga umumnya mereka membawa senjata tajam , rantai kendaraan yang telah dimodifikasi sebagai alat kekerasan yang kesemuanya digunakan untuk menyerang remaja lainnya atau kelompok genk remaja lainnya.

Di sisi lainnya , keberadaan klitih atau genk motor tersebut selalu beroperasi di malam hari ketika kota dalam keadaan sepi , jalanan kosong termasuk juga jumlah aparat pemerintah dan keamanan yang terbatas. Kumulasi dari kondisi ini maka umumnya klitih atau genk motor leluasa melakukan aksinya tanpa kontrol yang efektif dan efisien dari masyarakat maupun aparat.

Dari pengalaman yang ada sebagai kepala Kepolisian Resort Jakarta Timur tahun 2017 ada 2 strategi operasional yang di lakukan dalam merespons fenomena klitih atau genk motor yaitu memperkuat neighboorhood and comunities security system ( NCSS ) berupa Siskamling serta memperkuat satuan operasional kepolisian di malam hari dengan membentuk satu kompi patroli roda dua yang dilatih dan ditugaskan khusus pada malam hari yang saat itu kami sebut dengan “ Unit patroli dengan nama sandi RAJAWALI “ yang merupakan analogi dari merawat , menjaga mengawal serta melindungi lingkungan publik dari ancaman genk motor yang di Yogya disebut klitih.

Tugas pokok mereka adalah mengendalikan kegiatan yang rawan terjadinya kriminalitas yang dilakukan oleh remaja di malam hari melalui metode patroli motor roda 2 secara pleton ( 30 R 2 ) atau kompi ( 60 R 2 ) yang dilakukan secara rutin antara pukul 23.00 Wib sd pukul 05.00 Wib.

Kombinasi penguatan kontrol di lingkungan sosial mulai dari keluarga , rukun tetangga sampai dengan masyarakat kota dengan penguatan satuan patroli bermotor roda 2 yang aktif melakukan operasional pada malam hari berdampak signifikan terhadap menurunnya peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh genk motor atau klitih di wilayah administrasi Jakarta Timur sampai dengan saat ini.

Point Of Concern dalam tulisan ini adalah fenomena klitih atau genk motor yang dilakukan anak anak remaja kita adalah suatu symtom yang banyak terjadi di banyak kota di Indonesia maupun dunia .

Sebagai Wake Up Call bagi kita bahwa individualisme telah melahirkan apatisme sosial yang di indikasikan dengan melemahnya sistem kontrol publik ( keluarga dan komunitas ) baik dilakukan oleh masyarakat maupun aparat .

Hal ini membutuhkan evaluasi dan respons secara integral dan sistematis baik struktural maupun sosial melalui pendekatan yang komprehensive di dalam tataran kebijakan, strategi dan operasional .

Evaluasi dan respons yang efektif diharapkan tidak saja sebagai jawaban untuk menghilangkan klitih atau genk motor tetapi juga mencegah anak anak kita usia remaja menjadi bagian dari siklus kriminalitas baik sebagai korban maupun pelaku dalam berbagai bentuk fenomena perubahan sosial pada era post modern yang telah banyak merubah sendi sendi dan nilai nilai tradisional masyarakat yang pernah ada.

Penerapan jam malam untuk anak anak remaja dengan membatasi mobilisasi mereka pada malam hari tidak saja untuk mencegah mereka menjadi pelaku dan korban kejahatan tetapi juga lebih jauh mengembalikan mereka pada normalitas kehidupan yang seharusnya dilakukan di mana malam hari diupayakan sebagai ruang bersama keluarga untuk menjalankan aktifitas positif di dalam keluarga yang mana pada masa sekarang ruang dan waktu untuk keluarga sangat mahal akibat tingginya aktifitas di ruang publik yang tidak saja dilakukan oleh orang tua tetapi juga kaum muda dan anak anak.

Apa yang dikakukan oleh Walikota Yogyakarta SUMADI untuk menerapkan jam malam bagi anak – anak seharusnya menjadi inspirasi bagi kota dan kabupaten di seluruh Indonesia untuk melakukan hal yang sama.

Tentunya response pemerintah Kota Yogyakarta dalam menjawab tantangan persoalan kota harus mampu dilaksanakan sepenuhnya dan didukung oleh semua pihak dan hemat saya kebijakan pengendalian terhadap anak usia muda juga harus diperluas termasuk di ruang sekolah dan ruang sosial lainnya karena mereka juga menjadi sasaran dan objek kegiatan kriminogenik lainnya yang membahayakan eksistensi negara dan bangsa seperti objek penyebaran radikalisme , separatisme , liberalisme maupun narkotika.

Mengingat mereka tidak saja aset keluarga tetapi aset bangsa dan negara, upaya yang terstruktur , sistematis dan massive untuk mengendalikan aktifitas mereka adalah upaya kita untuk memastikan generasi mendatang adalah generasi yang memiliki budaya hidup yang positif yang tidak saja akan memberikan manfaat pada pribadi anak , keluarga tetapi juga masyarakat , bangsa dan negara.

Yogyakarta Juni 2022

*DR. Andry Wibowo Sik, Msi* –  (Doktor Ilmu Kepolisian Bidang Konflik Identitas, Mantan Anggota Pasukan Perdamaian PBB di Bosnia Herzegovina)