DPR RI Sorot Dugaan Kriminalisasi Perempuan Ni Luh Widiani

by
Anggota Komisi III DPR RI dari F-Demokrat Hinca Panjaitan. (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Hinca IP Pandjaitan menyorot kasus dugaan kriminalisasi terhadap seorang ibu asal Buleleng, Bali, Ni Luh Widiani. Menurut Hinca, Widiani harus mendapatkan keadilan.

Diketahui, Widiani terus berupaya mencari keadilan atas kasus dugaan kriminalisasi yang menimpanya. Widiani memperjuangkan haknya, sepeninggal almarhum suaminya Eddy Susila Suryadi.

Menjelang hari bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Kerobokan, Denpasar, pada pertengahan Maret 2022, Widiani kembali diadili dengan laporan polisi yang sama. Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Widiani pidana penjara 4,5 tahun penjara.

“Rasa keadilan tidak boleh mengambang dan tak boleh ditunda, hanya degan mengulangi dan mencari celah baru. Rasa keadilan harua menyentuh garis finis; dan selanjutnya mendapatkan pialanya. Jangan dianulir dengan membuat kasus baru. Selain tak elok juga tak adil,”kata Hinca kepada wartawan, Selasa (26/4/2022).

Diberitakan, Widiani dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan Nomor: LP/B/0574/X/2020/Bareskrim tanggal 9 Oktober 2020 atas dugaan pemalsuan dokumen kependudukan. Widiani diputus bersalah dengan pidana penjara selama 14 bulan penjara.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada 3 Mei 2021, mengabulkan gugatan penggugat, yakni keluarga almarhum Eddy. Akta perkawinan Widiani dan Eddy, termasuk akta kelahiran Jovanka -anak Widiani dan Eddy- yang terbit pada 5 Februari 2015, dinyatakan batal demi hukum, tidak sah, dan tidak berkekuatan hukum mengikat.

Kini, Widiani akan menghadapi vonis atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat, menggunakan dokumen administrasi kependudukan (adminduk) yang tidak sah, yakni akta perkawinan dalam RUPS PT Jayakarta Balindo. Hinca pun menyampaikan harapannya menjelang vonis Ni Luh Widiani.

“Hati nurani majelis yang memeriksa dan mengadili perkara ini sudah seharusnya memutus dengan rasa keadilan yang utuh. Itulah perasaan keadilan publik, yang juga disuarakan oleh suara kaum perempuan,”serunya.

“Kita berharap putusannya berpihak pada rasa keadilan masyarakat, masyarakat perempuan saat barusan diperingati Hari Kartini,”tambah Hinca.

Pada kasus pertama, Widiani melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA), setelah pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bali menguatkan putusan PN Denpasar. Hakim tingkat kasasi menganulir dua putusan tersebut.

Sementara itu, ahli pidana Mompang L Pangabean menyatakan, majelis hakim PN Denpasar yang tengah menyidangkan Widiani, harus menolak perkara tersebut. Mompang mengatakan sesuai dengan due process of law, perlindungan hak individu setiap warga negara untuk diproses sesuai prosedur melalui peradilan.

Menurut Mompang, seseorang hanya boleh disidangkan sesuai dengan laporan yang dibuat di kepolisian. “Laporan polisi menjadi dasar bagi penuntut umum untuk membuat dakwaan,” kata Mompang yang dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan.

Dikatakan, apabila terjadi pemeriksaan di sidang pengadilan yang tidak memiliki landasan berupa laporan polisi dan dakwaan secara akurat sesuai dengan syarat formil dan syarat materiil, maka hal itu merupakan pengingkaran terhadap due process of law.

Lebih lanjut, Mompang mengatakan dalam laporan polisi, di mana perkaranya sudah diputus, tidak disebutkan adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dalam berita acara RUPS. “Tidak bisa sebuah laporan polisi diperluas untuk dugaan tindak pidana yang lain,” tegas Mompang Pangabean.

Kuasa hukum Ni Luh Widiani berharap Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri memperhatikan kasus dugaan kriminalisasi terhadap kliennya. Sebab, satu laporan polisi disebut tidak mungkin bisa diterapkan untuk dua objek yang berbeda.

Dalam putusan kasasi 24 maret 2022, Hakim Agung Ibrahim, Muh Yunus Wahab, dan Zahrul Rabain dalam amar putusan menyatakan mengabulkan permohoanan kasasi dari Ni Luh Widiani. Putusan kasasi MA ini telah disampaikan dalam perkara pidana dengan nomor laporan polisi sama yang saat ini dalam proses persidangan.

Putusan kasasi ini dinilai secara tidak langsung membuktikan bahwa putusan PN Denpasar dalam putusan perdata dan pidana sebelumnya, telah mendzalimi Ni Luh Widiani dengan mengabaikan rasa keadilan dan memihak pelapor dan penggugat.

Dikabulkannya kasasi yang diajukan ibu Ni Luh Widiani disebut juga membuktikan dugaan tindak pidana menggunakan dokumen adminduk yang tidak sah, yakni akta perkawinan dalam RUPS PT Jayakarta Balindo yang saat ini dalam proses sidang, tidak terbukti. Ini juga berarti perkawinan ibu Ni Luh Widiani dan almarhum Eddy Susila Suryadi adalah sah. (Jal)