Mengubah Perayaan Hari Kartini Secara Fundamental

by
kanti_copy_300x400
Kanti W Janis. (Foto: Ist)

Oleh: Kanti W. Janis, S.H., LL.M.*

R.A. KARTINI mungkin adalah salah seorang pahlawan pra-kemerdekaan yang paling dikenal di Indonesia. Tidak ada Hari peringatan dr. Sutomo, Hari Ki Hadjar Dewantara, Hari Sudirman, tetapi ada Hari Kartini, bahkan sebuah lagu wajib khusus diciptakan untuknya.

Ia dipuja sedemikian rupa. Masyarakat merayakan hari kelahirannya setiap tahun dengan parade lomba busana daerah dan lomba masak di sekolah. Sementara pusat perbelanjaan serentak menawarkan potongan harga untuk produk kecantikan dan mode.

Hingga akhirnya sedikit sekali orang mengerti nilai-nilai perjuangan emansipasi Kartini yang sebenarnya. Kartini malah diidentikkan dengan kebaya dan sanggulnya, bukan pemikiran serta perjuangannya dalam membebaskan bangsanya dari penindasan.

Kartini berkebaya, berkain dan bersanggul karena memang itulah mode di Jawa Tengah pada akhir abad ke-19, bukan karena kesengajaan untuk tampil beda.Semua perempuan Jawa di masa itu berbusana serupa dirinya. Sehingga Kartini tidak perlu diidentikkan dengan pakaiannya, seharusnya Kartini identik dengan buku, menulis, diplomasi dan pendidikan.

Perayaan simbolik tanpa makna secara terus-menerus diafirmasi berbagai lembaga pendidikan, bahkan pemerintah, semakin meninggalkan nilai-nilai perjuangan Kartini yang masih jauh dari selesai. Seperti usaha Kartini menentang perkawinan dini, kawin paksa, juga poligami, yang ironisnya tetap dialami oleh dirinya. Seperti juga hingga hari ini, sebagaimana diberitakan oleh koran Kompas (18 April 2021), situasi perkawinan anak masih terjadi, dan memburuk selama pandemi.

Kemudian, selain usahanya menggugat hak perempuan dalam perkawinan, Kartini adalah seorang pejuang kemerdekaan melalui jalur diplomatis. Jelas ia telah melemparkan tuntutan-tuntutan politis, melalui tulisan-tulisan tajamnya. Ia mengirimkan nota kepada Pemerintah Kolonial, yang ditujukan kepada penasehat hukum kementrian pada tahun 1903. Nota Kartini berjudul ”Berilah Pendidikan Kepada Bangsa Jawa”, memuat berbagai hal termasuk kritik terhadap kebijakan, prilaku Pejabat dan Pemerintah Kolonial dalam bidang kesehatan, budaya, dan pendidikan.

Pemikiran dan perjuangan Kartini harus dirayakan, dipahami, disebarluaskan dan dilanjutkan.

Agar nilai perjuangan Kartini tidak semakin bias, harus ada perayaan kolektif lain yang lebih fundamental dalam memperingati hari kelahirannya. Jangan sampai perayaan Hari Kartini malah menghina nilai-nilai yang diperjuangkannya hingga akhir hayat. ***

* Penulis adalah Ketua Presidium Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI), Dan Pendiri Perpustakaan dan Ruang Temu Baca di Tebet