Jika Amandemen Tujuannya Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Penghianatan Terhadap Reformasi

by
Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago, M.IP. (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, jika perubahan (amandemen) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 bertujuan untuk perpajangan masa jabatan presiden adalah penghianatan terhadap Reformasi yang telah diperjuangkan para mahasiswa seluruh Indonesia, tahun 1998. Bahkan dirinya mengancam akan melalukan demo apabila masa jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode.

“Saya akan demo kalau hal itu sampai terjadi,” tegas Pangi berbicara dalam diskusi Empat Pilar MPR bertema “Evaluasi Pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945 dalam Mencapai Cita-cita Bangsa” di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (6/9/2021).

Pangi mengatakan untuk saat ini dirinya tidak setuju dengan amandemen yang dikatakan terbatas yaitu hanya soal Pokok-pokok Haluan Negara (pphn) saja. Sebab menurutnya, tidak ada jaminan amandemen itu nantinya akan melebar kemana-mana.

“Sebagaimana periode sebelumya, begitu ada amandemen soal masa jabatan presiden akhirnya melebar ke yang lainnya. Hingga akhirnya terjadi amandemen sampai empat kali,” sebut dia.

Karena menurut Pangi, memang harus diwaspadai soal wacana memperpanjang masa jabatan presiden. Apalagi pengalaman sebelumnya, seperti UU Omnibus law yang tadinya dibilang halusinasi akhirnya jadi juga diundangkan. Hal yang sama juga UU minerba.

“Selama ini kan banyak yang goal juga undang-undang itu diam-diam, itu yang saya khawatirkan,” katanya. 

Soal masa jabatan presiden ini, juga kalau elemen masyarakat seperti LSM, pengamat politik, akademisi membiarkan, bukan tidak mungkin akan menjadi kenyataan. 

”Yang saya khawatirkan lagi, tidak hanya menambahkan masa jabatan presiden juga gratifikasi konstitusional ini ngeri-ngeri juga, gratifikasi konstitusional,” cetusnya. 

Yang dimaksud gratifikasi konstitusional adalah menunda pemilu dengan alasan pandemi yang belum jelas kapan berakhirnya. Bisa jadi, lanjutnya, amandemen gagal dan  muncul opsi kedua, yaitu menunda pemilu dari 2024 ke 2027 dengan alasan selain masih pandemi Covid-19 juga biaya pemilu mahal. Negara tidak punya uang untuk menyelenggarakan pemilu. 

‘Akhirnya muncul suara lebih baik anggaran dialihkan ke pandemi dahulu, kemudian 2024 ini pandemi belum selesai, maka pemilu ditunda ke 2027. Kalau ini kemudian disetujui DPR, DPD dan Presiden juga menyetujui akhirnya gol juga skenario itu. Inilah gratifikasi Presidennya setuju, DPR dan DPD nya juga setuju, kan asik, tinggal 2027 kita dipilih lagi, ini ga bisa pemilu 2024,” bebernya. 

Jadi, kata Pangi, kalau gratifikasi konstitusional terjadi itu akan sangat berbahaya. Itu persekongkolan, relasi antara eksekutif dengan legislatif, menurutnya agak mengkhawatirkan juga.

“Jadi tidak perlu dibuka kotak pandora (amandemen). Meski sudah dikatakan terbatas bakal melebar kemana mana karena tidak ada jaminan tidak melebar,” pungkasnya. (Jimmy)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.