Kejagung Digugat atas Penyitaan Hotel di Sukoharjo dan Yogyakarta

by
by

BERITABUANA. CO, JAKARTA
Merasa tidak terkait kasus korupsi di PT Asabri dan Jiwasraya, pemilik hotel di Sukoharjo dan Yogyakarta menggugat Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pasalnya, Kejagung menyita kedua hotel yang dikaitkan dengan penyidikan kasus tersebut.

Gugatan sidang praperadilan yang berlangsung di PN Jakarta Selatan itu dipimpin oleh hakim tunggal Akhmad Sahyuti dan didampingi Panitera M Hoesna, Jumat (2/7/2021).

Namun hanya beberapa saat hakim mengetok palu membuka sidang, tak lama berselang hakim kemudian menunda sidang karena pihak termohon yakni Kejagung tidak bisa hadir. Sehingga hakim menundanya untuk dilanjutkan pada Senin (12/7/2021) mendatang.

Dalam gugatan praperadilan yang terdaftar dengan Nomor 66/ Pid.Prap / 2021/PN.Jkt.Sel pada tanggal 14 Juni 2021, kuasa hukum pemohon, Fajar Gora mengatakan, hakim sempat bertanya apakah pemohon menjadi terdakwa dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya atau tersangka dalam kasus PT Asabri.

“Tidak (tersangkut perkara), makanya kami menggunggat penyitaan tersebut,” ujar Fajar Gora, usai persidangan.

Dijelaskan Fajar Gora, aset-aset milik kliennya yang disita berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Terkait penyitaan aset tersebut, Gora mengatakan, aset yang disita adalah satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 1286 seluas 462 meter persegi yang tertelak di Desa Gedangan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah dengan pemegang hak atas nama PT Graha Solo Dlopo.

“Di situ berdiri Hotel Brothers Inn. Ikut juga disita lima sertifikat lain di lokasi yang sama,” kata Fajar Gora.

Adapun lima sertifikat itu adalah satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1287 seluas 176 meter persegi, satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1294 seluas 90 meter persegi, satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1296 seluas 90 meter persegi, satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1297 seluas 108 meter persegi, dan satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1298 seluas 144 meter persegi yang kesemuanya atas nama PT Graha Solo Dlopo.

Selain itu, yang turut disita adalah satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai Sertifikat Hak Milik No. 8893, seluas 488 meter persegi yang terletak di Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pemegang hak atas nama Jimmy Tjokrosaputro.

Gora menyebut bahwa penyidik Kejaksaan Agung telah menyalahgunakan wewenang dalam penyitaan aset-aset milik kliennya, Jimmy Tjokrosaputro berupa tanah dan bangunan hotel di Sukoharjo dan Yogyakarta itu.

“Di bidang tanah tempat berdiri hotel itu tidak terkait Benny Tjokrosaputro, juga tidak ada bukti kedua hotel itu digunakan untuk kejahatan perkara Asabri dan juga bukan hasil dugaan kejahatan terkait perkara Asabri yang saat ini disidik kejaksaan. Sebab kepemilikan Jimmy terhadap dua objek sitaan kejaksaan itu sudah di tangan Jimmy jauh sebelum terjadinya peristiwa pidana perkara Asabri (tempus delicti),” tegas Gora.

Menurut Gora, penyidik memang berwenang melakukan penyitaan dalam kegiatan penyidikan, namun tetap harus mengikuti rambu-rambu hukum yang diatur dalam Pasal 38, 39, 40, 41, 75, 128 dan 129 KUHAP.

“Ada kewajiban penyidik untuk memverifikasi aset sebelum dilakukan penyitaan. Apabila tidak ada kaitannya dengan perkara pidana yang disangkakan, maka akan dikembalikan kepada pemilik sahnya,” papar Gora.

Selain itu, sambung Gora, dalam melakukan penyitaan seharusnya penyidik mengikuti Peraturan Jaksa Agung yang mengharuskan penyidik ketika melakukan penyitaan melakukan dokumentasi melalui kamera video dan kemudian membuat
berita acara penyitaan.

“Dalam penyitaan kedua hotel itu penyidik tidak melakukan perekaman video dan tidak membuat berita acara penyitaan. Ini termasuk penyalahgunaan wewenang atau abuse of power,” tutup Gora.

Terkait perkara ini, selain kuasa hukum Jimmy Tjokrosaputro sebagai Pemohon III, Fajar Gora juga sekaligus kuasa hukum Kari Manyaru selaku Pemohon I dan Fransisco Budi Handoko, Pemohon II, selaku Direktur PT Graha Yogya Babarsari. Oisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *