BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pada Kamis, 6 Mei 2021 tepat 100 hari Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memimpin Institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri), sejak dilantik sebagai Kapolri pada Rabu 27 Januari 2021 lalu oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tentunya, kata Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO, Afandi Ismail lewat keterangan tertulisnya, Rabu (12/5/2021), begitu besar harapan masyarakat Indonesia terhadap kepemimpinan baru ditubuh Polri kala itu, sebab Polri sebagai salah satu institusi negara yang mengemban amanah dalam agenda penegakan hukum di Indonesia yang bersentuhan langsung dengan masyarakat sipil.
“Secara normatif 16 program yang ditawarkan oleh Kapolri kiranya memberikan harapan bagi seluruh rakyat Indonesia terhadap perbaikan fundamental dan konfrehensif ditubuh institusi Kepolisian di tengah maraknya sorotan terhadap institusi kepolisian dari tahun ke tahun,” ujarnya.
Ke 16 program yang ditawarkan tersebut adalah penataan kelembagaan, perubahan sistem dan metode organisasi, menjadikan SDM Polri yang unggul di Era Police 4.0, pemantapan kinerja pemeliharaan Kamtibmas, peningkatan kinerja penegakan hukum, pemantapan dukungan polri dalam penanganan Covid-19, Pemulihan Ekonomi Nasional.
Kemudian, menjamin keamanan program prioritas nasional, penguatan penanganan konflik sosial, peningkatan kualitas pelayanan publik Polri, mewujudkan pelayanan publik Polri yang terintegrasi, pemantapan komunikasi publik, pengawasan pimpinan terhadap setiap kegiatan, penguatan fungsi pengawasan, dan pengawasan oleh masyarakat pencari keadilan (public complait).
Semua program tersebut, lanjut Afandi, dibingkai dalam visi yaitu menjadi Polri yang Presisi yaitu: prediktif responsibiltas dan transparansi berkeadilan. Karena itu, ke 16 program tersebut perlu diapresiasi dan segera diwujudkan oleh Kapolri sebab perubahan mendasar di tubuh Polri harus segera dilakukan dan menjadi kebutuhan bagi Polri untuk menghadirkan institusi penegak hukum yang independen dan mengayomi masyarakat.
Namun demikian, menurut Afandi, untuk dapat mewujudkan apa yang telah diprogramkan oleh Kapolri tersebut, maka sekali lagi Polri harus benar-benar menjadi institusi yang independen dan bebas dari konflik politik kepentingan.
“Olehnya itu independensi Polri harus ditegakkan jika tidak maka menjadi Polri yang presisi yaitu prediktif responsibiltas dan transparansi berkeadilan sebagaimana yang disampaikan oleh Kapolri akan sulit terwujud,” sebut dia.
Diungkapkan Afandi beberapa pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan oleh Kapolri. Pertama, Reformasi di tubuh Polri untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Polri. Kedua, menciptakan independensi Polri dan profesionalitas kerja dengan pendekatan yang lebih humanis.
Ketiga, Polri yang dekat dengan ummat dan benar-benar mengayomi masyarakat. Keempat, komitmen dalam penegakan hukum dan HAM yang benar-benar adil, dimana hukum tidak boleh hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas.
“Termasuk komitmen Polri dalam pemberantasan tindak pidana Korupsi bersama institusi penegak hukum lainnya seperti KPK,” kata Afandi.
Kelima, internal Polri harus bebas praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Keenam, Polri harus netral bebas dari segala bentuk politik kepentingan kekuasaan.
“Sebab bila Polri tidak netral maka hukum akan dengan mudahnya dijadikan sebagai alat untuk memukul lawan-lawan politik kekuasaan,” ujarnya.
Ketujuh, Polri harus meneguhkan komitmennya sebagai pengayom masyarakat.
“Kasus penembakan terhadap 6 Laskar FPI adalah tanda bahwa keamanan bagi warga sipil masih menjadi persoalan mendasar, terutama bagi pihak yang dinilai kontra terhadap pemerintah atau penguasa,” katanya.
Kemudian, ketidakjelasan soal siapa pelaku dari penembakan 6 laskar FPI adalah parameter yg jelas bahwa masih lemahnya penegakan hukum di bangsa ini, demikian Ketua Umum HMI MPO. (Asim)
