Keterangan Terdakwa Rina dan Fikri Tak ‘Kompak’, Kebohongan Keduanya Terkuak

by
ISTIMEWA

BERITABUANA. CO, CIBINONG – Sidang lanjutan dengan keterangan saksi atas terdakwa Fikri Salim (FS) dan Rina Yuliana (RY) dalam kasus penggelapan dana miliaran rupiah milik PT. Jakarta Medica Center (JMC), di Pengadilan Negeri Cibinong, Senin (25/1/2021), mengungkap kebohongan kedua terdakwa.

Hal itu karena keterangan terdakwa FS yang menjadi saksi untuk terdakwa RY dan sebaliknya, terdakwa RY menjadi saksi untuk terdakwa FS. Saat keterangan tersebut dikonfrontasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada FS atau RY, kedua terdakwa berbeda pengakuannya.

“Saksi Rina, sejak kapan dan berapa kali Anda bertemu terdakwa Fikri,” tanya JPU dalam sSidang yang digelar di ruang Kusuma Atmadja PN Cibinong Kelas IA Kabupaten Bogor.

Rina menjawab sejak awal 2016 telah mengenal terdakwa Fikri Salim yang dikenalkan oleh almarhum Slamet Isnanto yang kala itu berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkot Bogor, Jawa Barat yang menjadi bos nya. Sejak itu ketemu lagi dengan Fikri sekitar dua atau tiga kali dalam urusan pengurusan izin.

“Lalu, saksi Rina pernah ke rumah di Sentul berapa kali?” Kejar JPU,

Rina menjawab lupa seingatnya satu atau dua kali.

JPU meningatkan Rina bahwa kesaksian beberapa orang menyebutkan dirinya sering ke rumah di Sentul dan menginap. Namun, Rina menyatakan pernah ke sana tapi tidak pernah menginap.

Namun, kesaksian Rina saat dikonfrontasi dengan terdakwa Fikri berbeda. Padahal Jaksa mengajukan pertanyaan yang sama dengan RY.

“Rina ke Sentul itu sudah lebih dari dua kali, beberapakali menginap, katanya lagi pusing ingin menginap di Sentul,” jawab Fikri.

Jaksa mengingatkan bahwa saksi Rina telah disumpah karena beberapa kali membantah keterangan saksi dan mengapa saat saksi tersebut memberi keterangan tidak dibantahnya.

Hal ini membuat jaksa Anita kesal lantaran dinilai berbelit-belit dan memberi keterangan palsu dalam perkara tersebut.

Jawaban tidak benar yang dilontarkan saksi Rina atas pertanyaan JPU itu mulai dari menerima uang bernilai ratusan juta rupiah hingga terkait hubungan asmaranya dengan terdakwa Fikri.

Ketika saksi Rina ditanya Jaksa Anita terkait mengapa dirinya yang menerima uang ratusan juta dari terdakwa Fikri, dia mengaku hanya beberapa puluh juta saja, dan itu diterimanya sebagai fee atas jasa terhadap dirinya yang telah mengurus sejumlah perijinan milik PT. Jakarta Medica Center.

Ia melanjutkan, terkait keterangan saksi-saksi yang lebih dulu dimintai keterangan dalam sidang tersebut, Rina juga membantah semua tuduhan yang diarahkan kepada diri pribadinya tersebut.

“Keterangan saksi-saksi mulai dari Heru yang merupakan mantan supir dari terdakwa Fikri Salim adalah tidak benar semua, kalau saya tidak pernah menerima senilai uang sampai ratusan juta dan tidak ada hubungan asmara dengan terdakwa Fikri Salim. Serta, saya juga tidak pernah menginap di rumah milik owner PT. JMC yakni Dokter Luki Azizah di bilangan Sentul Bogor, tapi pernah sesekali datang itu pun hanya sebatas urusan pengambilan berkas terkait perijinan klinik dan Rumah Sakit (RS) Graha Medika Cilendek Kota Bogor,” kilahnya.

Selain itu, sambung Rina, peran dirinya atas kasus itu dimana saksi Rina mengungkapkan, jika pihaknya hanya sebatas membantu segala perijinan yang hendak diurus oleh terdakwa berupa ijin RS Graha Medika Cilendek dan beberapa ijin klinik di wilayah Kota Bogor.

Selain itu, dirinya juga menampik keras, terkait pihaknya yang disangkut-pautkan dalam urusan pengurusan perijinan hotel di kawasan Puncak Cisarua Bogor.

“Saya tidak pernah mengurus perijinan selain di wilayah Kota Bogor dari terdakwa Fikri Salim, jadi bu jaksa saya tidak ada sangkut-pautnya soal kasus perijinan hotel dikawasan Cisarua tersebut. Yang saya urus hanya sebatas di Kota Bogor dan itu sudah beres semuanya,” akunya.

Sementara itu, terdakwa Fikri Salim mengaku beberapa kali mentransfer uang ke rekening pribadi RY.“Tapi itu uang digunakan untuk pengurusan ijin RS dan 9 klinik yang telah dikerjakan Rina,” ungkapnya.

Besaran pengurusan ijin RS Graha Medika milik PT. JMC, jelas FS, menghabiskan dana senilai kurang lebih Rp360 juta. Sementara, untuk pengurusan perpanjangan ijin operasi di Klinik di wilayah Kota Bogor dikisaran Rp8 juta per satu lokasi.

“Awalnya biaya pengurusan ijin RSGM itu Rp600 juta, saya tawar dan sepakat RpRp360, sedangkan untuk ijin klinik itu Rp8 juta per lokasi,” ujarnya.

FS menuturkan, untuk bukti-bukti kwitansi yang dibeberkan oleh JPU dalam sidang tersebut yang nominalnya mencapai ratusan juta itu, dirinya mengaku tak tahu-menahu.

“Kalau untuk kwitansi itu saya tidak tahu, kan sudah diakui juga oleh terdakwa lainnya pak Soleh kalau dia menggelapkan dana milik PT. JMC sebesar Rp750 juta. Jadi saya enggak tahu Bu Jaksa soal kwitansi itu,” tutupnya.

Untuk selanjutnya sidang dilannjutkan pasa Senin, 1 Februari untuk mendengarkan tuntutan jaksa. Sebagaimana diketahui, Fikri Salim didakwa melakukan penggelapan sekaligus pidana Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Modusnya dengan melakukan klaim bon dan kwintansi palsu melalui Syamsudin yang menjadi direktur keuangan di PT Jakarta Medika.

Dana hasil kejahatan itu ditranfers ke rekening Syamsudin sebesar Rp165 juta, ke rekening Zainudin sebesar Rp50 juta dan ke rekening Rina Yuliana Rp361 juta. Total dana yang digelapkan terdakwa Fikri Salim mencapai Rp 577 juta.

“Terjadi penggelapan uang dalam jabatan sebesar Rp 577 juta bersama sama saksi Rina, Saksi Soni Priadi dibantu oleh saksi Syamsudin bersama saksi Junaidi, itu uang PT Jakarta Medika,” ujar JPU Anita.

Kasus penggelapan ini menurut JPU Anita terjadi pada tahun 2019 saat PT Jakarta Medika merencanakan pembangunan rumah sakit di Cisarua Kabupaten Bogor. Saat itu terdakwa menaikkan harga barang keperluan untuk pembangunan gedung tersebut.

Selain itu, pengurusan izin yang sebelumnya untuk keperluan izin rumah sakit belakangan berubah menjadi izin hotel. Akibatnya rencana pembangunan rumah sakit menjadi terbengkalai. (Kds)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *