BERITABUANA.CO, TEGAL – Matahari pagi belum lagi tinggi dan sinarnya baru terlihat di antara sela-sela rumpun bambu yang berada di obyek wisata Pasar Slumpring. Di sekitar obyek wisata di Desa Cempaka, Kabupaten Tegal Selatan itu ada obyek lain berupa Tuk Mudal yang dijadikan arena pemandian bagi pengunjung.
Minggu (19/9/2020) sekitar pukul 09.00 WIB, www.beritabuana.co, sudah berada di obyek wisata Pasar Slumpring. Ada panggung musik yang menghibur penonton, ada jajan khas pedesaan seperti putu, getuk, cucur, rujak, serabi, kue uli bakar, nasi pecel, mendoan dan lainnya.
“Lidah pengunjung akan dimanjakan dengan makanan khas tersebut,” kata Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Abdul Khayyi yang juga sebagai salah seorang penggagas lahirnya Obyek Wisata Slumpring di dampingi Ilma Nalma yang didapuk sebagai marketing.
Di tengah pandemi Covid-19 pengunjung Pasar Slumpring tak terlalu mengalami penurunan. Artinya, wisatawan yang datang terlihat normal dan harus mematuhi protokol kesehatan. Selama pandemi ini juga, pengelola Wisata Pasar Slumpring harus menahan diri untuk mengundang artis dari Jakarta.
Awal lahirnya obyek wisata ini dimulai saat melihat Tuk Mudal yang merupakan mata air sebagai tumpuan para petani untuk mengairi sawahnya. Selain itu, Tuk Mudal juga menjadi kebituhan utama bagi masyarakat Cempaka. Namun, suatu saat keadaan bisa saja berubah sehingga perlu ada terobosan.

Menyadari hal itu, Hayyi yang mantan Kades Cempaka bersama tim melakukan berbagai studi banding. Ide-ide ingin memajukan kampungnya bersama tim terus didiskusikan. Tujuannya adalah untuk memajukan perekonomian di Cempaka.
Kini, masyarakat yang ada di sekitar Kabupaten Brebes dan Tegal sudah mengenal obyek wisata Pasar Slumpring. “Setiap hari Minggu pengunjung memenuhi Pasar Slumpring. Wisatawan yang datang karena kangen jajanan tradisional, terutama yang kebetulan pulang dari Jakarta,” jelas Hayyi.
Disingging pemasukan dalam setiap Minggu, Ilma Nalma menyebutkan sekitar Rp20 juta sampai Rp22 juta. “Pasar Slumpring buka Minggu pagi sampai tengah hari atau pukul 12.00 WIB. Jadi, tidak sampai sore,” tuturnya.
Pemasukan, lanjut Nalma, akan berbeda kalau hari libur selain hari Minggu atau tanggal merah. Pada hari libur ini, pemasukan bisa kencapai Rp60 juta sampai Rp70 juta. Keadaan ini juga memberi keuntungan lebih bagi para pedagang.
“Di Pasar Slumpring belanjanya tidak pakai uang tapi pakai potongan bambu yang ditukar di tempat khusus,” kata Nalma seraya menyebutkan nilai satu potongan bambu kecil Rp 2.500,-. Jadi, yang mau belanja Rp50 ribu atau Rp100 ribu harus ditukar terlebih dahulu.
Pasar Slumpring telah menjadi pusat perekonomian baru bagi warga Cempaka yang mayoritas petani. Keberadaan obyek wisata yang lahir dari pemikiran generasi muda saat ini patut mendapat dukungan dari Pemda agar lebih ditingkatkan lagi. Namun, yang lebih penting lagi nilai nilai yang ada di tengah masyarakat yang religius tetap harus dijaga. (Syaifullah Hadmar)