Mendikbud Diminta Mengalokasikan Anggaran untuk POP Rp100 M dari Rp549 M

by
Diskusi Dialektika Demokrasi yang mengangkat tema "Polemik POP Kemendikbud, Kemana Arah Pendidikan Indonesia". (Foto : Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim diminta mengalokasikan anggaran untuk POP (Program Organisasi Penggerak) hanya Rp100 miliar dari Rp594 miliar yang dianggarkan. Sedangkan yang Rp494 miliar, digeser untuk membantu Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) di era pandemi virus corona atau Covid-19, dimana masyarakat menghadapi kesulitan yang luar bisa.

Saran ini disampaikan Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda dalam Dialektika Demokrasi bertema “Polemik POP Kemendikbud, Kemana Arah Pendidikan Indonesia” bersama Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih (F-PKS), dan Direktur Pendidikan Vox Populi Indonesia, Indra Charismiadji secara virtual di Jakarta, Kamis (30/7/2020).

“Saya minta anggaran POP yang Rp494 miliar untuk menyubsidi PJJ yang sulit luat luar biasa saat ini. Khususnya di daerah-daerah terpencil. Seperti jaringan internet, paket data, bahkan ada yang tak punya Hp, apalagi lap top dan sebagainya. Sedangkan untuk POP kalau dilanjutkan cukup Rp100 miliar. Masak Tanoto dan Sampoerna yang harusnya membantu malah dapat anggaran,” tegas politisi PKB itu.

Menurut Syaiful Huda, design POP memang dalam suasana normal, bukan darurat pandemi Covid-19, sehingga skemanya berbeda dengan kondisi normal. Termasuk anggaran yang Rp594 miliar tersebut. Dan, sejak awal Komisi X DPR mengingatkan agar tidak terjadi gap, kontradiktif antara gagasan dan operasional terkait siapa dan organisasi apa saja yang lolos kriteria POP tersebut.

Juga bagaimana POP itu memperlakukan organisasi seperti NU dan Muhammadiyah yang memiliki ribuan satuan pendidikan dari PAUD hingga SMA itu tidak disamakan dengan yang tidak memiliki satuan pendidikan.

“Sayangnya tak ada jawaban dari Kemendikbud RI. Padahal, skema anggarannya full APBN. Tapi, setelah ada protes masyarakat pasca mundurnya NU, Muhammadiyah, dan PGRI, Pak Nadiem bilang ada dua skema tambahan; yaitu mandiri dan pendampingan plus APBN. “Kalau jawaban skema anggarannya itu di luar APBN, karena terdesak protes dan itu salah, ya tetap salah,” tambah Syaiful.

Dia minta Menkdikbud tunda POP karena sudah kehilangan legitimasi dengan tak terlibatnya NU, Muhammadiyah, PGRI dan lain-lain. Sebaiknya Kemendikbud lebih fokus pada PJJ yang sulit saat ini. Komisi X DPR pun akan mengundang Pak Nadiem untuk mengevaluasi komprehensif masalah POP tersebut.

“Kami minta apapun keputusannya soal POP itu harus mendapat persetujuan DPR RI dan diterima publik,” tambahnya lagi.

Namun demikian Syaiful Huda mengapresiasi langkah Pak Nadiem dengan meminta maaf pada NU, Muhammadiyah, PGRI dan masyarakat atas POP yang menuai polemik tersebut.

“Silaturahmi itu sebagai langkah menyudahi kegaduhan sekaligus membuka ruang dialog dan agar programnya lebih membuni, meng-Indonesia di tengah pendidikan masih terjadi disparitas – kesenjangan luar biasa,” demikian Syaiful Huda . (Kds)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *