Penilaian KSPI, RUU Omnibus Law Ciptra Karya, Sangat ‘Brutal’

by
Diskusi Forum Legislasi dengan tema "Kesiapan DPR Bahas Omnibus Law RUU Ciptaker". (Foto : Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Iswan Abdullah mengaku sudah membaca dan menganalisa draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang diajukan pemerintah ke DPR RI. Ternyata RUU ini sangat liberal, neolib dan bahkan ‘brutal’, karena meniadakan perlundungan dan mereduksi para buruh di Indonesia.

“Kenapa kami katakan demikian, karena paling tidak ada 3 hal yang dilanggar oleh RUU Omnibus Law dalam gerakan buruh seluruh di dunia termasuk Indonesia,” kata Iswan saat menjadi narasumber dalam acara diskusi Forum Legislasi bertema “Kesiapan DPR Bahas Omnibus Law RUU Ciptaker” di Media Center Gedung Nusantara III DPR RI, Selasa (3/3/2020).

Ketiga hal yang dianggap KSPI dilanggar RUU Omnibus Law. Pertama, melanggar apa yang dinamakan job security atau jaminan pekerjaan, karena meniadakan jaminan dan perlindungan terhadap setiap warga negara, dalam hal ini pekerjaan dan penghidupan yang layak.

“Itu ditandai dengan penggunaan pekerja asing, dan pekerja outsourcing. Padahal, kalau di UU 13 tahun 2003 Outsourcing, hanya jenis -jenis pekerjaantertentu. Tapi sekarang dibuka seluas-luasnya artinya apa, perusahaan Adi daya bebas untuk memperkerjaan para pekerja bahkan memperdagangkan para buruh di tanah air kita,” bebernya.

Begitu pula penggunaan tenaga kerja waktu tertentu (PKWT) dibuka seluas-luasnya, sementara dalam UU Nomor 13 tahun 2003 disebutkan bahwa pekerjaan dengan sistem kerja waktu tertentu, hanya pekerjaan yang sifatnya sementara dan paling lama diselesaikan dalam waktu 3 tahun.

“Sementara dalam RUU Omnibus Law, memberikan luas seluas- luasnya kepada para pekerjaan para pekerja Indonesia. Bahkan memberikan kesempatan pada pekerjaan untuk status kontrak sampai mati, begitu juga outsourcing sampai mati juga,” sebut Iswan.

Kedua adalah undang-undang ini mereduksi, bahkan meniadakan yang namanya income security atau jamianan pendapatan yang layak, ini ditandai dengan UU ini meniadakan upah minimum.

“Betul dalam RUU ini dikatakan ada upah minimum Provinsi, tetapi kenyataannya penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) hanya dianut oleh DKI Jakarta sama Djogja, sementara seluruh wilayah Indonesia menggunakan upah minimum kabupaten kota, termasuk upah minimum sektoral,” katanya.

Bahkan, UU ini meniadakan Upah Minimum Kabupaten/Kota, sehinga bisa bayangkan saja, misalnya di Jawa Barat, dimana UMP 1,81 juta itu, upah minimum Kabupaten Majalengka, artinya Provinsi Jawa Barat itu, upah minimum terendah di Kabupaten Majalengka.

RUU Omnibus Law ini, masih menurut Iswan, juga melegalkan pengusaha di tahun 2020-2021 kalau menetapkan ini. Kalau di Bekasi yang upahnya Rp4.500.000 , kemudian di Karawang Rp4.600.000, maka tahun depan pengusaha boleh memeberikan upah Rp1,81 juta di Kabupaten Bekas , Kota Depok, Karawang dan sebagainya.

“Inikan mereduksi, dan lebih aneh lagi, RUU ini mengatur yang namanya upah minimum padat karya, dimana upah minimum padat karya ini diatur bahwa ada upah minimum dibawah upah minimum, semakin ngawur lagi. Padahal secara filosofi, bahwa upah minimum adalah jaring pengaman safety net, di mana negara hadir untuk memastikan tidak ada pekerja yang miskin secara absolut akibat kebijakan pengupahan di negara kita, itu fungsi peran dari pada upah minimum, tiba-tiba ada lagi yang namanya upah Minimum Padat karya, ini sangat berbahaya,” tegasnya.

Ketiga, adalah yang di kenal dengan namanya social security, jaminan sosial, RUU omnibus law , bisa memastikan bahwa pekerja hilang jaminan sosialnya oleh karena apa, orang sudah kerja kontrak seumur hidup, kemudian begitu juga outsorsing seumur hidup, kemudian begitu juga diatur juga upah per jam, kalau upah per jam artinya memberikan keleluasaan kepada pengusaha untuk membayar upah minimum karena dilegalkan undang-undang sementara syarat iuran premi BPJS ketenaga kerja atau BPJS kesehaatan itu adalah upah minimum sampai dengan 12 juta rupiah, itu kira-kira.

“Kami menduga bisa jadi RUU ini yang saya katakan tadi, liberal , neolib, sangat brutal, eksploitatif terhadap para pekerja Indonesia, oleh karena dari awal Serikat Buruh Tidak dilibatkan didalamnya. Bahkan di dalamnya Permenko 378 ada namanya satgas, satgas RUU omnibus Law seluruh pengusaha di Indonesia, diketuai oleh Rosan Roeslani kemudian seluruh asosiasi pengusaha di Indonesia tanpa melibatkan serikat buruh dan itulah dugaan kami Nuansa atau isi daripada RUU Omnibus Law yang bercitarasa pengusaha, kapitalis karena mementingkan kepentingan mereka,” pungksnya. (Kds)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *