BERITABUANA.CO, JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Cucun Ahmad Syamsurijal mendorong pembenahan permukiman padat penduduk yang kumuh demi meningkatkan taraf hidup masyarakat. Termasuk permukiman padat di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat (Jakpus) yang kondisinya sangat memprihatinkan.
“Di tengah megahnya pembangunan infrastruktur di Jakarta, memang menjadi sebuah keprihatinan masih banyak permukiman padat penduduk yang kondisinya cukup miris. Ini menjadi paradoks,” kata Cucun Ahmad Syamsurijal dalam keterangan rilisnya yang diterima, di Jakarta, Selasa (12/11/2024).
Baru-baru ini viral sebuah ulasan tentang kondisi masyarakat yang tinggal di kawasan padat dan kumuh. Tepatnya di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakpus. Ironinya, lokasi permukiman ini tidak jauh dari Istana Kepresidenan yakni hanya sekitar 1 kilometer saja jaraknya.
Dalam Jurnal yang diterbitkan Universitas Persada Indonesia (UPI) Yayasan Administrasi Indonesia (YAI), diketahui terdapat 14 RW di Kelurahan Tanah Tinggi yang terdiri dari 195 Rukun Tetangga (RT). Total jumlah penduduknya ada 37.427 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 14.182 untuk tahun 2022.
Laporan yang sama juga menyampaikan sebanyak 10 RW teridentifikasi kawasan kumuh ringan berada di lahan pemukiman seluas 41,8 hektar. Sedangkan 4 RW yang terindikasi bukan kawasan kumuh berada di luas total permukaan 20,49 hektar.
Di wilayah ini, masih ada beberapa rumah yang ukurannya sangat kecil layaknya kamar kosan tapi dihuni banyak orang. Salah satu yang viral adalah rumah Nenek Hasna yang hanya seluas 2×3 meter namun dihuni oleh 13 orang termasuk anak, cucu, dan cicitnya. Untuk tidur, keluarga Nenek Hasna harus saling meringkuk bahkan menerapkan sistem shift-shiftan setiap harinya.
Selain rumah-rumah yang berhimpitan di gang-gang sempit, permukiman seperti ini juga minim terhadap akses fasilitas dasar seperti kamar mandi layak. Sebagian besar rumah di kawasan Tanah Tinggi ini diketahui tidak memiliki kamar mandi, sehingga warga harus menggunakan WC umum dengan biaya Rp 2.000 per penggunaan.
Menurut Cucun, kondisi permukiman padat itu menggambarkan kesenjangan nyata dalam penataan kota, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
“Penataan kota yang lebih inklusif dan berkeadilan harus menjadi prioritas. Pemerintah harus membuktikan tindakan konkret dalam menangani kawasan kumuh, terutama di wilayah pusat kota yang strategis seperti Jakarta. Tapi tentunya ini menjadi tugas kita bersama. Baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan tentu saja dukungan dari DPR. Karena masalah permukiman kumuh ini banyak terjadi juga di daerah lain,” ucap Cucun.
Kepadatan penduduk kerap menimbulkan permasalahan dari berbagai sektor dalam hal kesejahteraan masyarakat. Mulai dari kenakalan remaja, kesenjangan ekonomi dan pengangguran, permasalahan kesehatan dan seringkali terjadi banjir. Di Tanah Tinggi sendiri diketahui kerap terjadi tawuran warga sehingga tak jarang warganya berurusan dengan pihak berwajib.
Politisi Fraksi PKB itu menilai pembenahan permukiman padat penduduk bisa menjadi salah satu jalan dalam memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
“Masalah kepadatan penduduk berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Termasuk rendahnya tingkat pendidikan dan meningkatnya jumlah pengangguran. Kondisi lingkungan mempengaruhi psikologis warganya. Dengan menyelesaikan masalah kepadatan penduduk ini, maka kita seperti memencet tombol-tombol penyelesaian masalah lain yang pada dasarnya untuk meningkatkan taraf hidup rakyat,” jelasnya. (Jim)