KMI Apresiasi Hakim PN Jaksel yang Tidak Menerima Gugatan Praperadilan Firli

by
Ketua KMI Edi Homaidi. (Foto: Ery)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Ketua Kaukus Muda Indonesia (KMI) Edi Homaidi mengapresiasi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang tidak menerima gugatan praperadilan Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri di kasus dugaan pemerasan terhadap eks Mentan Syahrul Yasin Limpo. Menurut dia, apa yang dilakukan Hakim PN Jaksel tersebut sebagai bentuk profesional dalam penegakan hukum.

“Kita mengapresiasi sikap Hakim tunggal PN Jaksel Imelda Herawati dalam memutus sebuah perkara, termasuk permohonan praperadilan yang dilakukan Firli,” kata Edi Homaidi melalui keterangan tertulisnya, Rabu (20/12/2023).

Edi mengatakan bahwa sikap tegas Hakim Imelda dalam mengambil, tentunya akan menjadi barometer para hakim dalam mengadili sebuah perkara. Sehingga lembaga peradilan di Tanah Air benar-benar profesional, dan tanpa pandang bulu dalam mengambil keputusannya.

“Putusan penolakan praperadilan yang diambil Hakim PN Jaksel itu, tentunya sudah substansi, dan kasus rasuah yang melibatkan Firli bisa diketahui secara jelas,” kata eksponen Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu.

Diketahui, dalam sidang di PN Jaksel, Selasa, 19 Desember 2023, kemarin, Hakim tunggal Imelda Herawati memutuskan menolak gugatan praperadilan yang diajukan oleh ketua nonaktif KPK Firli Bahuri terkait status penetapan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan Mentan Syahrul Yasin Limpo, kini status Firli masih tetap sebagai tersangka.

Dalam pertimbangannya, hakim menyebutkan permohonan praperadilan Firli mencampurkan materi formil dengan materi di luar aspek formil.

Awalnya, hakim mengutip Pasal 2 ayat 2 Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2016 yang mengatur praperadilan.

“Menimbang, bahwa selanjutnya ketentuan Pasal 2 ayat 2 Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2016, mengatur pemeriksaan praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada atau paling sedikit 2 alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara,” ucap hakim.

Hakim juga menyebutkan ada dalil dari pemohon tang tidak dapat dijadikan landasan pengajuan praperadilan. Sebab, menurut dia, ada sejumlah dalil yang merupakan materi pokok perkara.

“Menimbang, bahwa merujuk pada alasan hukum permohonan praperadilan yang diajukan permohonan a quo, hakim menemukan adanya dalil atau alasan hukum yang tidak dapat dijadikan landasan diajukannya praperadilan, yaitu pada alasan huruf A angka 2, 3, 4, dan 5 serta huruf B karena merupakan materi pokok perkara,” tuturnya.

Hakim juga menyatakan dalil dalam petitum telah mencapuradukkan materi formil dengan materi di luar aspek formil. Maka hakim berpendapat dasar permohonan praperadilan pemohon kabur atau tidak jelas.

“Menimbang, oleh bahwa karena dalil-dalil posita yang mendukung petitum pemohon sebagaimana terurai sebelumnya, ternyata telah mencampurkan antara materi formil dengan materi di luar aspek formil,” tuturnya. (Asim)