Kamrussamad Nyatakan Pentingnya Reformasi di Kemenkeu dan Perpajakan

by
Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad. (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI, Kamrussamad menyatakan pentingnya reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), termasuk reformasi perpajakan. Langakah tersebut harus dilakukan jika melihat rentetan permasalahan yang terjadi, mulai dari tindak kekerasan yang dilakukan anak pegawai pajak, gaya hidup hedon Dirjen Pajak dan jajarannya, juga pemeriksaan oleh internal pemerintah.

“Kemudian tetkait penjelasan Kepala PPATK yang ngomong telah 200 kali, memberikan laporan ke Kemenkeu. Apa benar ngomong begitu? Saya tanya ke Menkeu, dan saya minta tanda terima buktinya, nggak ada kata dia,” ungkap Kamrussamad dalam Dialektika Demokrasi bertema ‘Membedah Laporan LHKPN Di Tengah Sorotan Gaya Hedon Pejabat’ di Media Center Gedung Nusantara III DPR RI, Kamis (15/3/2023).

Apalagi, lanjut Kamrussamad, Menkeu mengatakan kalau di level tim teknis, antara PPATK dan Kemenkeu reguler meeting mereka, melakukan koordinasi teknis setiap ada pengajuan dokumen. Karenanya, ia tidak tahu atas dasar apa Kepala PPATK menyatakan sudah 200 kali memberi laporan ke Menkeu.

“Dasarnya 200 kali itu dari mana, saya menganggap itu, mungkin Kepala PPATK lagi semangat-semangatnya. Apalagi ada kasus-kasus yang melibat sejumlah pejabat Kemenkeu, seperti di Ditjen Pajak dan juga di Bea Cukai,” kata Anggota Fraksi Gerindra DPR RI itu.

Kesempatan sama, Humas PPATK M Natsir Kongah mengatakan, bahwa untuk mengetahui kekayaan pejabat yang tidak wajar itu mudah, yakni dengan melihat profile; gaji dan penghasilan yang diterima selama sebulan.

“Kalau penghasilan atau gajinya hanya Rp90 Juta/bulan misalnya, tapi tiba-tiba ada transfer atau transaksi senilai Rp10 Miliar,  berarti sudah mggak wajar. Atau suatu perusahaan yang seharusnya membayar pajak Rp100 Miliar, lalu negosiasi dengan petugas pajak hanya membayar sekian miliar rupiah,” terangnya.

Termasuk gaya hidup, laporan masyarakat dan lain-lain, maka ini yang dikaji oleh PPATK dan kemudian dilaporkan kepada aparat penegak hukum. Termasuk Safe Deposit Box Rp37 Miliar itu.

“Kalau tidak bergerak cepat, safe deposit box itu bisa diambil, dan sebelumnya ada yang mengambil, ada bukti di CCTV, berikut bank-nya, tapi bank-nya tak perlu disebut, itu bank kita sendiri, dan terkait kepercayaan,” tandas Natsir Kongah. (Asim)

No More Posts Available.

No more pages to load.