Penundaan Pemilu Hanya Terjadi dengan Perubahan UUD, Bukan Atas Perintah Pengadilan

by
Pemilu serentak 2024. (Ilustrasi/Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Puadi menyebutkan bahwa penundaan tahapan Pemilu 2024, tidak dapat dilakukan semata-mata berdasarkan keputusan pengadilan negeri (PN), seperti yang diminta khususnya PN Jakarta Pusat.

“Penundaan pemilu hanya dapat terjadi jika terdapat perubahan pada UUD NRI Tahun 1945,” kata Puadi kepada awak media di Jakarta, Minggu (5/3/2023).

Puadi juga mengklarifikasi bahwa putusan perdata tidak berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia (erga omnes). Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945 juga telah menggariskan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden dilakukan setiap lima tahun sekali.

Hal demikian juga diatur dalam Pasal 167 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang bahwa di Indonesia tidak diatur mengenai adanya penundaan pemilu.

“Oleh karena itu, penundaan pemilu tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan putusan pengadilan negeri. Yang ada dalam UU Pemilu, hanya pemilu susulan dan pemilu lanjutan,” tegasnya.

Karena itu, lanjut Puadi, pihaknya sedang melakukan kajian terkait implikasi putusan PN Jakarta Pusat terhadap lembaga tersebut, setelah Partai Prima mengajukan gugatan terkait keputusan Komisi Pemilihan Umum atau KPU yang menolak pendaftaran partai tersebut.

Diabaikan Saja

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai, tidak semestinya hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri memutuskan perkara administrasi yang merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Tindakan turut campur memutuskan yang bukan kewenangannya ini sudah keluar dari Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019. Karena menurut aturan tersebut, jika ada perkara administrasi yang masuk ke Pengadilan Negeri, wajib ditolak,” tegasnya.

Namun, menurut Mahfud, Jika sudah terlanjur diperkarakan, mana hakim wajib memutuskan perkara tersebut dengan putusan tidak memenuhi ketentuan.

“Kalau dalam perma keluar, sudah ada kasus sedang diperiksa (diproses), itu nanti di putusan nanti putusannya ‘bukan wewenang pengadilan umum’, sudah ada itu Perma Nomor 2 Tahun 2019,” katanya lagi.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menegaskan, putusan yang dikeluarkan oleh PN Jakarta Pusat itu tidak bisa dieksekusi. Menurut dia, keputusan itu salah kamar dan bisa diabaikan oleh KPU untuk melanjutkan proses Pemilu 2024.

“Karena ini salah kamar. Ya diabaikan saja kalau misal banding kalah lagi. Diabaikan saja,” saran Mahfud.

Diketahui, putusan penundaan pemilu bermula dari Partai Prima melaporkan KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Dalam tahapan verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual. (Asim)