Pembahasan RUU Hukum Acara Perdata dan RUU Perubahan Kedua tentang Narkotika Diperpanjang Sampai Masa Sidang IV

by
Suasana rapat paripurna. (Ilustrasi/Foto: DPR RI)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Rapat Paripurna DPR RI menyetujui perpanjangan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Perdata (HAP) dan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sampai pada masa persidangan IV.

Persetujuan ini diputuskan saat Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memimpin rapat paripurna didampingi oleh Wakil Ketua Lodewijk F. Paulus di Ruang Rapat Paripurna DPR RI Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (7/2/2023).

“Sehubungan dengan itu, dalam rapat paripurna hari ini apakah kita dapat menyetujui perpanjangan waktu pembahasan terhadap kedua rancangan undang-undang tersebut sampai dengan masa persidangan empat yang akan datang?” tanya Dasco,

Serentak dijawab “setuju” oleh para Anggota Dewan yang bersidang.

Perpanjangan masa pembahasan ini berdasarkan laporan Pimpinan Komisi III pada rapat konsultasi pengganti Rapat Bamus pada 18 Januari 2023. Peraturan perundang-undangan Hukum Acara Perdata yang ada dan berlaku sampai saat ini tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, baik peraturan perundang-undangan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda maupun peraturan perundang-undangan produk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun peraturan perundang-undangan produk Pemerintah Hindia Belanda masih bersifat dualistis atau mengandung dualisme hukum acara yang berlaku untuk Pengadilan di Jawa dan Madura dan hukum acara yang berlaku untuk pengadilan di luar Jawa dan Madura. Sementara itu revisi terkait Rancangan Undang-Undang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika saat ini ada enam poin. (Kds)

Berikut enam poin dimaksud;

1. Zat psikoaktif Baru (New Psychoactive Substance). 

2. Penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai rehabilitasi.

3. Tim Asesmen terpadu.

4. Penyidik Badan Narkotika Nasional serta kewenangannya.

5. Syarat dan tata cara pengambilan dan pengujian sampel di laboratorium tertentu serta penetapan status barang sitaan.

6. Penyempurnaan ketentuan pidana.