Kontrol Asupan Informasi agar Terhindar dari Kebablasan Kebebasan Berekspresi

by
Diskusi #MakinCakapDigital Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk "Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital". (Foto: Dokumentasi)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Perkembangan teknologi digital yang melaju cepat harus diimbangi dengan pemanfaatan secara bijak oleh penggunanya. Batasan etika dalam mengutarakan kebebasan berekspresi juga harus selalu dijaga.

Konsultan Teknologi Informasi, Eka Y Saputra menjelaskan, tren ekspresi tradisional dengan media sosial sekarang sangat berbeda. Ekspresi tradisional kerap memperhatikan hirarki/strata sosial, sulit menyebar dan mudah dibatasi, serta terjaga oleh norma sosial.

“Nah, ekspresi media sosial itu egaliter dan demokratis, lepas dari konteks ruang dan waktu. Kemudian, mudah menyebar dan sulit dicegah, serta relatif bebas norma,” kata Eka dalam diskusi #MakinCakapDigital Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk “Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital” pada Senin (24/10/2022).

Menurut Eka, penyebab krisis ekspresi di medsos karena hilangnya kepercayaan masyarakat (distrust) pada otoritas tradisional, mudahnya publikasi konten tanpa kualifikasi kreator.

“Tercampurnya konten dari institusi resmi dan pihak independen. Masifnya informasi berbanding terbatasnya atensi, kapasitas intelektual dan emosional. Besarnya potensi komersialisasi atensi publik untuk kepentingan bisnis dan politik,” tuturnya.

Untuk itu, sudah semestinya menerapkan etika berekspresi di medsos dengan cara membangun kepercayaan masyarakat pada otoritas tradisional. Kemudian, terapkan prosedur kurasi konten dengan pendidikan dan kualifikasi, klasifikasikan konten dari institusi resmi dan pihak independen. Lalu, kontrol asupan informasi sesuai batas atensi, kapasitas intelektual dan emosional.

“Serta regulasikan komersialisasi atensi publik untuk kepentingan bisnis dan politik,” saran Eka.

Ketua Umum LESBUMI PBNU M. Jadul Maula menambahkan, tanpa kecakapan yang benar, bertanggung jawab dan berbudaya, teknologi digital bisa menjadi faktor perusak bangsa dan karakter manusia.

Jadul berhada, ada kedaulatan budaya Indonesia dalam bermedsos. Yang mana, melalui teknologi digital bisa menjadi lebih memahami, mengamalkan dan mewujudkan nilai-niilai Pancasila dan tujuan Kebangsaan Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Jalannya, Pancasila harus dikomunikasikan sebagai ilmu dan nalar yang berakar di dalam agama dan budaya yang memandu warga bangsa untuk berpikir dan bertindak. Sehingga mampu mewujudkan tujuan kemaslahatan bersama sebagai individu, masyarakat dan bangsa.

“Pengamalan Pancasila juga membutuhkan keteladanan,” kata Jadul.

Sementara itu, Seknas Jaringan GUSDURian/Supervisor Media PW Fatayat NU DIY Siti Munawaroh menjelaskan, menurut laporan We Are Social pengguna internet aktif di Indonesia mencapai 204,7 juta jiwa pada awal tahun 2022, atau meningkat 2,1 juta dibandingkan awal tahun sebelumnya.

Dari data di atas, menurut Siti, sangat penting cakap dalam bermedia digital, yaitu bisa mengoptimalkan penggunaan perangkat digital utamanya perangkat lunak sebagai fitur proteksi dari serangan siber.

“Kita diharapkan mampu menyeleksi dan memverifikasi informasi yang didapatkan serta menggunakannya untuk kebaikan diri dan sesama,” kata Siti. (Kds)

 

Catatan:

Informasi lebih lanjut dan acara literasi digital GNLD Siberkreasi dan #MakinCakapDigital lainnya, dapat mengunjungi info.literasidigital.id dan mengikuti @siberkreasi di sosial media.