Ini Cara Mengetahui Berita Hoaks dan Bukan

by
Diskusi #MakinCakapDigital Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk "Menjadi Pejuang Anti Hoax". (Foto: Dokumentasi)

BERITABUANA.CO, JAKARTA -Perkembangan dunia digital yang menyasar ke segala sisi kehidupan manusia, diikuti oleh masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami, dan mengolahnya secara baik. Sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Dosen Senior Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL UGM Bevaola Kusumasari menjelaskan tentang konte-konten negatif. Dan, ini harus diwaspadai oleh masyarakat. Konten Negatif, ialah substansi yang mengarah pada penyebaran kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

“Ujaran Kebencian (hate speech) ialah ungkapan/ekspresi yang mendiskreditkan seseorang/kelompok orang dengan tujuan membangkitkan permusuhan dan kekerasan. Kemudian, hoaks, berita salah, misleading,” kata Bevaola dalam diskusi #MakinCakapDigital Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk “Menjadi Pejuang Anti Hoax” pada Jumat (7/10/22).

Bevaola mencontohkan tentang hoaks. Yaitu, main ponsel di tempat gelap sebabkan tumor mata. Informasi soal bahaya main ponsel sambil tiduran seringkali didapatkan, mulai pesan berisi bahaya-bahaya yang ‘mengancam’ hingga foto-foto mengerikan yang sengaja disebarkan di Whatsapp dan Facebook.

“Salah satu pesan berantai berisi bahwa memainkan ponsel di tempat gelap sebelum tidur dapat menyebabkan tumor mata,” ujanya. Namun, dokter spesialis mata dari Jakarta Eye Center, dr Ferdiriva Hamzah, MD, mengatakan bahwa hal itu tidak benar.

Kemudian, ia juga mengingatkan untuk waspada doomscrolling atau kecanduan digital mengkonsumsi konten-konten negatif.

Staf IT Lesbumi PBNU Eka Y Saputra menilai, penyebab ada hoaks, karena hilangnya kepercayaan masyarakat (distrust) pada media massa dan pihak berwenang. Juga mudahnya publikasi konten tanpa proses verifikasi dan penyuntingan.

Ia menyarakan untuk membangun respons etis atas hoaks. Caranya, bangun kepercayaan pada media massa dan pihak berwenang.

“Terapkan prosedur keredaksian publikasi konten dengan verifikasi dan penyuntingan. Klasifikasi konten dari institusi resmi dan pihak independen. Kontrol asupan informasi sesuai batas atensi, kapasitas intelektual dan emosional,” kata Eka.

Sementara itu, Dosen Fisipol Universitas Sam Ratulangi Leviane J.H. Lotulung menjelaskan, cara untuk mengetahui berita hoaks dan bukan. Yaitu, cek fakta ke situs berantas hoaks.

Contoh, Kominfo dan Turn Back Hoax, Hoax Buster. Untuk berita internasional, bisa juga memantau dari PolitiFact.com, Hoax Slayer, atau Snopes.com.

“Mereka adalah situs yang memeriksa apakah sebuah berita itu benar atau palsu,” ujar Leviane.

Selanjutnya, cek foto ke Google Image dan waktu tayang. Google sudah sangat mempermudah untuk menelusuri foto yang didapatkan dengan ‘Search Image’.

“Cek juga apakah ketika informasi tersebut tayang masih relevan dengan situasi sekarang atau tidak. Karena banyak hal yang berkembang seiring berjalannya waktu sehingga kadang informasi yang lama sudah tidak dapat dijadikan patokan,” tuturnya.

Kemudian, cek narasumbernya. Sebab, kredibilitas suatu berita atau informasi yang diterima harus dipastikan berasal dari sumber yang memang pakarnya, sehingga bisa dipertanggungjawabkan.

“Ketika pesan berantai membawa nama seorang narasumber, jika memungkinkan, lakukan konfirmasi pada orang yang namanya dicatut,” sarannya.

Lalu, hati-hati pada judul provokatif. Karena, hoaks memang sengaja dibuat seprovokatif mungkin untuk membangkitkan sisi emosional penerimanya, sehingga lebih mudah termakan.

Ketika mendapatkan pesan, bagian otak yang disebut amygdala terlebih dulu yang menyaringnya lalu akan menentukan apakah pesan itu ia percayai atau tidak. Amygdala adalah bagian otak yang berfungsi dalam mengelola rasa cemas, takut dan emosi lainnya.

“Siapa yang membagikan pesan yang kamu terima saat ini sangat mempengaruhi seberapa kredibilitas informasi tersebut. Jika memang meragukan, coba tanyakan pada si pengirim dari mana informasi yang dia dapatkan. Bisa jadi, dia juga termasuk orang yang kena jebakan hoaks,” tukasnya. (Kds)

Catatan: 

Informasi lebih lanjut dan acara literasi digital GNLD Siberkreasi dan #MakinCakapDigital lainnya, dapat mengunjungi info.literasidigital.id dan mengikuti @siberkreasi di sosial media.