Komnas Perempuan Ungkap, Sudah ada 15 Bentuk Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan

by
Komnas Perempuan, tindak kekerasan
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani dalam Forum Legislasi bertema 'DPR Segera Ketuk Palu RUU TPKS?' di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/3/2022). (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan menyampaikan data kekerasan seksual di Indonesia, dimana pada tahun 2010 ditemukan ada 15 bentuk kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan di Indonesia. Meski demikian, dari 15 bentuk kekerasan seksual itu tidak semua bisa dikodifikasi ke dalam hukum pidana , karena cara penyikapan yang berbeda-beda, bukan hukum pidana saja.

“Proses inilah kalau saya boleh menekankan menjadi salah satu kekuatan Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), karena menggunakan pendekatan juga, yang biasanya disebut dengan pendekatan pidana khusus internal. Sehingga jelas cakupan makna dari kebijakan yang akan diatur ini, objek pengaturannya tidak bisa semua aktivitas seksual, tetapi hanya aktivitas atau tindakan-tindakan tertentu, yang kita bisa langsung dengan jelas menentukan siapa korban dan siapa pelaku dan karena itu konseptualisasi tentang kekerasan seksualnya menjadi jauh lebih kuat,” terang Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani dalam Forum Legislasi bertema
‘DPR Segera Ketuk Palu RUU TPKS?’ di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/3/2022). Selain Andy Yentriyani, hadir pula Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Riezky Aprilia.

Melanjutkan penjelasannya, Yentriyani menyebutkan, dalam catatan Komnas Perempuan, isu kekerasan seksual ini bukan sesuatu yang enteng, tetapi memiliki dimensi yang sangat komplek. Dalam kaitan pembahasan RUU TPKS, sebetulnya sudah dibahas sejak tahun 2015, namun sempat terganjal di tahun 2019.

“Karena itu diharapkan, RUU ini bisa segera diselesaikan hingga menjadi UU , apalagi pembahasannya di DPR RI mulai terlihat ada kemajuan,” sebut dia lagi.

Lebih jauh Yentriyani menyatakan, dewasa ini ada bentuk kekerasan seksual baru, yaitu kekerasan seksual di ruang cyber yang luar biasa berbeda, termasuk misalnya rekayasa pornografi, yang perlu diakomodasi dalam regulasi. Kalau dalam UU Pornografi kata dia, rekayasa pornografi sebetulnya bukan tindak pidana seperti untuk membuat rekaman untuk kepentingan sendiri.

“Misalnya ada pasangan atau kawan-kawan dengan pasangan membuat video ciuman, ini enggak ada masalah untuk kepentingan pribadi. Tetapi bayangkan kalau tiba-tiba hubungan mereka retak, lalu videonya dikeluarkan, apakah pihak yang tadinya bersetuju, untuk membuat video tadi juga kan dikriminalkan ? Nah, ruang abu-abu itu bisa ada, baik dengan UU ITE maupun UU Pornografi, tetapi dengan UU TPKS ini kasus demikian bisa diclearkan,” sambungnya.

Sehingga masih menurut Yentriyani, perlu kejelian untuk melihat pengalaman korban kekerasan seksual yang tidak saja perempuan, tapi ada juga laki-laki. Meski dari aspek komposisinya lebih banyak yang perempuan, karena dalam masyarakat kita perempuan lebih ditempatkan sebagai objek seksual.

Karena itu dia menekankan RUU TPKS ini punya kekuatan, karena berusaha mencoba merangkul begitu besarnya pengalaman korban kekerasan seksual, tidak hanya perempuan tapi juga laki-laki, dalam lapisan usia yang berbeda. Selain itu kata Yentriyani, Komnas Perempuan mencatat adanya kenaikan pengaduan kasus kekerasan seksual yaitu 72% melonjaknya.

“Secara total pengaduan ke Komnas perempuan naik 80% dibandingkan tahun lalu, bisa jadi karena memang lebih banyak korban yang sudah lebih berani bicara tadi,” ungkapnya. (Asim)

No More Posts Available.

No more pages to load.