Pancasila Mengandung Terminologi Alquran, Sunah dan Bahasa Arab

by
Hidayat Nur Wahid, saat menyampaikan Sosialisasi Empat Pilar secara daring di hadapan pengurus dan simpatisan PKS Provinsi Jambi.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Kontribusi tokoh-tokoh agama Islam dalam penyusunan dasar dan ideologi Negera tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka mampu bekerjasama, bertukar pikir serta bermufakat dengan tokoh agama lain dan kelompok nasionalis, dan berhasil merumuskan serta menyepakati Pancasila.

Penegasan ini disampaikan Wakil Ketua MPR RI Dr.H.M. Hidayat Nur Wahid MA, secara daring saat menyampaikan Sosialisasi Empat Pilar di hadapan pengurus dan simpatisan PKS Provinsi Jambi, Sabtu (30/10/2021).

Ikut hadir pada acara tersebut, Anggota MPR RI FPKS Ahmad Syaikhu, Ketua BPW Sumbagsel, Dr. Ir.H.Ahmad Junaidi Auli, MM, Ketua MPW PKS Jambi, H. Syafrudin Dwi Apriyanto, S.Pd, Ketua DSW PKS Jambi, H.Muh. Jayadi,S.Pt, Ketua DPW PKS Jambi, Heru Kustanto, Ketua DPD, DPC dan Dpra PKS se-Provinsi Jambi.

Salah satu bukti keterlibatan tokoh-tokoh agama Islam dalam penyusunan dasar dan ideologi Pancasila itu, jelas Hidayat adalah digunakannya terminologi Alquran, hadis serta bahasa Arab untuk menyusun sila-sila dalam Pancasila. Seperti Ketuhanan yang Maha Esa yang berarti ajaran Tauhid. Kata adil dan beradab pada sila kedua diambil dari terminologi Alquran dan As-sunah, juga kerakyatan dan perwakilan pada sila keempat serta kelima yang merupakan istilah dalam bahasa Arab.

“Penggunaan kata-kata tersebut, tidak mungkin dilakukan oleh orang awam. Bahkan, istilah itu memperlihatkan bahwa pengusulnya memiliki pengetahuan dan wawasan yang sangat kuat terhadap Al-Qur’an, Hadis dan bahasa Arab. Dan itu hanya mungkin dilakukan oleh para ulama dan tokoh agama Islam,” katanya lagi.

Melihat rentetan fakta sejarah, sumbangsih para ulama baik di BPUPK, Panitai Sembilan maupun PPKI terhadap bangsa dan negara Indonesia, menurut Hidayat sudah semestinya umat Islam berada di garda terdepan dalam upaya-upaya mempertahankan dan melaksanakan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

“Bukan malah mengkafirkan atau membid’ahkan Pancasila dan UUD NRI 1945. Karena tidak semua yang tidak ada di zaman Nabi bisa dikategorikan bid’ah. Ini adalah urusan muamalah, bukan aqidah maupun ibadah. Jadi tidak bisa dikatakan bid’ah. Apalagi sesuatu yang belum ada dizaman Nabi, tidak serta Merta masuk kategori bid’ah. Televisi dan internet misalnya, tidak ada dizaman Nabi, bahkan diciptakan oleh orang barat, itupun tidak bisa dibid’ahkan,” kata dia.

Indonesia kata HNW sapaan Hidayat Nur Wahid bukanlah negara yang berdasar Agama. Tetapi Indonesia juga bukan negara yang mendasarkan dirinya pada komunis maupun ateis. Ini ditegaskan pada sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila pertama Pancasila ini diterjemahkan oleh Ki Bagus Hadikusumo sebagai ketauhidan, atau pengakuan terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha Esa.

Sementara itu, Anggota MPR RI FPKS Ahmad Syaikhu menegaskan sosialisasi Empat pilar tetap penting dilaksanakan. Meskipun kadang terdapat pengulangan dalam pelaksanaannya. Karena untuk membangun peradaban dibutuhkan estafeta. Empat Pilar yang terdiri dari Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika diharapkan bisa menjadi guide bagi penerus bangsa dalam mencapai cita-citanya.

“Para pendiri bangsa membutuhkan waktu yang lama, dengan proses yang rumit untuk menghasilkan Pancasila. Setelah proses yang sulit itu selesai, ditandai dengan kesepahaman, itulah bukti kebesaran jiwa para pendiri bangsa. Dan kita sebagai generasi penerus, wajib mempertahankan dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari,” kata Ahmad Syaikhu menambahkan. (Jal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *