HNW Ingatkan Yaqut, Kemenag Tidak untuk Diklaim

by
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA prihatin terhadap munculnya wacana pembubaran Kementerian Agama (Kemenag), buntut dari pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas bahwa keberadaan Kemenag adalah hadiah khusus untuk Nahdlatul Ulama (NU), bukan untuk umat Islam secara umum.

“Pernyataan Menag tersebut, sekalipun dilakukan dalam forum internal (tapi dipublikasikan), tidak sejalan dengan spirit inklusifitas dan moderasi Islam yang selalu disuarakan oleh Menag. Apalagi dengan pernyataan bahwa dirinya bukan Menteri Agama Islam, tapi Menteri untuk semua Agama,” kata Hidayat melalui keterangan tertulisnya, Rabu (27/10/2021), mengkritisi pernyataan Menag Yaqut Cholil Qoumas sekaligus mengklarifikasi polemik yang berkembang akibat pernyataannya tersebut

Menurut HNW sapaan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, klarifikasi dari pernyataan tersebut tidak memadai untuk mengkoreksi potensi terjadinya eksklusifitas yang bisa mengarah kepada laku yang tidak moderat. Juga berpotensi memecah belah ormas-ormas Islam di Indonesia yang para tokohnya juga terlibat dalam persidangan BPUPK dan PPKI terkait Piagam Jakarta.

Juga persidangan di BK KNIP sehingga usulan KH Soleh Suaidy (alIrsyad / Masyumi), KH Abu Dardiri (Muhammadiyah/Masyumi) dari KNI Banyumas didukung oleh M Natsir (Persis/Masyumi), Dr Mawardi, M Karto Soedarmono (KNIP), bisa mengalahkan argumentasi para penolak adanya Kementerian yang khusus mengurusi Agama. Seperti J Latuharhari, dan Ki Hajar Dewantara.

Mestinya, lanjut HNW, kegigihan memperjuangkan hadirnya Kementerian Agama, serta kenegarawanan dan sikap inklusif dari para tokoh Ormas Islam, NU, Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis, maupun Partai Islam Masyumi, yang berjuang bersama sehingga Presiden Soekarno, menyetujui diadakannya Departemen (Kementerian) Agama diajarkan kepada para Santri, baik yang bacaannya Kitab Kuning maupun Kitab Putih. Baik dalam forum internal maupun eksternal. Karenanya wajar kalau pernyataan kontroversial Menag tersebut dikoreksi oleh Pimpinan NU.

“Sekjend PBNU (KH Helmi Faishal Zaini) dan Ketua MUI berlatar belakang NU, yakni KH Chalil Nafis PhD secara terbuka, mengkoreksi statement bahwa Kemenag sebagai hadiah khusus untuk NU. Reaksi kritis juga disampaikan oleh tokoh-tokoh dari Ormas-Ormas Islam lainnya, juga dari kampus dan Partai-Partai. Seperti PPP, Gerindra dan PKS,” ujarnya.

Merujuk ke beberapa literatur sejarah, kata HNW Presiden Soekarno pernah menunjuk KH Wahid Hasyim dari NU sebagai Menteri Negara urusan Agama pada 19 Agustus 1945 hingga 14 November 1945. Dalam periode itu, Departemen yang khusus mengurusi Agama belum ada, karena ditolak oleh beberapa pihak seperti J Latuharhari maupun Ki Hajar Dewantara. Tapi kemudian Presiden Soekarno menyetujuinya, setelah diperjuangkan oleh beberapa anggota KNIP dari Partai Masyumi dan dari ormas, seperti Al Irsyad, Muhammadiyah dan Persis.

Akhirnya Pemerintah mengeluarkan Penetapan Pemerintah No. 1/S.D. pada 3 Januari 1946 yang memutuskan mengadakan Departemen (nanti menjadi menjadi Kementerian) Agama dan mengangkat HM Rasyidi (yang dikenal sebagai tokoh dari Muhammadiyah) sebagai Menteri Agama pertama sesudah diresmikannya Departemen Agama. Hari itulah, 3/1/1946, ditetapkan menjadi hari lahir Departemen (Kementerian) Agama, yang setiap tahunnya diperingati di Kemenag.

“Jadi, Presiden Soekarno lah yang membuat Ketetapan tentang Depag, maupun para pengusulnya di KNIP, serta HM Rasyidi tokoh Muhammadiyah yang diangkat sebagai Menag. Bahkan KH Wahid Hasyim yang sebelumnya diangkat oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Negara urusan Agama, tidak pernah mengklaim baik dalam forum tertutup maupun terbuka, bahwa Depag adalah hadiah khusus untuk ormas tertentu, dan bukan untuk umumnya Umat Islam,” sebutnya.

Kesepakatan adanya Departemen Agama ini, masih menurut HNW agar agama dan umat beragama di Indonesia dapat diurusi oleh Departemen/Kementerian secara tersendiri. Kenegarawanan para Bapak Bangsa dan Menteri-Menteri Agama pada zaman perjuangan itulah yang menghadirkan sikap negarawan inklusif, toleran, moderat dan berukhuwah.

“Terbukti bahwa para Ulama dan Santri dari beragam Ormas dan Orpol Islam bisa menerima latar belakang Menag yang juga beragam, tidak khas dari Ormas tertentu saja. Ada dari Muhammadiyah, NU, Syarikat Islam, bahkan dari Partai Politik sepeti Masyumi. Belakangan bahkan ada dari intelektual kampus, juga dari TNI. Mereka bisa saling menghormati, bukan saling mengklaim atau menegasikan. Jadi yang paling utama adalah merelasasikan tujuan dihadirkannya Depag, bukan klaim hadiah khusus untuk Ormas tertentu yang memantik tuntutan agar bila demikian, Kemenag dibubarkan saja.” tegasnya.

Karena itu, Hidayat mengingatkan agar para pejabat dan Umat termasuk kalangan Santri, mengkaji kembali sejarah serta latar belakang lahirnya Departemen Agama, juga Kementerian Agama. Faktanya, Kementerian Agama (Kemenag) lahir berkat perjuangan tokoh-tokoh Bangsa dari beragam latar belakang.

“Berdirinya Kementerian Agama, membawa tugas untuk mengurusi Agama secara spesifik. Dan untuk menjadi milik bangsa Indonesia secara umum. Serta merupakan konsekuensi logis dari kesepakatan para Pendiri Bangsa bahwa finalnya Pancasila adalah dengan menerima kompromi sila pertama Pancasila menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa,” demikian Hidayat Nur Wahid. (Jal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *