Kekeliruan yang Dinilai Penasehat Hukum Alex Wijaya dan Ng Meiliani di Replik Jaksa

by
Tim penasehat hukum terdakwa Alex Wijaya dan Ng Meiliani membacakan duplik di hadapan majelis hakim PN Jakarta Utara

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dengan terdakwa Alex Wijaya dan Ng Meiliani kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Kali ini, tim penasehat hukum terdakwa menyampaikan duplik atau tanggapan atas replik jaksa.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Tumpanuli Marbun, SH, tim penasehat hukum menyampaikan kekeliruan jaksa yakni karena menyatakan Alex Wijaya mengakui sebagai pemilik kartu kepemilikan senjata api di persidangan.

“Faktanya Alex Wijaya sudah membantah di muka sidang atas kartu yang memuat fotonya. Bahkan tidak tahu siapa yang menaruh fotonya di kartu itu,” terang tim penasehat hukum terdakwa yang terdiri dari VMF Dwi Rudatiyani, SH; Efendi Lod Simanjuntak, SH; dan Johan Pratama, SH, Senin (30/8/2021).

Oleh karena itu, penasehat hukum terdakwa sangat keberatan atas foto kartu kepemilikan senjata api yang memuat foto terdakwa tersimpan di HP milik pribadi jaksa penuntut umum dijadikan sebagai bukti untuk membuktikan dakwaannya.

“Karena foto kartu itu tidak pernah dijadikan sebagai barang bukti dalam perkara a quo, maka keberatan kami ini beralasan secara hukum,” tegas penasehat hukum.

Menyikapi dakwaan jaksa yang menyebut seakan-akan PT Innovac perusahaan “fiktif” atau “bohongan” dan tidak bonafid, menurut penasehat hukum, tidak dapat dibuktikan.

“Buktinya terdakwa memiliki sekitar 1000 orang karyawan yang tersebar di pabrik di Pasuruan, Bogor, Surabaya, juga di Karawang. Jadi PT Innovac bukan perusahaan abal-abal atau fiktif,” papar penasehat hukum.

Pemberian Rp 22 miliar oleh korban Netty Malini kepada PT Innovac melalui terdakwa sebagai hubungan pinjam meminjam dan bukan investasi, menurut penasehat hukum terdakwa telah terbukti dengan pengakuan korban sendiri melalui kuasa hukumnya.

“Sudah diakui korban melalui kuasa hukumnya pada saat proses PKPU dan kepailitan. Dimana korban terdaftar sebagai kreditur konkuren di PN Niaga Surabaya,” lanjut penasehat hukum.

Juga, lanjut penasehat hukum terdakwa, utang piutang itu telah diakui saksi James Yulianto, tim kurator di persidangan yang mengatakan piutang korban Rp 22 miliar disetujui tim kurator.

“Itu sebagai utang PT Innovac. Dengan kata lain, andaikata tagihan korban kepada PT Innovac tidak berdasarkan bukti yang sah, maka tim kurator akan menolak tagihan tersebut,” paparnya.

Sedangkan dasar penasehat hukum terdakwa menyebut uang korban yang ada di PT Innovac melalui Alex Wijaya merupakan pinjam meminjam dan masuk ranah keperdataan, sebab semua uang itu digunakan untuk keperluan perusahaan.

“Karena sejumlah Rp 22 miliar itu ditransfer langsung oleh korban ke rekening PT Innovac,” katanya.

Terkait keterangan saksi Budianto Salim yang menyebut melihat dan mendengar pertemuan korban dan Alex Wijaya serta Ng Meiliani di Mal Senayan City dan Emporium Mal Pluit atas dugaan penawaran investasi serta draft akta RUPS PT Innovac, menurut penasehat hukum terdakwa hal itu tidak dapat dibuktikan.

“Tidak ada bukti untuk mengkonfirmasi adanya pertemuan itu. Sedangkan saksi merupakan staf korban. Tentu sulit dipercayai keterangan saksi. Jadi tidak memenuhi Pasal 183 KUHP,” kata penasehat hukum.

Di akhir dupliknya, tim penasehat hukum kedua terdakwa dengan tegas menolak tanggapan (replik) jaksa.

“Kami tetap pada dalil-dali semula dan petitum sebagaimana di pleidoi,” ujar tim penasehat hukum kedua terdakwa.

Sebelumnya, jaksa Rumondang Sitorus, SH menuntut terdakwa Alex Wijaya selama 3 tahun dan 6 bulan penjara. Sedangkan Ng Meiliani dituntut selama 3 tahun penjara. (Sormin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *