MAKI: Pinangki Belum Diekseksi, Bukti Jaksa Agung Lakukan Disparitas Penegakkan Hukum

by
by

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Perlakuan istimewa terhadap mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari masih saja terjadi. Buktinya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hingga kini belum mengeksekusi terpidana Pinangki atas kasus suap Djoko Tjandra, dan kini masih meringkuk di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Cabang Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Pusat.

Padahal Pinangki seharusnya sudah dipindahkan ke Rutan Kelas IIA Pondok Bambu, Jakarta Timur. Karena itu menimbulkan pertanyaan publik, ada apa dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Pinangki.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai, bahwa perlakuan spesial penahanan Pinangki tersebut merupakan bentuk disparitas penegakan hukum yang dilakukan Jaksa Agung ST Burhanuddin dan anak buahnya.

Pihaknya pun akan melaporkan informasi tersebut ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan disingkat (Jamwas) dan Komisi Kejaksaan (Komjak).

“Jelas kejaksaan melakukan disparitas penegakan hukum. Kami akan lapor Jamwas dan Komjak atas perkara ini,” kata Boyamin dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Minggu (1/8/2021), di Jakarta.

Dia mendesak agar Pinangki sebagai terpidana harus segera di eksekusi ke Rutan Pondok Bambu.

“Saya menduga bahwa kekhawatiran bahwa ada hal yang sengaja ditutupin adalah benar adanya,” tandasnya.

Sebelumnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Pinangki Sirna Malasari 10 tahun penjara dan dihukum membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada sidang banding Senin 14 Juni 2021 lalu telah memangkas hukuman Pinangki, dari 10 tahun menjadi empat tahun penjara. Salah satu alasan hakim adalah, karena terdakwa sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.

Disisi lain, pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) juga memutuskan untuk tidak mengajukan kasasi terkait dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memotong hukuman mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.

Tak hanya itu, imbas dari putusan tersebut, hukuman Djoko Tjandra selaku pihak yang melakukan penyuapan pun dipangkas menjadi 3,5 tahun penjara.

“Sebenarnya sumber masalahnya adalah keengganan Jaksa Agung Burhanuddin yang memerintahkan jaksa penuntut umum untuk mengajukan kasasi dan terkesan menurut saya bahkan ini tidak disuruh. Ini berarti bisa jadi malah dilarang untuk mengajukan kasasi,” ujar Boyamin.

Menurutnya, selama ini Jaksa Agung diam seribu bahasa, padahal banyak desakan dan bahkan sudah ia laporkan kepada presiden. Yaitu untuk memerintahkan Jaksa Agung mengajukan kasasi.

“Tapi nyatanya tidak kasasi dan yang memberikan jawaban hanya Kajari Jakarta Pusat, yang mengatakan tidak ada alasan untuk mengajukan kasasi. padahal banyak alasan untuk mengajukan kasasi kan,” katanya.

Dia pun mengatakan bahwa hal itulah yang harus dikembalikan pada sumber permasalahan, yaitu persoalan Jaksa Agung yang tidak memerintahkan kasasi.

“Itu yang harusnya kemudian Presiden, ya mau ndak mau saya usulkan untuk mencopot Jaksa Agung karena tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat,” katanya. Oisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *