Laksanakan Aturan PPKM Secara Tegas

by
Steven Setiabudi Musa

KEGADUHAN akibat meningkatnya yang terpapar virus Covid-19 di DKI Jakarta sekarang ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika penguasa wilayah menerapkan aturan yang ada dengan tegas, tanpa kompromi.

Sudah dapat diperkirakan sebelumnya akibat libur lebaran maka yang terpapar Covid-19 akan meningkat di Jakarta, karena banyak anggota masyarakat yang mudik ke kampung halamannya meskipun sudah di larang.

Ditambah lagi masih banyak anggota masyarakat yang tidak patuh dengan Protokol Kesehatan (3M) yang telah dicanangkan.

Masih banyak kita temukan masyarakat yang tidak menggunakan masker jika ke luar rumah, masih terjadi kerumuman di mal, cafe atau tempat belanja atau pasar tradisional. Begitu juga dengan acara pesta, atau makan bersama. Bagaimana dengan mencuci tangan pakai sabun, yang ini paling sulit dikontrol, karena sangat tergantung pada kesadaran masing-masing.

Mengapa demikian? Padahal aturan sudah dikeluarkan melalui PSBB yang terus di perpanjang beberapa kali dan sekarang dengan PPKM. Apalagi aturan 3 M yaitu Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Menghindari Kerumunan, selalu tidak diterapkan dengan patuh.

Aturan memang sudah dikeluarkan demikian juga sanksi bagi yang tidak menuruti aturan tersebut. Tapi bagaimana penerapan sanksi tersebut. Itu yang perlu dipertanyakan.
Penerapan sanksi masih sangat lemah.

Aparat yang berada di lapangan tentu saja tidak menerapkan sanksi dengan tegas karena mereka juga tidak di bayangi sanksi jika tidak menerapkan sanksi sesuai dengan aturan yang sudah dikeluarkan.

Aparat bersikap longgar menerapkan aturan jika mereka juga tidak dikenakan sanksi jika tidak mengenakan sanksi bagi para pelanggar aturan. Jadi semua harus bertindak tegas, tidak ada toleransi dalam menerapkan aturan yang telah ditetapkan.

Sebagai contoh, pemeritah telah mengeluarkan larangan mudik dan memperpendek liburan Lebaran tahun 2021. Masyarakat menggunakan akalnya dengan mudik sebelum tanggal larangan berlaku.

Malah banyak yang lolos mudik pada tanggal larangan diberlakukan. Mengapa bisa? Karena tidak adanya penerapan sanksi yang tegas terhadap mereka yang melanggar aturan larangan mudik tersebut.

Yang diumumkan adalah berapa banyak kendaraan yang diputarbalik tidak boleh mudik, tapi berapa banyak yang lolos tidak ada data yang jelas. Padahal yang lolos jumlahnya berkali-kali lipat  lebih banyak daripada yang disuruh putar balik.

Begitu pula dengan yang lolos melalui jalur penerbangan, dengan syarat memiliki hasil negatif tes antigen atau tes swap tentu dicurigai apakah telah diterapkan dengan tegas. Apalagi beberapa waktu yang lalu ditemukan pemalsuan surat hasil tes antigen.

Pelakunya sudah ditindak tegas, tapi apakah tidak ada lagi petugas yang demikian?
Belum lagi di daerah, pejabat berkuasa bisa saja memerintahkan pelaksana tes antigen dan swap mengeluarkan hasil tes negatif tanpa melakukan tes agar mengingat biasa tes antigen dan swap cukup mahal. Itu bisa saja terjadi di daerah tertentu tanpa memikirkan dampaknya jika yang menggunakan surat keterangan tes yang aspal (asli atau palsu) tersebut.

Kita bisa saja marah kepada otorisat Bandara Hongkong yang melarang Garuda Indonesia membawa penumpang ke Hongkong karena menemukan bebarapa penumpang hasil tesnya positif, padahal mereka telah mengantongi keterangan negatif dari Indonesia. Kita tidak boleh diam, tapi harus mencari tahu dari mana mereka mendapat surat keterangan tes negatif tersebut, dan itu sebenarnya tidak sulit.

Sekarang Pemprov DKI Jakarta telah mengeluarkan Kepgub Nomor 796 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Berbasis Mikro yang berlaku di Jakarta hingga 5 Juli 2021.

Sebelas poin kegiatan diatur dalam Kepgub tersebut. Berlaku diseluruh DKI Jakarta, tidak tergantung zonasi berdasarkan kasus Corona di wilayahnya. Yang diatur salah satu adalah Work From Home (WFH) di seluruh Jakarta sebesar 75 persen, hanya 25 persen karyawan yang bekerja ke kantor. Dan ini berlaku di tempat kerjas swasta, BUMN atau BUMD dan instansi pemerintah.

Banyak lagi aturan lain, seperti  kegiatan di pusat perbelanjaan, mal, pusat perdagangan, jam operasional restoran, termasuk juga diatur pelaksanaan ibadah. Apakah PPKM ini akan dipatuhi. Semua tergantung kepada disiplin para pelaksana di lapangan. Jika sanksi tegas iterapkan bagi yang melakukan pelanggaran, yakinlah PPKM ini akan berhasil mencegah meningkatnya penyebaran virus Corona.

Begitu juga dengan tes terhadap penumpang pesawat kereta api dan kapal laut, harus dilakukan secara ketat, jangan sampai ada pemalsuan hasil tes atau intervensi pejabat agar surat hasil tes negatif keluar, padahal tidak dilakukan tes.

Tidak boleh ada kelonggaran dalam menerapkan sanksi PPKM ini, karena mengharapkan kesadaran masyarakat  melaksanakan aturan PPKM dan Prokes (3 M) sulit diharapkan. Begitu juga petugas lapangan harus ditindak tegas jika lalai menerapkan aturan yang telah ditetapkan.

Disiplin tinggilah yang dapat mecegah terjadi lonjakan penyebaran virus Corona, meski sekarang telah muncul berbagai varian yang penularannya sangat cepat dan tidak memandang usia.

Selain itu tentunya target jumlah anggota masyarakat yang mendapat vaksin Corona harus dikebut agar terjadi herd imunnity (kekebalan kelompok). Karena hingga saat ini jumlah yang sudah menerima vaksin Covid kedua di Indonesia baru mencapai 12 juta lebih. Menurut para ahli herd immunity akan dicapai jika yang sudah mendapat vaksinasi 70 persen atau lebih dari jumlah penduduk.

*Steven Setiabudi Musa* – (Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan) 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *