Catatan Hitam Penyelenggaraan Pilkada Kalimantan Selatan

by
Surat suara Pilkada.
M. Solikin.

Oleh: Muhammad Solikin (Penggagas dan Pendiri Forum Peduli Banu (FPB) Kalsel)

MASYARAKAT Kalimantan Selatan (Kalsel) di kejutkan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu membatalkan pengumuman pemenang Pemilihan Gubernur (Pilgub) dan memerintahkan untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dibeberapa daerah di Kalsel. Hal tersebut merupakan justifikasi adanya kecurangan dan ketidak profesionalan pelaksanaan Pilkada di Kalimantan Selatan, khususnya Pemilihan Gubernur.

Yang lebih memprihatinkan dan sangat memalukan, adanya putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap unsur penyelenggara pemilu di Kalimantan Selatan yaitu Badan Pengawasan Pemiluhan Umum (Bawaslu) Kalimantan Selatan, berdasarkan hasil sidang di Jakarta dan sidang ditempat (sidang pemeriksaan di Daerah dan sidang jarak jauh melalui teleconference), dalam perkara pengaduan dari salah satu kontestan Pilgub Kalsel, DKPP memutuskan 5 orang Komisiner Bawaslu Kalsel sebagai berikut :

1. Terbukti melakukan Pelanggaran Etik
2. Tidak Profesional
3. Tidak terbuka

Putusan tersebut merupakan kenyataan pahit dan mencoreng kualitas Bawaslu sebagai pengawas dan wasit dalam pelaksnaan kontestasi pilkada. Akibat dari tindakan 5 Komisioner Bawaslu Kalsel tersebut, masyarakat dan negara dirugikan karena penyelenggaraan Pilkada yang jujur, adil dan terbuka tidak terealisasi. Yang lebih fatal, negara harus menyediakan dan menggelontorkan dana yang besar untuk pelaksanaan PSU akibat kelalian mereka (Bawaslu), dan bagi masyatakat Kalsel harapan terpilihnya pemimpin yang berkualitas tidak tercapai.

Dalam putusan DKPP tersebut kelima komisioner Bawaslu, yaitu Erna Kasypiah (Ketua), Iwan Setiawan, Aries Mardiono, Azhar Ridhanie, dan Nur Kholis Majid hanya diganjar dengan peringatan.

Dilihat dari dampak dan peran krusial Bawaslu, sanksi peringatan belum cukup di berikan ke mereka. Sebagai orang yang diberi amanah oleh rakyat dan negara, untuk melakukan pengawasan dan menjadi wasit, ternyata mereka menghianti amanah tersebut.

Dilihat dari aspek moral, mereka sudah tidak pantas dan tidak layak mengemban tugas tersebut, karena komponen utama seseorang layak di jadikan wasit harus memiliki integritas tinggi dan profesional. Bisa dibayangkan jika wasitnya tidak profesional, minim etika dan tidak netral maka akan jadi bencana terhadap suatu event kontestasi.

Bagi masyarakat kita tidak cukup hanya menerima sanksi peringatan bagi kelima Komisioner Bawaslu Kalsel tersebut, mereka patut di black list tidak boleh lagi jadi, dan terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu selamanya di Kalsel. Nama-nama tesebut harus dicatat bagi lembaga atau team recruirment ke depan, masih banyak tokoh Banua yang memiliki integritas dan etik yang lebih baik dan dapat diandalkan.

Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) meminta KPU Provinisi Kalimantan Selatan melakukan pemungutan suara ulang di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS). Sebab menurut majelis hakim konstitusi, ada pelanggaran Pilkada di beberapa TPS tersebut. Keputusan itu mengemuka setelah MK memutuskan menerima sebagian dari gugatan pasangan calon Gubernur Kalimantan Selatan, Denny Indrayana terkait sengketa hasil Pilkada Kalsel 2020.

Sebagaimana yang tertulis dalam putusan-nya, MK memerintahkan kepada KPU Provinsi Kalimantan Selatan untuk melaksanakan pemungutan suara ulang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2020. Dalam putusan itu, MK juga menjelaskan beberapa TPS yang akan dilakukan pemungutan suara ulang. “Seluruh TPS di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Kota Banjarmasin), Kecamatan Sambung Makmur, Kecamatan Aluh-Aluh, Kecamatan Martapura, Kecamatan Mataraman, dan Kecamatan Astambul (Kabupaten Banjar) dan di 24 TPS di Kecamatan Binuang (Kabupaten Tapin).”

Dalam putusannya, MK juga meemerintah KPU Kalsel untuk mengangkat Ketua dan Anggota KPPS serta Ketua dan Anggota PPK baru untuk melakukan pemungutan suara ulang.

Diketahui rekapitulasi Pilkada Kalsel 2020 beberapa waktu lalu, Denny-Difri kalah tak sampai 1 persen dari lawannya, Sahbirin Noor dan Muhidin. Sahbirin-Muhidin yang diusung koalisi Partai Golkar, PAN, PDIP, PKB, Nasdem, PKS, PKPI, PSI, Perindo, dan PBB, mendapatkan 851.851 suara atau 50,24 persen. Sedangkan Denny-Difri yang diusung Partai Gerindra, PPP, Demokrat dan Berkarya, mendapatkan 843.695 suara atau 49,76 persen. Sahbirin unggul di lima daerah, sedangkan Denny unggul di delapan daerah. Namun dengan keputusan MK ini, keunggulan Sahbirin atas Denny otomatis dibatalkan. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *