Transformasi Polri Menuju Presisi Sukses, Ahli Pidana Apresiasi Kinerja 100 Hari Kapolri

by
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Transformasi Polri menuju prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan (PRESISI), yang digagasan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, telah membentuk berbagai program terobosan yang mengarah pada polisi sebagai aparatur penegak hukum di masa depan. Dan ini merupakan bagian dari kesuksesan mantan Kabareskrim Polri membuat perubahan fundamental dalam tubuh Polri.

“Kinerja 100 hari kepemimpinan Jenderal Sigit ini patut mendapat apresiasi,” kata ahli pidana dari Universitas Dwipayana, Firman Wijaya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/5/2021).

Perubahan fundamental paling terlihat, menurut Firman adalah bergesernya penilaian kinerja dari basis statistik menjadi basis dampak terhadap masyarakat. Bergesernya orientasi kerja Polri ini, turut menyumbang budaya tertib hukum di masyarakat, sehinga hukum dapat hidup sebagai norma aturan dalam membangun ketertiban sosial.

“Dengan upaya-upaya dasar yang dibentuk ini, kedepannya cara pandang bangsa terhadap institusi kepolisian akan terus berkembang sesuai konteks zaman,” katanya.

Firman mencontohkan, kejahatan sebagai sebuah fenomena sosial terus berkembang sesuai perubahan masyarakat. Karena itu, perangkat hukum dan polisi sebagai penegak hukum harus beradaptasi agar hukum selalu melingkupi semangat zaman.

“Saya melihat misalnya, penguatan Polri dalam bidang siber telah membuka perspektif baru tentang penegakkan hukum atau gakkum. Dan ini masih merupakan proses pencarian format yang belum selesai,” jelasnya lagi.

Penulis buku ‘Whistle Blower Dan Justice Collaborator Dalam Perspektif Hukum’ itu menambahkan, terobosan paling seksi dan mengemuka dalam program Kapolri Listyo Sigit juga berupa penerapan keadilan restoratif atau restorative justice. Upaya ini, kata dia, diterapkan dalam delik Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang mengedepankan proses dialog dan mediasi antara korban dan pelaku.

“Upaya ini mengetengahkan delik aduan. Yang mana, hanya korban yang boleh membuat laporan kepolisian pada kasus ujaran kebencian, hoaks maupun penghasutan SARA di dunia maya,” kata Firman seraya meyakini setelah ada penerapan keadilan restoratif, angka kejahatan ujaran kebencian pasti menurun. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *