Gus Jazil: Perguruan Tinggi Garda Terdepan Tangkal Radikalisme

by
Wakil Ketua MPR RI dari F-PKB, Jazilul Fawaid. (Foto: Humas MPR)

BERITABUANA.CO, SURABAYA – Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan, radikalisme sering kali dimulai dari pemikiran kritis yang selalu merasa benar sendiri sedangkan pihak lain selalu salah.

Inilah yang disebut sebagai kelompok ekstremis, sedangkan radikalisme yang berlanjut dengan tindakan maka disebut terorisme.

Karena itu, kampus yang merupakan tempat bagi kelompok kritis, harus menjadi garda terdepan dalam menangkal paham radikalisme.

“Kritisisme di kampus harus diarahkan pada kebaikan, bukan diarahkan kebencian pada negara, pemimpin dan kelompok tertentu. Karena itu, perguruan tinggi harus menjadi garda terdepan menangkal radikalisme,”kata Jazilul saat menyampaikan sambutan pada Kuliah Umum: Menangkal Radikalisme di Perguruan Tinggi di Kampus Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Surabaya, Rabu (7/4/2021).

Dikatakan Gus Jazil- sapaan akrab Jazilul Fawaid- kelompok radikalis biasanya selalu merasa benar sendiri dan sering menilai kelompok lain, terutama negara dan pemimpin pada posisi yang selalu tidak adil, inilah bibit-bibit radikalisme. Nah, interupsi atas ketidakadilan seringkali hadir dari lingkungan kampus. “Pada era Reformasi, Soeharto dianggap tidak adil. Aktivis mahasiswa kala itu menuntut penghapusan KKN. Tetapi ini pada konteks kritisisme,”paparnya.

Karena itu, pihaknya berharap agar kampus memberikan perhatian pada potensi munculnya paham-paham radikal yang memang sering diawali dari pemikiran yang kritis namun tidak terarah dengan baik. Sebab, sambung dia, sikap kritis di kampus memang sudah menjadi keharusan, namun kritis yang diarahkan pada kebaikan, bukan pada kebencian terhadap negara, pemimpin, atau kelompok tertentu.

Gus Jazil mengaku senang karena Unesa yang menjadi kampus pencetak para tenaga pendidik, tidak masuk dalam daftar 10 kampus di Indonesia yang terpapar paham radikalisme. Dia mengingatkan bahwa radikalisme kerap kali masuk melalui pendekatan tarbiyah atau pendidikan.

Dirinya mengaku miris karena belakangan mulai muncul tren mereka yang terpapar paham radikalisme justru dari kelompok perempuan. Seperti yang terjadi pada kasus bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makassar, belum lama ini. “Ini lebih berat lagi. Karena saya orang politik, mana yang lebih fanatik pemilih perempuan atau laki-laki? Jawabannya perempuan. Kalau paham radikalisme ini masuk di kalangan perempuan, lebih bahaya lagi,”sebut dia.

Oleh karena itu, Gus Jazil berharap Unesa bisa menjadi contoh kampus yang membuat program khusus bagi anak didik yang memiliki kompetensi, namun aman dari pemikiran radikal dan tindakan yang mengarah pada terorisme.

Sebenarnya pikiran radikal itu, lanjut dia, selalu ada pada setiap zaman. Bahkan sejak zaman nabi, akar dari radikalisme itu ada kemiripan, yakni pikiran yang keras dan selalu merasa benar sendiri.

”Pikiran radikal dengan selalu menyalahkan yang lain bisa jadi ekstremis. Kalau dengan tindakan itu menjadi teroris. Akar musabab radikalisme adalah merasa superioritas, lebih pintar, lebih hebat dari yang lain. Ini disebut takfiri, mengkafirkan, merendahkan yang lain. Mereka yang di luar kelompoknya itu salah,”pungkasnya. (Jal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *