Ribut-Ribut Soal Wacana 3 Periode Masa Jabatan Presiden, Fahri Hamzah: Jangan Over Acting Menyikapinya

by
fahri, setneg, jokowi-fahrih3-ist
Mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah bersama Presiden Jokowi. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Ribut-ribut soal wacana penambahan masa jabatan presiden dari dua menjadi tiga periode yang kembali mengemuka, menjadi sorotan serius Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019, Fahri Hamzah. Denhan keyakinannya, dia menduga kalau wacana (tiga periode) tersebut bukan berasal dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), karena itu sulit mengkonfirmasi kepada siapa.

“Dugaan saya (kalau kita tidak naif), ini kemudian menjadi berita di sosial media yang sudah sering terjadi, dan kita over acting dengan berita-berita itu. Atau yang kedua memang ada kelompok yang menghembuskan isu ini, untuk kepentingan kelompoknya tentu,” kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/3/2021).

Dan kalau yang kedua ini, menurut Fahri yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, memang perlu ditelusuri, siapa mereka ini dan untuk apa merancang hal-hal yang seperti ini.

“Itu lah yang saya kira harus kita lacak sekarang ini. Sebab kalau dari presiden sendiri tidak mungkin. Mengapa? Saya sendiri pernah dua kali bertanya langsung kepada presiden soal ini sebelum berakhir jabatan, dan jawabannya bulat, beliau (Jokowi) katakan tidak ingin dikenang sebagai orang yang menginginkan jabatan kembali. Apalagi itu memerlukan perubahan konstitusi,” kata Fahri mengutip jawaban Presiden Jokowi.

Fahri melihat, ada kebiasaan jelek, karena semua isu termasuk yang tidak datang dari pihak yang legitimate pun dibesar-besarkan. Padahal ini sebenarnya sudah selesai sampai ditingkat presiden, karena bukan isu yang bersumber dari presiden. Karena itu, dia meminta para elite negeri ini jangan sibuk atas sesuatu yang sebenarnya bukan bersumber dari sumber yang sebenarnya.

“Apalagi kemudian ikut-ikutan mengangap Jokowi yang bersalah. Padahal, sebenarnya perubahan konstitusi itu nyaris tidak di tangan presiden, melainkan ditangan MPR. Karrena itu, kalau pun toh ada, presiden disitu hanya terlibat diujung dia ketika MPR sudah mengajukan perubahan. Tapi, presiden tidak ikut,” terangnya.

Berbeda dengan perubahan undang-undang, yang menurut dia, itu bisa merupakan inisiatif presiden, bisa juga merupakan perppu. Tetapi, kalau merubah yang namanya periodesasi presiden Republik Indonesia itu urusannya dengan konstitusi, bukan dengan undang-undang.

“Jadi saya kira, kita lah yang harusnya tepat untuk mengambil kesimpulan bahwa ini bukan berasal dari sumber yang legitimate. Gitu loh. Karena memang disayangkan juga dari juru bicara Istana memang dengan mantab menjawabnya itu, sehingga menciptakan spekulasi yang berlanjut,” katanya.

Terakhir Fahri menyarankan, ketimbang meributkan hal yang belum tentu kepastiannya, sekarang ini sebaiknya fokus persoalan yang ada di depan mata, karena ada banyak isu penting yang harus dihadapi dan diharapkan bisa diatasi bersama, yakni pandemi virus corona atau Covid-19 yang belum jelas kapan berakhirnya, ada bencana alam, krisis kesehatan, ada krisis ekonomi yang akan datang dan mungkin sudah mulai melanda.

“Mestinya isu-isu kemanusiaan lah yang menjadi perhatian kita semua. Jangan lah kita mengambil waktu publik degan isu yang remeh temeh seperti isu periodesasi presiden. Sebaiknya para elite dan kaum intelektual fokuskan perhatian untuk bagaimana Indonesia ini keluar dari berbagai persoalan yang ada di depan mata,” pungkas politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Sehari sebelumnya, Presiden Jokowi memastikan kalau dirinya tidak berminat menjadi presiden untuk 3 periode. Karena itu, dia meminta tak ada kegaduhan baru dengan isu-isu di publik.

“Apalagi yang harus saya sampaikan? Bolak-balik ya sikap saya tidak berubah. jangan membuat kegaduhan baru, kita saat ini tengah fokus pada penanganan pandemi. Jadi sekali lagi saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode. Konstitusi mengamanahkan dua periode. Itu yang harus kita jaga bersama-sama,” tegas Jokowi lewat Youtube Sekretariat Presiden, Senin (15/3/2021).

Bahkan bukan kali ini saja Jokowi menyampaikan soal sikapnya tersebut. Pada 2019, dia juga sudah pernah menanggapi isu serupa, yang kala itu muncul bersamaan dengan usulan amendemen UUD 1945. Pada 2019, Jokowi sudah menegaskan menolak usulan jabatan presiden menjadi tiga periode. Bahkan Jokowi merasa usulan itu seperti hendak menjerumuskannya.

Pada 2021, isu ini muncul lagi setelah politikus Partai Ummat Amien Rais melemparkan kecurigaan Jokowi akan meminta MPR menggelar sidang istimewa. Salah satu agenda sidang istimewa itu adalah memasukkan pasal masa jabatan presiden hingga tiga periode. (Jal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *