Fahri Hamzah ke Menko Polhukam, Cara Pemerintah Melihat Persoalan Perlu Diperbaiki

by
Menko Polhukam Mahfud bersama Waketum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah di Mata Najwa.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Mantan DPR RI Periode 2014-2019, Fahri Hamzah turut menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD soal Din Syamsuddin yang dilaporkan oleh sejumlah alumni ITB yang tergabung dalam Gerakan Anti Radikalisme (GAR) ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku terkait radikalisme.

Melalui akun Twitter peribadinya @Fahrihamzah yang diposting, Senin (15/12/2021), Fahri yang menjabat Wakil Ketua Umum DPN Partai Gerlora Indonesia itu melihat cara pemerintah melihat persoalan perlu diperbaiki, jangan dipersonalisasi.

“Ini bukan soal pak Din dan pak itu atau Pigai dan Abu Janda. Ini soal posisi negara ditengah hingar bingar media sosial. Mengapa “fasilitas” yang meng-“ekstensi” konflik di dunia maya dibiarkan ada?” katanya.

Kepada Prof. Mahfud, Fahri mengatakan, negara sedang bingung dengan warganya yang bising dan bertengkar soal-soal tidak jelas. Padahal negara memfasilitasi panggung gak jelas itu lengkap dengan ‘ring tinju’-nya.

“Udah gitu negara juga nampak berpihak dalam sengketa. Tambah gaduhlah suasana di tengah pandemi corona. Prof (Mahfud), jika negara berhenti memfasilitasi pertengkaran remeh soal percakapan whatsapp dan media sosial, soal anonim memfitnah dan dua tiga individu saling serang di dunia maya, maka damailah negeri ini. Negeri demokrasi memang bising karena bebas, yang penting negara adil,” tegasnya.

Sebab menurut Fahri, respon negara atas kebebasan rakyat termasuk di dunia maya, bukan dengan membawanya ke ruang sidang, tetapi yang lebih penting dan kebanyakan dari itu adalah menjaga kebebasan agar kedua belah pihak bisa saling jawab dan klarifikasi.

“Inilah tangga peradaban. Soal maki-maki dan omong kotor ada di seantero negeri, sejak negara belum lahir, sejak hukum belum ada. Tapi sekarang, karena ia pindah ke dunia maya, secara anonim biar saja. Yang penting semua akan saling jawab. Anonim vs anonim, akun vs akun biarkan saja. Itu ujian kedewasaan,” ujarnya.

Yang penting, tambah Fahri, negara tidak saja harus adil tapi harus nampak adil dan harus memfasilitasi kebebasan warga negara yang berdialog sepanas apapun. Selain itu, negara harus menjaga diri untuk tetap berada di tengah dan jangan ikut-ikutan berbuat salah dalam mengelola.

“Prof, apa yang terjadi di Amerika? Kenapa Trump masih mau di-impeach padahal ia sudah diganti secara konstitusional? Padaha ia bukan presiden AS lagi? Adalah karena seorang presiden menggunakan panggung istana untuk berbohong. Dan itu mencipta pembelahan masyarakat yg dahsyat!” katanya mengingatkan.

Terakhir, Fahru mengingatkan, asalkan istana tidak ikut bikin gaduh, rakyat lebih tahu batas.

“Percayalah, rakyat tak seberapa akibat keributannya. Tetapi pemerintah punya efek yang luar biasa. Karena itu, mari kita mulai menata ruang pikiran publik. Pandemi, krisis ekonomi, bencana dan lain-lain, kita hadapi bersama,” tutup politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.

Sebelumnya dalam tulisannya di akun Twitter-nya peribadinya, Mahfud MD mengatakan jika pemerintah tidak pernah menganggap Din Syamsuddin sebagai penganut radikalisme. Bahkan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu kembali menegaskan, sampai sejauh ini pemerintah tidak pernah memiliki rencana untuk memproses hukum sosok mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu. (Kds)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *