Dokter Raisa: Di Pandemi COVID-19, Lebih Baik Lakukan Pencegahan dari Mengobati

by
Jubir Satgas Covid-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru, dr. Reisa Broto Asmoro

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Sejumlah pihak tengah gencar menyiapkan vaksin Covid-19. Di mana, virus corona telah merenggut puluhan juta nyawa manusia di berbagai belahan dunia. Masyarakat diharapkan tidak lengah untuk tetap waspada dan patuh dalam menjalankan protokol kesehatan agar tidak tertular.

Dan perlu diingat, bagi yang sudah terinfeksi dan kemudian sembuh, tidak berarti sudah kebal. Jadi siapa pun harus terus menjaga protokol kesehatan.

Jubir Satgas Covid-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru, dr. Reisa Broto Asmoro, mengatakan dalam situasi wabah penyakit Covid-19 ini, lebih baik melakukan upaya pencegahan daripada mengobati. Meski nantinya vaksin telah tersedia, dia meminta agar masyarakat tetap disiplin melaksanakan protokol kesehatan.

“Kalau kita bisa dapat imunisasi spesifiknya dari vaksin, kenapa harus sakit. Dan kita harus tetap ingat, kita harus tetap disiplin menjaga diri sendiri dan orang lain. Minimal 3M, memakai masker dengan baik dan benar, menjaga jarak aman minimal 1 meter, kemudian mencuci tangan dengan rutin sesering mungkin, idealnya dengan sabun dan air mengalir, minimal 20 detik,” jelasnya dalam Dialog Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru bertema ‘Tata Laksana Vaksinasi di Indonesia’ yang diselenggarakan di Media Center Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), beberapa hari lalu.

Kemudian, Pakar Imunisasi Indonesia, dr. Jane Soepardi, mengingatkan masyarakat agar tak acuh pada upaya penyediaan vaksin Covid-19 terkait dengan penanganan wabah Covid-19 yang tengah dilakukan pemerintah.

“Kalau kita beruntung mendapat imunisasinya dari Covid-19 jangan ditolak. Harus bersyukur kalau kita dapat vaksin ini,” ungkapnya.

Dari berbagai pengalamannya dalam melakukan imunisasi selama puluhan tahun, Jane sepakat bahwa vaksin adalah upaya pamungkas untuk menghentikan penyebaran COVID-19 dan membentuk kekebalan komunal.

“Pengetahuan para ilmuwan saat ini masih sangat terbatas mengenai COVID-19, selalu saja ada yang baru. Kita tidak tahu, misalnya kalau sekarang kita kena Covid-19 dan kebetulan sembuh, kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,” ujarnya.

Dia juga meminta agar masyarakat jangan lengah dengan beranggapan bahwa Covid-19 hanya akan sekali mengidap tubuh manusia yang sudah tertular. Dicontohkannya pada penyakit infeksi cacar air. Penyakit itu tidak hilang, namun malah mengganas seiring bertambahnya umur seseorang.

“Sebagai contoh kita kena cacar air waktu kecil, sembuh. Ternyata virus cacar itu tidur di ganglion saraf. Nanti mungkin 15-20 tahun lagi, tiba-tiba waktu kondisi kita jelek, muncul yang namanya Herpes Zoster (cacar ular) yang sangat sakit,” terangnya.

Pakar vaksinasi ini juga menambahkan, infeksi virus Corona ini sangat cepat. Oleh karena itu, dia mengimbau agar masyarakat tak sembrono dan peduli dengan ketersediaan vaksin nantinya.

“Masyarakat juga harus tahu betul vaksin dengan obat itu tidak sama, berbeda sama sekali. Membuat vaksin itu jauh lebih susah daripada membuat obat. Sudah jadi pun vaksinnya, untuk bisa diterima, itu syaratnya jauh lebih sulit daripada obat. Karena vaksin itu akan diberikan pada orang sehat. Obat itu diberikan kepada orang yang sudah sakit,” terangnya.

“Vaksin hanya bisa diberikan apabila telah terbukti kalau orang sehat yang diberi vaksin tetap sehat. Jadi punya kekebalan,” paparnya panjang lebar. (Rls/Kds)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *