Pakar Hukum: RUU Kejaksaan Harus Mengutamakan Sistem Pengawasan Kewenangan

by
Guru Besar Hukum Pidana, Universitas Indonesia, Prof.Dr. Indriyanto Seno Adji

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Revisi RUU Kejaksaan yang diusung Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sudah sesuai harapan masyarakat dan bertujuan untuk lebih melayani para pencari keadilan, melindungi dan menjaga demokrasi, mencegah penegak hukum jadi alat politik.

Demikian pendapat Prof. Dr Indriyanto Seno Adji, Guru Besar Fakultas Hukum, Universitas Indonesia menyikapi soal RUU Kejaksaan yang kini masih dalam penggodokkan, Selasa (15/09/2020), di Jakarta.

Menurutnya, penegakkan hukum dalam RUU Kejaksaan harus mengutamakan sistem pengawasan kewenangan, sehingga akan teruwujud peradilan pidana secara terpadu.

“Dalam RUU tersebut penegakan hukum harus mengutamakan sistem pengawasan kewenangan, sehingga terwujud sistem peradilan pidana terpadu (Integrated Criminal Justice System/ICJS),” ujar Indriyanto yang juga pengajar Pasca Sarjana di Universitas Indonesia.

Seperti diketahui, Badan Legislatif (Baleg) DPR RI telah mengajukan revisi RUU Kejaksaan. Salah satunya adalah perubahan Pasal 30 ayat (1) huruf (e) yang berbunyi melengkapi berkas perkara tertentu dengan melakukan penyidikan lanjutan dan huruf (f) melakukan mediasi penal.

Selain itu, Pasal 30 ayat (2) yang berbunyi untuk melengkapi berkas perkara, penyidikan lanjutan dilakukan dengan ketentuan (a) dilakukan terhadap tersangka, (b) dilakukan terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat, dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan negara, dan/atau untuk mempercepat penyelesaian perkara, (c) diselesaikan dalam waktu paling lama 30 hari setelah selesainya proses hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang hukum acara pidana dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari.

Revisi juga dilakukan pada Pasal 30 ayat 5 yang mengatur wewenang dan tugas Kejaksaan di bidang ketertiban dan ketenteraman umum yaitu penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan guna mendukung kegiatan dan kebijakan penegakan hukum yang meliputi, kewenangan selaku intelijen penegakan hukum, peningkatan kesadaran hukum masyarakat dan pengamanan kebijakan penegakan hukum.

Selain itu, pengawasan peredaran barang cetakan dan multimedia, pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara, pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, penyadapan dan menyelenggarakan pusat monitoring.

Lebih jauh Indriyanto Seno Adji mengatakan, RUU Kejaksaan secara filosofis yuridis dan juga sisi facet hukum tata negara (HTN) dan hukum pidana memiliki dua aspek yang tidak menyimpangi prinsip due process of law dan masih dalam batas koridor linear ICJS.

Pertama, kata Indriyanto Seno Adji, sistem hubungan wewenang penyidikan dan penuntutan ini justru berkarakter hukum pidana modern yang mengakui adanya Separation Institution of Sharing Powers (Distribution of Powers) antara kepolisian dan kejaksaan, termasuk bentuk tugas dan fungsi kewenangan pro justitia.

Kedua, tambahnya, pemahaman relasi wewenang sistem penyidikan dan penuntutan yang terpisah secara absolut sebagai model separation of power sudah ditinggalkan karena dianggap sebagai definisi tirani dan menyesatkan.

“Karena itu distribusi kewenangan pada ICJS adalah legitimatif terhadap prinsip koordinasi dan kooperasi antara 2 pilar penegak hukum (polisi dan jaksa). Model ini meminimalisasi ego sektoral antara dua lembaga ini,” kata Indriyanto menandaskan.

Menurutnya, polemik ada tidaknya perluasan wewenang pro justitia kejaksaan adalah sesuatu hal yang wajar, asalkan wewenang itu tetap dalam sistem pengawasan dari Lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan sebagai garda pengawasan justitial.

“RUU Kejaksaan kedepan harus menyesuaikan, dan tidak boleh menyimpang dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP),” ujarnya.

Selain itu, kata Indriyanto, andaikata benar ada perluasan wewenang pro justitia, model distribution of powers ini harus tetap berbasis checks and balances system, sehingga prinsip equal arms antara polisi dan jaksa tetap terjaga, misalnya model kordinasi yang baik antara pilar penegak hukum adalah Pasal 50 UU KPK.

“Pilar penegak hukum sebaiknya mengutamakan Sistem Pengawasan Kewenangan sehingga terwujud ICJS sesuai harapan masyarakat,” tutur Indriyanto. Oisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *