Selamat Datang “Janda Bolong”

by
Ade Wardhana, Eksportir tanaman hias

PELAN-pelan Monstrea dan Philodendron meraja seiring kebutuhan pasar global. Sayang, pasokannya masih sangat terbatas.

Sekira tahun 2008, anthurium dan sejenisnya “booming”. Tak sebatas pehobi dan pedagang tanaman hias, “pedagang dadakan” pun ikut bermain karena harga anthurium yang sangat fantastis hingga mencapai ratusan juta per tanaman.

Sekelompok oknum pedagang besar, konon, dituding memainkan Anthurium hingga dijual-beli dengan harga tinggi dan tidak masuk akal! Karenanya, sejak mengeliat selama 4 – 6 bulan, popularitas Anthurium menurun secara drastis, lalu menghilang dari pasaran.

Anthurium itu menggeliat karena, “Jaman itu perkembangan internet dan media sosial belum sepesat sekarang. Mereka bermain di pasar lokal. Sekarang berubah. Kita ‘gak bisa lagi menerapkan model perdagangan seperti jaman dulu di tengah arus globalisasi ini, “ kata Ade Wardhana, Eksportir tanaman hias.

Tak ayal, era digital dan internet mengubah pola konsumsi media dan akses informasi, termasuk pola jual – beli tanaman hias. Era ini pula yang membuka transaksi jual – beli bisa dilakukan secara global ke penjuru dunia. Potensi dan peluang ini yang dimanfaatkan oleh Ade Wardhana.

“Kebutuhan pasar global menantang saya menangkap peluang ekspor tanaman hias seperti jenis Philodendron maupun Monstrea. Sementara ketersediaan pasokannya sangat minim, “ tutur Ade, lulusan IPB Bogor ini.

Di sisi lain, ‘pemain’ tanaman hias Thailand saling intip dengan pemain disini. Konon, Thailand juga belum mampu memenuhi pasokan untuk konsumen dunia yang semakin meningkat seperti negara-negara Eropa, Amerika Serikat hingga Australia. Pemicu demand ini tak lain karena perubahan gaya hidup yang menjadikan tanaman sebagai ornamen atau dekorasi ruangan agar lebih estetis.

“Pasarnya tak lagi lokal atau regional, tetapi pasar tanaman hias ini sudah semakin terbuka secara global, “ jelas Ade Wardhana.

Salah satu tanaman yang diburu adalah Monstera Deliciosa Var, pedagang menyederhanakannya menjadi “Janda Bolong”. Kini, kita membudidaya dan memasoknya, atau cukup menjadi penonton?

Selamat tinggal ‘Gelombang Cinta’, selamat datang Janda Bolong! (burhan nurahman/herlambang)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *