Komisi III DPR RI Cecar Jaksa Agung Terkait Penyebutan Nama Dirinya dalam Renaksi Pinangki

by
Jaksa Agung dan jajarannya saat mengikuti rapat kerja virtual dengan Komisi III DPR RI.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Kalangan Komisi III DPR RI mencecar Jaksa Agung ST Burhanuddin agar menjelaskan soal penyebutan nama Burhanuddin dalam action plan atau rencana aksi (renaksi), yang dijalankan oleh anak buahnya Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam skandal kasus Djoko S Tjandra, yang menghebohkan publik tersebut.

Demikian disampaikan Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Aboe Bakar Alhabsyi dan Anggota Fraksi NasDem, Taufik Basari dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung Burhanuddin serta jajarannya yang digelar secara virtual, Kamis (24/9/2020).

Habib Aboebakar sapaan Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI ini mengatakan, action plan dalam dakwaan Pinangki yang menggemparkan publik itu, tidak hanya nama Jaksa Agung (Burhanuddin) yang dicatut, bahkan muncul nama eks Ketua MA, Hatta Ali.

“Adanya 10 poin action plan yang akan dijalankan Pinangki yang kemudian menghebohkan publik. Di situ ada dua nama besar loh pak, yaitu Ketua MA dan Jaksa Agung,” kata dia.

Untuk itu, Habib Aboebakar mendorong Jaksa Agung untuk memberikan klarifikasi kepada Komisi III DPR. Karena menurutnya, hal ini kesempatan yang baik bagi Jaksa Agung untuk mengklarifikasi namanya.

“Saat ini kesempatan yang bagus untuk bapak untuk menjelaskan memberikan kejelasan dan klarifikasi ini sebaik mungkin. Saya minta kepada bapak menjelaskan hal tersebut,” tambahnya.

Senada dengan Habib Aboebakar, Taufik Basari juga mendorong Jaksa Agung mengklarifikasi segala tuduhan keterlibatan dalam kasus Djoko Tjandra ini. Supaya tidak muncul lagi segala spekulasi di masyarakat.

“Ini kesempatan baik bagi Pak Jaksa Agung untuk memberikan klarifikasi berbagai spekulasi, tuduhan, dugaan perkiraan, dan macam-macam ini. Yang tentunya merugikan Pak Jaksa Agung,” ujarnya.

Terkait hal ini, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Ali Mukartono membenarkan adanya nama Jaksa Agung ST Buhanuddin dalam surat dakwaan Pinangki Sirna Malasari. Menurut Ali, Jaksa Agung tidak pernah menghalang-halangi proses hukum.

“Betul pak nama besar sudah disebutkan dalam surat dakwaan, di sana disebutkan bahwa inisial BR adalah pak Burhanudin itu adalah pak Jaksa Agung saya. Pak Jaksa Agung tidak pernah menghalang-halangi untuk menyebutkan nama itu,” ujar Ali.

Namun, Jampidsus Ali mengatakan kalau action plan ini tidak dijalankan oleh Pinangki. Untuk selanjutnya Ali meminta publik dan DPR menunggu perkembangan jalannya sidang.

“Kemudian Hatta disebut mereka itu adalah eks ketua MA Hatta Ali. tapi dalam action plan ini tidak dijalankan Pinangki oleh karenanya rencana mengajukan fatwa di bulan desember diputus syaratnya oleh Djoko Tjandra nanti kita tunggu perkembangannya di sidang,” ujarnya.

Sebelumnya, Burhanuddin sempat menjelaskan soal perkembangan kasus Pinangki, tanpa menyinggung penyebutan nama Burhanuddin.

“Rabu Kemarin telah dibacakan dakwaan atas nama Pinangki di pengadilan Tipikor Jakpus atas nama Pinangki di pengadilan Tipikor oleh JPU. Sedangkan untuk JST dan AIJ masih dalam proses proses penyidikan. Dalam waktu dekat akan kami serahkan untuk ke tahap satunya,” kata Burhanuddin.

Untuk diketahui, Pada sidang perdana terdakwa Jaksa Pinangki di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (23/9/2020), terungkap dua nama identik dengan Jaksa Agung, dan Hakim MA. Dua nama itu, yakni Burhanuddin, dan Hatta Ali. Nama terakhir, adalah mantan Ketua MA yang pensiun pada 7 April 2020 lalu.

Dua nama itu, terungkap dalam dakwaan, terkait pembeberan rencana Pinangki, bersama tersangka Andi Irfan Jaya, dalam penawaran proposal pembebasan Djoko Tjandra via fatwa MA. Proposal berjudul action plan tersebut, diajukan Pinangki, dan dijelaskan Andi Irfan kepada Djoko Tjandra dengan penawaran senilai 100 juta dolar AS (atau sekitar Rp 1,5 triliun).

Penawaran proposal itu, diajukan Pinangki, dan Andi Irfan, pada November 2019. Namun, negosiasi diantara ketiganya, menghasilkan kepastikan nilai proposal di angka 10 juta dolar, atau sekitar Rp 150 miliar.

Di persidangan, terungkap ada sepuluh tahap proses action plan tersebut. Di beberapa tahap itulah, nama Burhanuddin, dan Hatta Ali terungkap. Namun, dalam dakwaan, tidak disebutkan jabatan detail Burhanuddin dan Hatta Ali. Burhanudin hanya disebutkan sebagai pejabat di Kejakgung, sementara Hatta Ali disebutkan sebagai pejabat di MA. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *