BERITABUANA.CO, JAKARTA — Konsultan Keuangan Asep Dahlan mengkritik rencana Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang akan melaporkan sejumlah pihak ke kepolisian karena dianggap mendorong masyarakat melakukan gerakan gagal bayar (Galbay). Ia menilai langkah tersebut tidak menyentuh akar masalah dan justru berpotensi mengkriminalisasi korban.
“Setiap orang yang sudah tidak bisa bayar dan selalu diteror, diancam oleh debt collector, pasti akan mencari jalan keluar, kadang dalam keadaan panik,” ujar Asep Dahlan saat dimintai tanggapan, Sabtu (14/6/2025).
Menurut dia, banyak masyarakat yang justru menjadi korban penipuan karena kondisi ekonomi yang terdesak. “Ada yang tertipu joki penghapus data pinjaman, ada yang dipaksa deposit terus-menerus dalam modus pinjaman yang tak pernah cair, dan ada juga yang akhirnya mencari bantuan ke konsultan hanya untuk dikuatkan mental saat gagal bayar,” paparnya.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per April 2025 menunjukkan bahwa total akumulasi pinjaman di sektor fintech peer-to-peer lending (P2P lending) mencapai Rp63,4 triliun, dengan tingkat kredit bermasalah (TWP90) secara nasional berada di level 3,46%—melewati ambang batas sehat yang ditetapkan regulator.
“Fakta ini menunjukkan bahwa masalah gagal bayar bukan semata-mata karena niat buruk peminjam, tapi juga karena sistem yang belum sepenuhnya adaptif terhadap kemampuan finansial masyarakat,” tambah Kang Dahlan, sapaan akrab pendiri Dahlan Consultant itu..
Sebelumnya, Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar menyatakan akan menempuh jalur hukum terhadap akun media sosial yang dianggap memprovokasi gerakan gagal bayar. Menurutnya, tindakan itu bisa merusak kepercayaan terhadap industri dan membahayakan keberlangsungan ekosistem fintech.
Perkuat Literasi
Namun Asep Dahlan berpendapat bahwa pendekatan represif berisiko menyasar individu yang justru menjadi korban. “Pemerintah dan AFPI sebaiknya memperkuat literasi keuangan digital, memperbaiki sistem penagihan, serta menyediakan kanal mediasi yang adil bagi debitur yang mengalami kesulitan,” ujarnya.
Ia juga menegaskan pentingnya transparansi dalam proses pemberian pinjaman dan perlindungan konsumen dari praktik intimidatif oleh oknum debt collector.
“Industri ini seharusnya tidak hanya mengejar profit, tetapi juga menjaga keberpihakan sosial. Menangani Galbay dengan cara mengkriminalisasi masyarakat justru kontraproduktif bagi reputasi fintech itu sendiri,” tutupnya. (Ery)