Bukan Rusun Baru, DPRD DKI Dorong Perbaikan Rumah Warga Lewat Program Bedah Rumah

by
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari F-PKS, Nabilah Aboe Bakar Al Habsyi. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Dalam sorotan tajam terhadap kebijakan anggaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, anggota DPRD DKI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nabilah Aboebakar Alhabsyi, mendesak evaluasi menyeluruh terhadap alokasi anggaran Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Dinas PRKP) tahun 2026. Fokus kritiknya tertuju pada belanja pembangunan rumah susun (rusun) yang menyedot dana hingga Rp1,7 triliun.

Berbicara di Jakarta pada Sabtu (17/5/2025), Nabilah menilai alokasi tersebut tidak mencerminkan urgensi kondisi permukiman warga miskin Jakarta yang hingga kini masih tinggal di hunian kumuh dan tidak layak.

“Kita bicara soal ambisi Jakarta menjadi kota global, tapi kenyataannya masih banyak warga hidup di rumah berdinding terpal, tanpa sanitasi layak, dan atap yang bocor,” ujar Nabilah. “Anggaran besar seharusnya menyasar mereka yang paling membutuhkan, bukan dialokasikan untuk membangun gedung-gedung yang belum tentu dihuni.”

Nabilah mengusulkan agar pemerintah daerah mengalihkan sebagian anggaran pembangunan rusun ke program bedah rumah yang dinilai lebih tepat sasaran dan langsung dirasakan manfaatnya oleh warga.

Selain menyoroti alokasi anggaran, ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap sulitnya proses pengajuan bantuan bedah rumah. Menurutnya, warga kini justru lebih mengandalkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dibandingkan Dinas PRKP, yang seharusnya bertanggung jawab atas persoalan tersebut.

“Ironis jika urusan perumahan rakyat justru lebih mudah diselesaikan oleh Baznas. Ini seharusnya menjadi tanggung jawab penuh dinas terkait, bukan disubkontrakkan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Nabilah mempertanyakan urgensi pembangunan rusun dalam skala besar setiap tahun. Ia menekankan pentingnya mengevaluasi efektivitas dan pemanfaatan rusun yang dibangun, terutama bila distribusinya tidak dilakukan secara adil dan transparan.

“Apa artinya membangun rusun mewah jika warga yang benar-benar membutuhkan tidak bisa mengaksesnya?” katanya. “Solusi yang paling rasional hari ini adalah membenahi hunian yang sudah ada. Bedah rumah terbukti lebih hemat, efisien, dan menyentuh langsung kehidupan masyarakat.”

Desakan ini muncul di tengah meningkatnya kritik publik terhadap ketimpangan sosial dan lambannya perbaikan kualitas permukiman di ibu kota, kendati Jakarta terus mendorong citra sebagai kota maju dan layak huni. (Ery)