BERITABUANA.CO, JAKARTA – Ketua Fraksi PKB DPR RI Jazilul Fawaid menilai gugatan terkait pasal Penggantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK) itu tidak tepat.
Hal itu menanggapi adanya permohonan gugatan terkait penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Jazilul berpandangan bahwa frasa dari PAW menjadi kewenangan dari partai politik (parpol).
“PAW merupakan kewenangan parpol. Hal itu sudah sesuai dengan konstitusi kita,” kata Gus Jazil, sapaan karibnya, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (23/4/2025).
Legislator dari fraksi partai kebangkitan bangsa (PKB) mengatakan bahwa anggota dewan adalah perwakilan dan kader partai yang bergabung menjadi anggota partai sebelum maju sebagai calon anggota legislatif (caleg).
“Jadi, partai politik-lah yang berhak mengusung caleg dalam pemilu. Caleg adalah kader partai. Tidak sembarang orang bisa maju sebagai caleg. Status mereka harus jelas sebagai kader partai,” sebutnya.
Untuk itu, dirinya menilai yang berhak melakukan PAW kepada anggota DPR ialah partai sebab partai-lah yang mengusung mereka dalam pemilihan legislatif (pileg).
“Sehingga, ketika ada persoalan dengan anggota dewan, partai yang mempunyai kewenangan melakukan penggantian,” ujar Gus Jazil.
Gus Jazil pun menyebut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3) juga telah mengatur secara jelas soal mekanisme PAW, dan selama ini penggantian sudah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada.
Sebab itu, dirinya memandang gugatan pasal PAW ke MK sama saja memangkas kewenangan partai terhadap anggotanya dan tak menghendaki partai mengurus urusan rumah tangganya sendiri.
Dia juga mengaku heran dengan gugatan terkait pasal tersebut ke MK, terlebih ada dua gugatan serupa yang dilayangkan dalam waktu bersamaan ke MK.
“Begitu semangatnya pihak yang ingin memangkas kewenangan partai politik. Ada apa sebenarnya? Kok sampai ada dua gugatan yang sama soal PAW,” tuturnya.
Dia pun menilai aneh permintaan para penggugat yang menghendaki agar PAW dilakukan melalui pemilihan umum (pemilu) di daerah pemilih (Dapil), sebab anggota DPR terpilih itu telah melalui proses pemilihan legislatif (pileg) yang cukup panjang.
“Selain aneh, pemilu di dapil untuk kepentingan PAW itu merupakan hal yang sia-sia dan bentuk pemborosan. Jadi, tidak mungkin ada pemilu ulang hanya sekedar untuk kepentingan penggantian anggota dewan,” pungkas Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR itu berharap gugatan terkait PAW itu nantinya ditolak oleh MK.
Menelan Ongkos Mahal
Hal sedikit berbeda diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Ia menyebut mekanisme pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI melalui Pemilu bakal menelan ongkos yang mahal. Mekanisme itu bahkan diyakini akan melelahkan hingga menyulitkan banyak pihak.
“Sejauh ini mekanisme PAW yang berlaku menurut kami sudah baik dan fair. Dan menurut kami alangkah susah, mahal, dan melelahkannya apabila harus ada pemilu ulang tiap ada anggota legislatif yang harus diganti di seluruh Indonesia,” kata Sahroni.
Kendati begitu, Bendahara Umum (Bendum) Partai NasDem itu tak ingin mengintervensi pihak-pihak yang menggugat tersebut. Dengan catatan, kata dia, gugatan yang dilayangkan ke MK memiliki tujuan baik dan dasar hukum yang lurus.
“Ya silakan saja melakukan gugatan asal dengan maksud, tujuan, dan dasar hukum yang lurus,” kata Sahroni.
Sahroni bahkan memastikan Partai NasDem menghargai pihak-pihak yang hendak menguji aturan tersebut di MK. Dia mengajak semua pihak mengikuti prosesnya.
“Namun sekali lagi, NasDem selalu terbuka dengan semua diskusi dan ide. Jadi silakan saja diproses, kita ikuti prosedurnya,” ujar dia.
Berdasarkan laman resmi MK, terdapat dua gugatan terkait hak PAW anggota DPR oleh partai politik. Gugatan pertama diajukan oleh Chindy Trivendy Junior, Halim Rahmansah, Insan Kamil, Muhammad Arya Ansar, dan Wahyu Dwi Kanang.
Gugatan itu teregistrasi dengan nomor 41/PUU-XXIII/2025. Gugatan berikutnya diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.
Gugatan tersebut teregistrasi dengan nomor 42/PUU-XXIII/2025. Kedua gugatan itu sama-sama mempersoalkan pasal-pasal di dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3). Pada gugatan nomor 41, Chindy dkk hanya meminta MK menghapus Pasal 239 ayat 2 huruf d UU MD3.
Mereka menganggap hak recall atau penggantian anggota DPR oleh partai yang diatur dalam pasal itu tidak lazim pada negara demokrasi dan bertentangan dengan prinsip representasi rakyat. Sementara itu, Zico dalam gugatan nomor 42 menggugat setidaknya lima pasal dalam UU MD3 dan satu pasal dalam UU Pemilu. (Jal/jim)