Saksi Ahli Hukum Pidana Nilai Jaksa Peneliti Kejati DKI Bersikap Inkosistensional

by
by

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Supardjan, seorang jaksa peneliti pada Kejaksaan Tinggi Jakarta dinilai tidak profesional dan bersikap inkosistensional ketika menangani perkara tindak pidana perlindungan konsumen yang melibatkan tersangka King Yuwono dan Supriya Rahardja Yuwono.

Hal itu terungkap di persidangan gugatan praperadilan terkait sah tidaknya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) yang dilakukan oleh penyidik Dirreskrimsus Polda Metro Jaya bersama pihak Kejati Daerah Khusus Jakarta, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jum’at (21/3/2025).
Dalam sidang yang menghadirkan keterangan saksi ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia Dr Flora Dianti SH MH menyebutkan, tugas jaksa peneliti memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan suatu perkara yang sedang ditangani penyidik.
“Jaksa peneliti harus bersikap obyektif saat melakukan penelitiannya secara yuridis sebelum perkaranya maju ke tahap penuntutan,” kata Flora Dianti saat memberikan kesaksiannya di persidangan .
Menjawab pertanyaan pemohon terkait alasan penyidik yang menyebutkan, bahwa perbuatan King Yuwono berdasarkan hasil penelitian berkas perkara dari jaksa peneliti masuk dalam kualifikasi ranah perdata, Flora mengatakan sangat bertentangan.
“Itu merupakan sikap yang inkonsistensi saja. Sebab jika sejak awal ada peristiwa pidana, barang bukti cukup, maka penyidik dapat melakukan tindakan upaya paksa yang sifatnya pro yustisia. Nah kalo pro yustisia sudah melanggar hak azasi manusia kalau tidak secara hati-hati dilakukannya,” ujar Flora menambahkan.
Selanjutnya, dihadapan Hakim Tunggal I Dewa Made B. Watsara menurut Dr Flora, tersangka King Yuwono maupun Supriya R Yuwono dapat diminta pertanggungjawaban pidana dalam perkara ini.
“Nah misalkan keuntungannya kurang, pendapatannya cuma sedikit atau korbannya hanya sedikit. Itu bukan unsur-unsur yang menggugurkan peristiwa pidana,” jelasnya.
Apalagi, sambung Dosen Fakultas Hukum UI perkara King Yiwono sudah masuk tahap penyidikan dan sudah ditetapkan sebagai tersangka, “Lalu dimintakan tersangka lainnya sebenarnya sudah ada keyakinan peristiwa pidana,” imbuhnya.
Disinggung soal perubahan status King Yuwono yang kala itu berstatus sebagai tersangka dan berubah menjadi saksi, Dr Flora menjelaskan bahwa tidak ada setelah menjadi tersangka kemudian berubah menjadi saksi.
“Sepengetahuan saya setelah menjadi saksi kemudian tersangka dan dari status tersangka menjadi terdakwa. Dan kalaupun bebas nanti dipersidangan,” bebernya.
Sementara itu, Ahli Hukum Perlindungan Konsumen Dr Heny Marlina SH MLi menjelaskan, dalam konteks undang-undang perlindungan konsumen bahwa ketentuan pidananya bukan delik materil maupun delik aduan.
“Jadi tanpa adanya aduan dari pihak konsumen dirugikan ketika penyidik mengetahui adanya pelanggaran terhadap ketentuan dalam undang-undang perlindungan konsumen tetap bisa diproses hukum,” ujar Heny.
Dijelaskan, soal sedikitnya jumlah konsumen yang dirugikan bukan menjadi persoalan. “Bahkan jika tidak ada konsumen yang mengadu tetapi mengetahui peristiwa hukum tetap bisa diproses hukum,” tutup Heny.
Masih ditempat yang sama kuasa hukum Sandi Hakim, Ayatullah R Khomaeni SH. MH menjelaskan ihwal jaksa peneliti inkosistensi saat menangani kasus hukum yang dialami Sandi Hakim.
“Sebenarnya yang inkosistensi dalam perkara ini adalah jaksa peneliti. Karena kami hanya melaporkan King Yuwono. Tetapi dalam prosesnya itu, jaksa meminta penyidik menetapkan seorang tersangka lagi yakni Supriya Rahardja Yuwono,” ujanya.
Dia memaparkan jika melihat analogi hukum apabila penyidik dan jaksa peneliti sudah yakin ada perbuatan pidana, sehingga meminta ada tersangka lain. “Tiba-tiba penuntut umum mengatakan bukan tindak pidana dari yang kami laporkan (King Yuwono). Inilah bentuk yang dimaksud inkonsistensi tadi.
Akibat inkonsistensi jaksa penyidik maka pihak Sandi Hakim merasa kecewa. Untuk itu kata Ayatullah, pihaknya berencana akan melaporkan pihak yang membuat rumit permasalahan hukum kliennya. “Kami berencana akan melaporkan balik setelah melihat hasil putusan prapid ini,” tukas dia.
Perlu diketahui bak petir di siang hari, empat tahun tanpa kepastian hukum dalam perkara pidana perlindungan konsumen atas nama tersangka Supriya Rahardja Yuwono dan King Yuwono sejak 28 April 2021.
Entah mengapa tiba-tiba Suparjan selaku Jaksa Peneliti dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, bak pesulap profesional. Simsalabim perkara pidana perlindungan konsumen menjadi ranah keperdataan.
Sebab dalam resume hasil penelitiannya, konon Jaksa Suparjan menyarankan kepada penyidik Polda Metro Jaya, agar menentukan sikap bahwa perkara pidana perlindungan konsumen atas nama tersangka Supriya Rahardja Yuwono dan King Yuwono, bukan ranah pidana melainkan keperdataan.
Padahal penyidik Polda Metro Jaya telah menetapkan Supriya Rahardja Yuwono dan King Yuwono sejak 28 April 2021 sebagai tersangka. Oisa