Pemilu 2024 Belum Ramah Disabilitas, Hak Suara Rentan Dimanipulasi?

by
Kenaz, Penyandang Disabilitas Tuna Daksa. (Foto: iir)

BERITABUANA.CO, KUPANG – Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan pesta demokrasi lima tahunan yang dinanti masyarakat. Semua warga negara yang telah memiliki hak pilih, punya hak menentukan calon pemimpin untuk lima tahun ke depan.

Salah satu tingkat kesuksesan Pemilu dilihat dari tingkat partisipasi publik, mengikuti setiap tahapan kepemiluan. Sebab akan menghasilkan para pemimpin duduk di legislatif dan eksekutif. Sehingga semakin tinggi partisipasi, maka semakin kuat dukungan yang dimiliki.

Keterlibatan publik, berasal dari berbagai kelompok salah satunya pemilih dari kalangan penyandang disabilitas. Mereka tidak ingin selalu dijadikan objek terus menerus, tetapi sebagai subjek pembangunan. Sehingga dalam momentum Pemilu, mereka harus terlibat.

Namun, apakah pesta demokrasi lima tahunan pada 14 Februari 2024 nanti akan menjadi Pemilu yang inklusi dan ramah terhadap penyandang disabilitas? Mengingat Pemilu 2014 dan 2019, mereka harus penuh perjuangan untuk bisa melaksanakan haknya di bilik suara.

TPS Ramah Penyandang Disabilitas
Seperti yang diungkapkan Penyandang Disabilitas Lumpuh, Kenaz Mariaki Taibonat, salah satu binaan Yayasan Garamin NTT, dimana ketika pertama kali ikut Pemilu tahun 2019 lalu, banyak kendala yang dihadapi.

“Dari rumah ke lokasi TPS, saya harus digendong oleh adik yang non disabilitas. Dan ketika sampai TPS, harus menunggu giliran,” kata Kenaz yang hanya dapat merangkak.

Kenaz harus menunggu sampai 20 Menit, petugas lebih mengutamakan warga yang lansia, meskipun hari masih pagi sekitar pukul 08.00 Wita.

“Di TPS warga banyak protes, karena tidak mendahulukan disabilitas, tapi mendahulukan lansia dan ibu hamil, yang masih bisa berjalan normal,” ujar Kenaz terkait kemarahan warga.

Bahkan meja untuk pencoblosan surat suara juga sangat tinggi, sehingga kesulitan untuk mencoblosnya, terpaksa sang adik harus ikut masuk dan menggendongnya.

Pada dasarnya yang dibutuhkan Penyandang Disabilitas saat berada di TPS adalah perasaan nyaman, tidak berdesak-desakan dan tidak dihalang-halangi. Bukan harus menjadi yang diprioritaskan.

“Sebagai Disabilitas sangat mengharapkan tempat Ramah. Khususnya kami yang Tuna Netra, dilengkapi juga dengan peralatan dalam bentuk Braile,” ungkap Ketua Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Provinsi NTT, Adyo Datus Libing.

Huruf Braile juga pernah ada pada Pemilu sebelumnya, akan tetapi tidak pada semua TPS. Maka pada Pemilu 2024 ini, huruf Braile harus ada secara di semua TPS, bukan hanya untuk Pilpres dan DPD RI, agar semua tuna netra bisa akses, tanpa bantuan orang lain.

Disamping itu, para Disabilitas Tuna Netra harus memiliki keyakinan yang kuat terhadap figur yang akan dipilih, jangan mau diatur oleh Saksi yang ada di TPS. Kalaupun butuh bantuan untuk mencoblos, percayakan kepada keluarga terdekat sebagai pendamping, sehingga mencoblos sesuai pilihan disabilitas.

TPS Mobile sebagai sarana memfasilitasi disabilitas ataupun non disabilitas untuk menyalurkan hak suaranya, jika saat hari H mengalami sakit parah yang tidak memungkinkan untuk ke TPS.

Disabilitas bukan harus diprioritaskan atau paling utama, tapi setidaknya ada rasa nyaman. Sehingga sampai nomor antrian tiba, bisa melaksanakannya dengan aman.

Saksi di TPS juga harus menjadi perhatian, seperti pengalaman pada Pemilu sebelumnya, terkadang saksi di TPS tertentu yang mendampingi Disabilitas, lebih mengintervensi bahkan membohongi atas pilihan yang diinginkan Disabilitas.

“Memang tidak semua saksi bersikap curang. Mengaku sudah mencobloskan sesuai permintaan, padahal dimanipulasi. Mereka bilang bapak aman saja,” cerita Adyo Libing.

Alat bantu huruf Braile sangat penting, dan para Penyandang Disabilitas harus memiliki kepercayaan diri, juga tidak perlu mendengar perkataan saksi yang mengarahkan ke figur lain. Karena satu suara itu sangat berharga, dalam menentukan masa depan bangsa.

Antisipasi Kondisi Musim

Aksesbilitas yang nyaman di area TPS menjadi tanggung jawab dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dimana kondisinya tidak mengganggu penyandang Disabilitas yang akan menyalurkan hak suaranya.

Seperti yang diungkapkan Ketua PPK Kota Raja, Fredik Zakarias yang akan menjamin 144 Orang Penyandang Disabilitas yang ada di 157 TPS, tersebar di delapan Kelurahan, dapat menyalurkan hak suaranya dengan baik.

“Setiap TPS harus Ramah Disabilitas, dalam arti kata di sekitar lokasi TPS itu dilarang ada tangga pada jalur yang akan dilalui, akan menyulitkan pemilih yang Disabilitas,” tegas dia.

Disamping itu, tidak diperbolehkan ada informasi yang digantung di dalam TPS, yang nantinya menyulitkan Disabilitas, misalnya petunjuk cara mencoblos tapi digantung, bisa saja mengenai kepada pemilih yang tuna netra.

Dari 157 TPS yang ada di Kota Raja, tidak ada yang dibangun di dalam gedung, semuanya di halaman rumah atau lapangan, tapi itu tetap menjadian perhatian.

Akan tetapi bila saat Hari H ternyata kondisi cuaca tidak memungkinkan, terpaksa akan dipindahkan ke ruangan tertutup atau gedung, sebagai solusi supaya pemilih disabilitas bisa mencoblos.

“PPS selalu diingatkan agar TPS Ramah Disabilitas, dan dua hari sebelum hari H kita kontrol ke setiap TPS, kalau belum Ramah Disabilitas, akan dirubah,” paparnya.

Tidak tertutup kemungkinan dari 157 TPS yang ada ini, ada satu atau dua TPS bisa berubah lokasinya. Contoh jika lokasi yang sudah ditetapkan itu tiba-tiba ada hajatan atau kedukaan.

PPK juga mengimbau kepada keluarga penyandang Disabilitas, khususnya Tuna Netra, untuk mendampingi. Atau bisa menunjuk KPPS, asalkan mendapat persetujuan dari pemilih dahulu.

“Kami juga menyiapkan tenaga pendamping, yang harus menandatangi surat pernyataan, salah satu poinnya yang dicoblos itu rahasia tidak boleh dipublikasikan,” kata Fredi.

Bawaslu dan KPU Harus Proaktif
Kerjasama seluruh pihak sangat dibutuhkan untuk mewujudkan Pemilu Luber Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil), sesuai konstitusi yang harus dilaksanakan, termasuk didalamnya harus Ramah Disabilitas.

Peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu, harus proaktif menjalankan amanah tersebut.

Adi Nange, Ketua Bawaslu Kota Kupang mengklaim, dalam setiap kesempatan saat melakukan pertemuan ataupun sosialisasi bersama dengan KPU Kota Kupang, selalu melibatkan kaum Difabel, guna mendengar langsung apa yang menjadi kebutuhannya terkait Pemilu 2024.

“Data itu kami kirim ke Panwas Kecamatan dan Kelurahan, untuk memantau dan identifikasi lokasi TPS, sehingga tahu ada kaum Difabel,” jelas dia.

Yang paling utama adalah lokasi TPS, harus Ramah Disabilitas, berbasis pada data, misalnya ada warga yang disabilitas Tuna Daksa dan Tuna Netra, maka jangan ada tangga, agar memudahkan mereka bisa masuk ke TPS.

Bawaslu Kota Kupang selalu berkoordinasi dengan KPU Kota Kupang, bahkan dari Organisasi Difabel, Garamin NTT yang langsung berbicara memandu setiap kegiatan, untuk menyampaikan pendapat dan harapan mereka.

Menjelang Pemilu 2024 perlu ada langkah strategis menuju Pemilu Inklusif 2024 bagi penyandang disabilitas. Seperti membangun kesadaran melalui edukasi/sosialisasi beragam informasi tahapan dan jadwal Pemilu, mudah diakses, mengawal kebijakan yang berpihak pada penyandang disabilitas dalam semua tahapan Pemilu 2024.

“Kita ingin pastikan penyandang disabilitas memiliki hak yang sama, dapat memilih dan dapat dipilih,” tegas Adi Nange.

Hak disabilitas harus tersalurkan, ikut ambil bagian dalam proses pengawasan serta harus berani melaporkan informasi dugaan pelanggaran pemilu. Karena pemilu yang berkualitas dan berintegritas bukan hanya tugas penyelenggara, tetapi tugas seluruh masyarakat termasuk penyandang disabilitas.

Jumlah Pemilih Penyandang Disabilitas sesuai Data KPU Kota Kupang, totalnya mencapai 1.366 Orang, yang tersebar di 1.335 TPS berada di enam kecamatan dan 51 kelurahan.

Ragam Disabilitas terdiri dari Fisik sebanyak 580 Difabel, intelektual ada 55 Difabel, Mental berjumlah 309 Difabel, Sensorik Wicara 142 Difabel, Sensorik Rungu sebanyak 47 Difabel dan Sensorik Netra ada 233 Difabel.

“Penyandang Disabilitas di Pemilu 2024 alami peningkatan, dimana Pemilu Tahun 2019 berjumlah 385 Orang menjadi 1.366 Orang,” jelas Anggota KPU Kota Kupang Divisi Perencanaan, Data dan Informasi, Zunaidin Harun

Data yang diperoleh KPU tersebut, selain diperoleh dari Dinas kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Kupang, dimana sudah ada kode Disabilitas, juga melakukan Pencocokan dan Penelitian (Coklik), guna memastikan keaktualan

Karena tidak menutup kemungkinan, dalam poses coklik itu ada yang belum teridentifikasi. Misalkan menyangkut privasi sebenarnya disabilitas, tapi dokumen kependudukannya belum dicantumkan bahwa dia disabilitas, atau terjadi kecelakaan setelah pendataan Dinas Dukcapil, maka akan dimasukan dalam Data KPU.

Pendataan Disabilitas mengarah untuk pelayanan di TPS, dimana jelang Hari H akan dibangun TPS, yang mudah diakses oleh penyandang Disabilitas, TPS yang ramah Disabilitas.

“Mayoritas pemilih Disabilitas adalah Tuna Netra, dan konsentrasi mereka di Kelurahan Maulafa, terfokus dalam komunitas sekitar 60 Orang ,” ungkap Zunaidin Harun.

Partisipasi Pemilih Disabilitas pada Pemilu Tahun 2019, cukup tinggi sebesar 74-76 Persen, dari jumlah Pemilih Disabilitas sebanyak 385 Orang, dengan rincian Pemilihan Presiden/Wakil Presiden sebanyak 291 orang (75,58 persen), DPR RI 294 Orang (76,36 persen), DPD RI berjumlah 289 orang (75,06 persen), DPRD Provinsi NTT sebanyak 293 orang (76,10 persen) dan Pemilihan DPRD Kota Kupang ada 285 orang (74,02 persen).

Melihat data tersebut, menjadi kabar yang cukup menggembirakan, karena menunjukan Penyandang Disabilitas yang menggunakan Hak Pilihnya cukup tinggi atau mendekati target yang dibuat KPU, yakni sebesar 77 Persen.

Lewat data yang telah dipegang tersebut, KPU akan mengidentifikasi TPS-TPS yang memang menjamin aksesbilitas Difabel. Dengan dimulai dari proses penentuan titik lokasi TPS, paling tidak ramah disabilitas.

“Pembuatan TPS juga dipertimbangkan aksesbilitas difabel, dengan menjamin sepenuhnya keterpenuhan hak-hak Difabel,” ujar Anggota KPU Kota Kupang Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Ismael Manoe, pada Kamis (11/1/2024).

Begitu juga pelayanan di TPS, KPU harus memfasilitasi dengan pendampingan, akan tetapi untuk menunjuk siapa yang mendampingi, diberikan sepenuhnya kepada Difabel yang bersangkutan, bisa keluarganya atau meminta salah satu petugas KPPS.

Yang pasti KPU juga memfasilitasi alat bantu bagi Difabel Tuna Netra, khusus untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Anggota DPD, dimana untuk surat suaranya dibuat dengan huruf Braile.

Sedangkan untuk Pemilihan Calon Legislatif baik DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, pendamping dari Difabel bisa diberikan akses untuk membantu pemilih untuk mencoblos, dengan syarat pendamping harus merahasiakan pilihan yang bersangkutan. untuk menjamin kerahasiaan.

“Disiapkan Formulir Model C Pendamping yang harus ditandatangani, sudah termuat tidak membocorkan, untuk menjamin kerahasiaan pilihan dari Disabilitas tersebut,” tegas dia.

Apakah memungkinkan pendampingnya akan mencoblos figur yang tidak sesuai keinginan dari Difabel, maka solusinya penunjukan pendamping diserahkan kepada pemilih, bukan oleh KPPS. Tentu Difabel akan menunjuk orang yang memang sudah dipercaya.

“Memang sulit dia akan jujur, tapi paling tidak, kita percaya orang yang ditunjuk itu, apalagi sudah menandatangani Formulir Model C Pendamping, sehingga yakin dia jujur,” ujarnya.

Walaupun tidak bisa menjamin 100 Persen kalau dia jujur, tetapi dengan instrumen-instrumen aturan yang dibuat, itu sudah yang harus diikuti, sehingga kembali ke hati nurani dan akhlak yang bersangkutan.

Bagi Difabel yang sulit untuk datang ke TPS, KPU belum bisa memastikan akan dilakukan TPS Mobile. Saat ini masih sebatas wacana dan belum ada aturannya.

KPPS sudah mengedarkan surat pemberitahuan lokasi TPS, sekaligus identifikasi pemilih disabilitas dan non disabilitas yang sakit atau tidak memungkinkan untuk mendatangi TPS di Hari H.

“Kalau aturannya telah terbit, TPS Mobile siap dilaksanakan, dengan didampingi Saksi dan Pengawas TPS,” ujar dia.

Dalam mewujudkan Pemilu yang Ramah Disabilitas, KPU memprioritaskan kaum Difabel, selain ibu hamil dan Lansia. Saat mendaftar di TPS, mereka diberi nomor antrian sesuai urutan Layanan prioritas yang didapat, saat menanti giliran untuk masuk ke bilik suara.

“Kalau saat antrian, Difabel bisa didahulukan ke nomor yang lebih awal, asalkan mendapat persetujuan dari nomor antrian sebelumnya,” jelas Ismael Manoe.

Dicontohkan, Penyandang Disabilitas dapat nomor 5, sedangkan yang sudah masuk ke bilik suara antrian nomor 2, otomatis masih ada antrian nomor 3 dan 4. Maka KPPS bisa mendahulukan nomor 5 asalkan mendapat persetujuan dari nomor 3 dan 4.

“Kita hanya memfasilitasi, tapi harus mendapat persetujuan dari pemilih sebelumnya. Pasti karena rasa kemanusiaan, mengizinkan untuk dilewati,” kata Ismael Manoe.

Dukungan Pemerintah

Suksesnya penyelenggaraan Pemilu 2024, juga harus ada dukungan dan menjadi tanggung jawab Pemerintah secara keseluruhan, bukan sebatas kepada Pemilih Disabilitas, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pemerintah memiliki tugas untuk memberikan bantuan dan fasilitas, untuk kelancaran penyelenggaraan Pemilu sebagai upaya mencapai Pemilu yang demokratis.

“Kami sebatas menugaskan dan beri sarana personel Sekretariat PPK, Panwaslu Kecamatan, dan PPS,” ujar Kepala Dinas Sosial Kota Kupang, Lodwijk Lape Jungu.

Disamping itu, bantuan kendaraan operasional untuk kelancaran distribusi logistik, penanganan trantribum dan penugasan personil linmas, serta menjamin netralitas ASN dan penyelenggara negara.

Pemerintah Kota Kupang juga melakukan sosialisasi, literasi, edukasi kepada masyarakat mengenai peraturan perundang-undangan pemilu, dan melaksanakan pendidikan politik bagi pemilih untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu.

Hal ini perlu dilakukan, agar masyarakat bisa memilih dengan cerdas dan calon-calon yang dipilih merupakan calon pemimpin yang berkualitas dan amanah, sehingga bisa memberikan dampak yang positif pada pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Hak Masyarakat di Pemilu

Masyarakat memiliki hak politik, yakni hak memilih dan hak dipilih dalam Pemilu. Sebagai warga negara diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan politik, termasuk di dalamnya adalah kaum Disabilitas.

Oleh karena itu, Pemilu Inklusi adalah pemilu yang memberikan hak yang sama bagi semua warga negara tanpa membeda-bedakan. Begitu pun, pada tataran praktik, Pemilu Inklusi belum berpihak pada kelompok rentan.

“Politik cenderung dilihat sebagai bagian dari pertarungan perebutan kekuasaan kalangan menengah ke atas,” tegas Pengamat Disabilitas, Ahmad Atang yang juga Dosen Universitas Muhamadiyah Kupang.

Sedangkan kepentingan kelas menengah kebawah dikesampingkan, bahkan hanya dijadikan sebagai objek dan alat untuk mencapai tujuan.

Oleh karena itu, Pemilu yang baik dan berkualitas apabila mengedepankan kesamaan hak dan kebebasan untuk menentukan hak memilih atau dipilih. Atas dasar itu, Pemilu 2024 harus didesain secara baik, untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.

Sebagai penyelenggara, KPU dan Bawaslu harus dapat memastikan kelompok disabilitas dapat menyalurkan aspirasinya. Apabila kelompok disabilitas terabaikan aspirasinya, maka secara tidak langsung Pemilu tidak berpihak dan ramah terhadap kaum Disabilitas. (iir)